"Turuti atau aku tembak!" Suara lembut namun menusuk yang terucap dari bibir seorang wanita cantik dan anggun.
Sebuah kisah pasangan unik, dimana Dimas yang pecicilan mendapatkan jodoh Anita, seorang mantan mafia yang super galak dan selalu mengancam dengan senjata api.
Sanggupkah Mr.Pecicilan menjinakkan Monster Betina?
Ada rahasia apa dibalik kisah hidup Dimas dan Anita?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Trio Azkara
Panggilan kembali terhubung...
"Tuan, apa foto anak yang saya kirim benar adalah anak yang anda beli dari tangan Kenzo?" tanya Zian.
"Benar, memang anak itulah yang saya beli dari Kenzo 15tahun yang lalu."
DEG
Zian membeku, air matanya lolos begitu saja. "Tolong beritahu saya, Tuan? Apakah adik saya itu masih hidup atau... Dan dimana dia sekarang? Apa dia baik-baik saja." Zian memberondong Tuan Byon dengan sejumlah pertanyaan membuat laki-laki paruh baya itu menerbitkan senyumnya.
"Jangan khawatir Tuan, anak itu masih hidup. Dia sudah tumbuh menjadi seorang gadis yang mandiri, dan dia baik-baik saja sekarang." Ucapan Tuan Byon seolah membuat batu besar yang menindih dada Zian terangkat. Entah harus berkata apa. Zian hanya dapat menangis bahagia mengetahui bahwa adik bungsunya masih hidup dan dalam keadaan baik-baik saja.
Zian belum dapat berkata-kata. Menyadari itu, Tuan Byon segera berbicara kembali.
"Rasanya kurang baik jika hal sepenting ini kita bicarakan di telepon. Saya akan segera mengurus keberangkatan ke Indonesia. Kita akan membicarakannya begitu saya tiba di Indonesia."
"Tuan, saya tidak tahu haru bagaimana berterima kasih. Anda sudah menyelamatkan adik saya." Suara Zian terdengar begitu bahagia.
"Saya pun tidak tahu harus bagaimana berterima kasih, Tuan. Saat Leo berusia 12tahun, anda juga yang menyelamatkannya dari tangan penculik."
"Saya akan menunggu kedatangan Anda, Tuan..." ucap Zian.
Setelah berbincang-bincang beberapa hal, panggilan itu pun terputus. Zian menghela napas lega. Kesyukurannya seolah tak dapat diukur, tidak ada kata-kata yang cukup untuk menggambarkan betapa bahagianya Zian mengetahui kenyataan itu.
"Elsa, kau dimana? Aku benar-benar merindukanmu," gumamnya.
Tidak lama kemudian, Naya datang menghampiri sang suami. "Sayang, Kak Fahri sudah datang."
Zian menoleh pada Naya dan langsung berdiri, lalu memeluknya membuat Naya gelagapan. "Ada apa denganmu?"
"Tidak apa-apa. Mau memelukmu saja."
****
*
*
*
*
Zian dan Naya kemudian turun ke lantai bawah dimana Fahri sudah menunggunya, bersamaan dengan Evan yang baru saja datang bersama beberapa pengawal Kia Group.
"Eh, apa-apaan kalian ini? Kenapa kalian selalu pasrah saat bos gila kalian itu memerintahkan kalian menculik orang? Dan Kau botak!!! Aku akan meminta Deniz memarahimu!" Evan bersungut-sungut memarahi salah satu pengawal yang merupakan om botak kesayangan Deniz itu.
"Maaf, kami hanya menjalankan perintah," jawabnya.
Evan menatap Zian dengan kesalnya, lalu melirik Fahri seperti meminta keadilan pada sang kakak sulung. Fahri hanya mengangkat kedua tangannya, bahasa tubuhnya seakan berkata pasrah saja menghadapi bos gila ini.
Dengan mengerucutkan bibirnya, Evan menjatuhkan tubuhnya di sofa tepat di sebelah Fahri.
"Apa Kak Fahri juga diculik?" bisik Evan di telinga Fahri.
"Tidak, Naya yang menghubungiku. Aku kira Naya yang sakit. Makanya aku buru-buru kemari." Fahri balas berbisik. Sementara Zian, menatap dua saudaranya itu dengan tatapan curiga.
"Kalian tidak usah bisik-bisik! Aku bisa mendengarnya," ucap Zian kesal.
Zian kemudian meminta Fahri memeriksa keadaan Skala. Lelaki yang baru saja diselamatkannya dari percobaan pembunuhan. Dokter Fahri pun terkejut melihat laki-laki itu yang dalam keadaan babak belur.
Skala masih tertidur saat Fahri memeriksa keadaannya dan memberi perawatan pada luka-luka akibat penyerangan itu.
"Apa yang terjadi padanya? Kenapa dia terluka separah ini?" Fahri menatap curiga pada Zian. Sebab adiknya itu sangat sering memukuli orang, lalu meminta sang kakak mengobati orang yang baru dipukulnya.
"Eh, tatapanmu itu tolong kondisikan. Bukan aku yang membuat dia seperti ini," ujar Zian tak terima dengan tatapan curiga sang kakak.
"Wajar kan, kalau aku curiga padamu. Kau sering melakukan sesuatu yang aneh bagi manusia normal." Ucapan Fahri membuat Zian seketika merengut kesal.
Jika saja kau bukan kakakku, aku pasti sudah membuat kondisimu lebih parah dari orang ini. batin Zian kesal.
"Lagipula kalau orang sakit itu dibawa ke rumah sakit. Bukan kau bawa pulang ke rumahmu."
"Aku sudah akan membawanya ke rumah sakit, tapi dia menolak."
Sambil merawat luka Skala, Fahri terus melayani Zian berdebat. Membuat Naya yang ada di belakang mereka geleng-geleng kepala dan memilih keluar dari ruangan itu, menuju ruang keluarga dimana Evan berada.
"Memang dia siapa?" tanya Fahri kemudian.
"Aku juga belum mengenalnya. Tapi wajahnya tidak asing. Tadi aku melihatnya dikeroyok tujuh orang. Sepertinya seseorang sedang ingin membunuhnya. Jadi aku bawa pulang saja."
Fahri memeriksa beberapa bagian tubuh Skala, mencari apakah ada luka lain di sana.
"Tidak ada luka yang serius. Hanya bekas pukulan saja. Dia akan merasa lebih baik saat terbangun."
***
Di ruang keluarga, Naya sedang berperan sebagai seorang detektif swasta. Mencoba mengorek informasi seputar hubungan Mia dan Evan.
"Bagaimana hubunganmu dengan Mia?" tanya Naya penasaran.
"Hubungan? Hubungan apa?" balas Evan.
"Ah, kau ini masih pura-pura. Apa yang kau sembunyikan dariku? Kau menyukai Mia kan? Katakan padaku! Aku akan menjadi mak comblangmu. Dulu kan Mia menjadi mak comblangku dengan Zianku. Sekarang aku yang akan menjadi dewi cinta antara kau dan Mia."
Evan mengerutkan alisnya mendengar ucapan Naya, lalu mengusap wajahnya. "Sepertinya kau terlalu banyak berinteraksi dengan Kak Zian. Sehingga kau ikut menjadi aneh seperti dia."
Karena kesal dengan ucapan Evan, Naya melayangkan tinjunya ke lengan Evan.
"Auhh apa yang kau lakukan? Ini sakit tahu!"
"Biar saja. Berani sekali kau bilang Zianku aneh." Naya merengut kesal. "Sekarang katakan, sejak kapan kau dan Mia saling menyukai?"
Evan menghela napas panjang. Bingung darimana kakak iparnya itu mengambil kesimpulan bahwa dirinya sednag dekat dengan Mia.
Bagaimana aku bisa menyukai Mia, Naya... Sedangkan aku belum bisa melupakanmu. Sudah beberapa tahun aku mencoba melupakanmu, tetap saja belum bisa. batin Evan.
"Aku dan Mia tidak saling menyukai, Naya. Aku dekat dengan Mia hanya sebagai teman saja. Tidak lebih."
"Lalu kenapa liontin Mia ada padamu? Kenapa malah kau yang memakai liontin Mia, sedangkan Mia saja tidak pernah mau memakai liontin itu. Aku hanya melihat liontin itu di dalam kotak di kamarnya.
"Liontin apa maksumu?"
"Yang kau pakai sekarang!" Naya mulai kesal karena mengira Evan pura-pura bodoh.
Evan pun mengeluarkan liontinnya yang tersembunyi di balik baju kemeja yang dikenakannya. "Liontin ini? Ini bukan liontin Mia. Ini liontinku."
"Liontinmu? Tapi... Aku pikir itu liontin Mia. Ini sama persis dengan miliknya Mia," ucap Naya seraya meneliti liontin milik Evan yang sama persis dengan liontin di kamar Mia.
Evan mulai merasa Naya benar-benar sudah ketularan oleh Zian yang bicaranya mulai tidak masuk akal. "Naya, mana mungkin ada liontin yang sama dengan ini. Ibu memesan liontin ini di Turki secara khusus untuk aku dan Elsa."
"Tapi kenapa persis? Ah, mungkin ini yang disebut plagiat." ujar Naya membuat Evan merasa gemas.
Ya ampun Naya. Kau benar-benar ketularan Kak Zian mana. batin Evan.
"Mana aku tahu," jawab Evan sekenanya.
Naya pun mendadak kecewa karena ternyata dugaannya salah. Naya mengira liontin Mia yang dipakai Evan sehingga mengambil kesimpulan bahwa Mia dan Evan saling menyukai.
Fahri dan Zian kemudian datang dan bergabung di sana, setelah memeriksa keadaan Skala.
"Sayang, aku mau bicara dengan Evan dan Kak Fahri bertiga. Bisakah kau meninggalkan kami dulu," ucap Zian pada Naya.
"Baiklah, aku mau ke kamar saja. Selamat malam semuanya."
Zian kemudian duduk di sofa setelah memastikan Naya sudah naik ke lantai atas. Laki-laki itu tidak tahu harus mulai dari mengatakan bhawa adik bungsu mereka, Elsa masih hidup.
"Apa yang kau inginkan dariku, Kak? Kenapa kau menculikku malam-malam begini?" tanya Evan.
"Aku mau menanyakan sesuatu padamu," balas Zian.
Fahri menutup seringainya dengan jari, melirik Evan dengan ekor matanya. Jika Zian sudah berkata ingin bertanya, maka Evanlah yang akan pusing dibuatnya, karena harus menjawab pertanyaan yang kadang membuatnya malu menjawab.
"Jangan bertanya tentang proses terjadinya kehamilan lagi! Aku tidak akan mau menjawab."
Zian mendengus kesal sedangkan Fahri mulai mengulum bibirnya menahan tawa. Sangat menyenangkan melihat Zian dan Evan berdebat. Laki-laki itu sedang menunggu kejutan yang akan keluar dari mulut adik-adiknya.
"Apa kau tahu negara mana yang memiliki cuaca terdingin di dunia?" tanya Zian dengan santainya.
Evan menganga tak percaya mendengar pertanyaan Zian. Hanya demi bertanya negara terdingin di dunia, Zian sampai nekat memerintahkan para anak buahnya menculiknya yang sedang sibuk di cafe miliknya.
"Jadi kau menculikku hanya untuk bertanya negara terdingin di dunia?" tanya Evan membuat Fahri tidak tahan untuk tertawa.
"Jawab saja apa susahnya!" Bukannya minta maaf, Zian malah berlagak menjadi manusia paling tak berdosa di dunia.
"Kau kan sering keluar negeri. Kau mengusai beberapa bahasa asing. Dan kau adalah Tuan Zildjian Maliq Azkara, salah satu pengusaha tersukses di dunia. Masa iya kau..." Evan menggantung ucapannya ketika melihat pelototan mata dari Fahri. Sang kakak sulung itu tidak akan sungkan menegur Evan jika sudah mulai bicara dengan nada tidak sopan pada kakaknya.
"Sopanlah kalau bicara dengan kakakmu," ucap Fahri.
"Ya maaf. Kak Zian aku minta maaf. Apa tadi? Negara terdingin, ya?" Walaupun kesal, Evan berusaha menjawab dengan penuh kesabaran. "Kanada, Rusia, mongolia, Norwegia, Kirgistan, Finlandia, Iceland, Tajikistan, Swedia, Estonia." Evan menyebut sepuluh negara terdingin di dunia.
"Mana yang paling kau suka?" tanya Zian lagi membuat Evan mulai curiga.
"Memangnya kenapa?"
"Jawab saja!"
"Iceland. Di sana dingin dan banyak tempat yang sangat indah. Bukankah kau sudah pernah kesana dengan Naya saat kalian berbulan madu?"
"Benar juga! Aku sempat berada di sana selama beberapa hari. Memang sangat dingin di sana. Naya saja tidak tahan jadi kami hanya..." Zian menggantung ucapannya, ketika teringat selama berada di Iceland mereka hanya menghabiskan waktu di kamar. Tentu saja melakukan sesuatu yang bagi Zian sangat menyenangkan.
Mendengar jawaban Zian membuat Evan dan Fahri menghela napas. Sungguh, Zian benar-benar bagai sedang menguji kesabaran adiknya itu.
"Baiklah, apa ada negara lain lagi yang juga dingin?"
"Swiss, di sana sedang musim dingin," jawab Evan singkat.
Zian senyum-senyum tidak jelas setelah mendapat jawaban itu. Entah untuk tujuan apa dia menanyakan negara terdingin di dunia pada saudaranya itu.
Setelah membicarakan tentang itu, wajah Zian sudah berubah serius. Membuat Fahri dan Evan bertanya-tanya dalam hati.
"Aku sebenarnya ingin membicarakan tentang Elsa," ucap Zian.
Fahri dan Evan tersentak mendengar nama yang sudah lama mereka tidak bicarakan itu. Setelah kepergian ibu mereka. Ketiga saudara itu memutuskan untuk tidak pernah mengungkit lagi apa yang terjadi pada Elsa. Bahkan Zian tidak memajang satu pun foto Elsa di rumahnya, setiap teringat pada adik kecilnya itu, Zian akan merasa menjadi kakak yang gagal. Karenanya, semua foto Elsa disimpan dalam sebuah kamar di rumahnya.
"Elsa masih hidup," ucap Zian seraya menitikkan air matanya.
*** Bersambung.
Obat bagi kalian yang kangen dengan Tro Azkara
Yang ke hapus dari group Chat Author, Maaf, sedang ada pembersihan grup. Jadi yang mau masuk kembali, boleh masuk dengan memakai kata sandi Kolom langit.
terima kasih.
gk bisa ap y di runding baik2..slg jujur..slg terbuka