Bu Ninda merasakan keanehan dengan istri putranya, Reno yang menikahi asistennya bernama Lilis. Lilis tampak pucat, dingin, dan bikin merinding. Setelah anaknya menikahi gadis misterius itu, mansion mereka yang awalnya hangat berubah menjadi dingin dan mencekam. Siapakah sosok Lilis yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jurang Mencekam
Reno sedang sibuk telpon dengan klien di depan kantornya. Clarissa datang, wajahnya kini terlihat lebih lunak, menyembunyikan rencana yang baru ia susun.
"Ren?"
"Ok sampai jumpa besok Pak Rafael."
Reno menutup telpon.
"Ada apa?"
"Aku... aku khawatir. Lilis semakin gila."
Lilis mendekati Reno, mengusap bahunya.
"Aku punya rencana."
Reno menatapnya penuh kebingungan.
"Rencana apa?"
"Kita harus pergi ke suatu tempat. Malam ini."
Aku tidak akan membiarkan diriku ikut, Clarissa. Terutama setelah semua ini. Kamu ikut-ikutan Mama mengintimidasi istriku."
"Justru itu. Tempat ini... ada hubungannya dengan Lilis. Tempat dia pertama kali ditemukan. Antarkan aku ke tempat pertama kali kamu nemuin Lilis?"
Reno terdiam.
"Kamu harus melihatnya. Merasakan energinya. Mungkin itu akan memberimu petunjuk tentang apa yang bisa menghancurkannya. Ini tempat yang sunyi dan jauh. Tidak ada taksi yang mau ke sana." kata Clarissa.
Reno rahangnya mengeras.
"Aku yakin Lilis bukan hantu. Aku akan ikut tapi kamu harus janji sama aku. Kalau terbukti Lilis bukan hantu, kamu stop mengganggu aku dan Lilis."
"Iya Ren, aku janji. Aku jamin kamu akan yakin kalau Lilis adalah hantu."
"Aku yang akan mengantar." kata Reno.
" Terima kasih, Reno. Tapi kamu harus berjanji. Kamu hanya mengantar. Kamu tunggu di mobil. Apa pun yang terjadi, kamu tidak boleh turun. Aku akan menghadapinya sendiri."
" Kenapa harus sendiri?"
"Karena ini adalah perangkap, Reno. Hanya aku yang harus masuk ke dalamnya. Jika kamu ikut, Lilis akan menyerangku lebih dulu. Dia masih melihatmu sebagai miliknya."
"Ok, Tapi kalau kamu dalam bahaya, aku tetap peduli. Aku akan turun."
Clarissa menghela napas seolah pasrah.
"Deal. Ambil kunci mobilmu. Kita pergi sekarang."
Clarissa mengingat Papihnya sejenak, wajahnya kembali menjadi topeng dingin.
Mobil sport Reno melaju menembus malam. Jalanan semakin sempit dan gelap, diapit oleh hutan lebat di kedua sisi. Kabut mulai turun.
Reno menyetir dalam keheningan tegang, fokus pada jalan.
Clarissa duduk di kursi samping bersandar di kaca jendela. Ekspresinya tenang, tapi matanya menjelajahi kegelapan.
Dia memegang buku Dika di pangkuannya.
"Tempat ini terasa... buruk. Udara dingin sekali." ucap Reno.
"Ren, kita udah dekat dengan energi kematian. Di jurang ini, hidup Lilis berakhir."
Reno melirik Clarissa, tidak nyaman dengan nada bicaranya.
"Kamu yakin ini ide yang bagus, Clarissa? Kenapa tidak ajak indigo aja?"
Clarissa menoleh, menatap Reno lekat-lekat.
"Aku belum bisa mengajak indigo itu sekarang. Aku mau hantu Lilis musnah malam ini juga."
Mobil menanjak sedikit, lalu berhenti mendadak.
"Kita sudah sampai. Di sana jurangnya." ucap Reno.
Reno mematikan mesin. Hening. Hanya suara gesekan daun dan jangkrik. Kabut tebal menyelimuti area itu.
Di depan mereka, terbentang jurang curam yang diselimuti kabut, seperti mulut raksasa yang menganga.
Clarissa membuka pintu mobil dan keluar. Dia menarik napas dalam, merasakan hawa dingin menusuk tulang.
"Kamu tunggu di sini Ren."
Reno mengangguk tanpa menoleh.
Clarissa berjalan menuju bibir jurang. Dia mengeluarkan ponselnya, menyalakan senter. Cahaya senter menyorot ke bawah, mengungkapkan jurang yang tak berdasar.
Dia berhenti di tepi jurang. Aroma melati yang kuat, khas Lilis, tiba-tiba memenuhi udara.
Clarissa tersenyum tipis.
"Aku tahu kamu di sini, Lilis."
Angin kencang berhembus tiba-tiba, menerbangkan rambut Clarissa.
Dia membuka buku kuno bersampul kulit itu, di halaman yang ditunjuk Dika, segel hantu abadi.
Clarissa membaca perlahan,
"Tempat pemutusan. Energi dendam yang bersemayam di tempatnya jatuh... diikat oleh mantra kuno."
Clarissa menutup mata sejenak, lalu membukanya. Dia menatap ke arah mobil Reno.
Reno terlihat gelisah di dalam.
Clarissa menarik napas, lalu berbalik menghadap jurang.
"Kamu ingin Reno selamat? Aku akan membunuhnya sama seperti kamu ingin membunuh Papihku? Datanglah!"
Dia mengeluarkan sebuah foto pernikahan Reno dan Lilis yang dulu Clarissa potret. Clarissa telah mencetak foto itu menjadi kertas foto. Dia merobek foto itu di tengah-tengah, tepat di wajah seram Lilis.
"Aku akan menghancurkan semua orang yang kamu cintai! Sama seperti kamu mencoba menghancurkan Papih!".
Terdengar jeritan memekakkan dari jurang. Kabut mulai berputar cepat, membentuk pusaran.
Clarissa berdiri di tengah pusaran energi, seringai dingin di wajahnya.
"Datanglah padaku, Lilis! Aku udah punya perangkap yang sempurna untukmu!"
Reno gelisah. Dia melihat Clarissa berdiri di tepi jurang, membaca sesuatu dari buku. Dia melihat Clarissa merobek foto. Sebuah jeritan memekakkan terdengar dari jurang, diikuti oleh pusaran kabut.
Reno bergumam pada diri sendiri.
"Apa yang dia lakukan?"
Clarissa berdiri tegak di tengah pusaran kabut. Seringai dingin masih terukir di wajahnya.
"Datanglah padaku, Lilis! Aku udah punya perangkap yang sempurna untukmu! Buruan!"
Pusaran kabut semakin cepat. Angin menderu kencang. Tiba-tiba, sesosok tubuh putih menjulang dari dalam kabut. Bukan Lilis. Sosok itu adalah kuntilanak, berambut panjang terurai, dengan mata merah menyala dan seringai lebar mengerikan.
Pakaian putihnya terlihat usang dan kotor.
Kuntilanak melayang beberapa meter di atas tanah, menatap Clarissa dengan tatapan penuh dendam.
Clarissa mata terbelalak, syok.
"Gak mungkin!"
Seringai di wajah Clarissa lenyap, digantikan oleh ketakutan yang luar biasa. Dia mundur selangkah, namun Kuntilanak melesat mendekat dalam sekejap mata.
Clarissa menjerit histeris.
"Aaaaaaaaarrgh!"
Reno mendengar jeritan Clarissa. Dia menoleh ke bibir jurang dan melihat Clarissa tersungkur, panik. Dia melihat sosok kuntilanak yang mengerikan melayang di atas Clarissa.
"Clarissa!"
Reno membuka pintu mobil dengan tergesa-gesa. Reno berlari menghampiri Clarissa. Kuntilanak menoleh ke arah Reno, matanya semakin menyala. Clarissa berusaha bangkit, kakinya lemas karena ketakutan.
Reno mencengkeram lengan Clarissa.
"Ayo! Cepat!"
Reno menarik Clarissa, yang masih shock dan ketakutan. Mereka berdua terhuyung-huyung mundur. Kuntilanak melayang mengikuti mereka, tertawa melengking yang menusuk telinga.
Reno berteriak,
"Masuk mobil! Sekarang!"
Reno mendorong Clarissa masuk ke kursi. Reno segera masuk ke kursi pengemudi, membanting pintu.
Kuntilanak kini berada tepat di depan mobil, menghantam kaca depan dengan cakarnya. Suara dentuman keras membuat Clarissa menjerit lagi.
Reno lekas menyalakan mesin, gas penuh. Ban mobil sport Reno berdecit, melaju mundur dengan kecepatan tinggi, hampir menabrak pohon. Reno membanting setir, mobil berbelok tajam dan melaju kencang meninggalkan jurang.
Kuntilanak masih terlihat melayang di belakang mereka, menatap dengan mata merah menyala, sebelum akhirnya menghilang ditelan kegelapan dan kabut.
Clarissa menangis tersedu-sedu, memeluk dirinya sendiri. Wajahnya pucat pasi. Reno memegang setir erat-erat, napasnya terengah-engah. Dia melirik Clarissa, prihatin.
"Kamu gapapa?"
Clarissa hanya bisa menggelengkan kepala, masih terisak.
"Itu... itu bukan Lilis, Ren. Itu... itu bukan dia."
Reno tidak menjawab. Dia hanya fokus menyetir, berusaha menjauh sejauh mungkin dari jurang horor itu. Malam semakin pekat, dan di dalam mobil, hanya ada suara isakan Clarissa dan deru mesin mobil yang melaju membelah kegelapan. Clarissa gagal membuktikan kepada Reno bahwa Lilis akan datang dalam wujud hantu. Clarissa juga gagal membuat Lilis tersegel dalam segel hantu abadi.
Bersambung