NovelToon NovelToon
Sulastri, Aku Bukan Gundik

Sulastri, Aku Bukan Gundik

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Cerai / Penyesalan Suami / Era Kolonial / Balas Dendam / Nyai
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Anna

“Sekarang, angkat kakimu dari rumah ini! Bawa juga bayi perempuanmu yang tidak berguna itu!”

Diusir dari rumah suaminya, terlunta-lunta di tengah malam yang dingin, membuat Sulastri berakhir di rumah Petter Van Beek, Tuan Londo yang terkenal kejam.

Namun, keberadaanya di rumah Petter menimbulkan fitnah di kalangan penduduk desa. Ia di cap sebagai gundik.

Mampukah Sulastri menepis segala tuduhan penduduk desa, dan mengungkap siapa gundik sebenarnya? Berhasilkah dia menjadi tengkulak dan membalas dendam pada mantan suaminya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sulastri 28

“Demi Allah, saya bersumpah.”

“Saudara Dasim, sudah berapa lama saudara bekerja di tempat saudara tergugat dan sebagai apa saudara di sana?” Slamet kembali memulai bertanya dengan suara tegas.

“Saya sudah bekerja di joglo punjer selama tiga tahun, awalnya saya menjadi kusir Ndoro putri, lalu saat Den Kartijo menikahi Den ayu, saya diminta menjadi kusir Den ayu juga.” Dasim mejawab dengan percaya diri.

“Jadi, kemanapun saudari penggugat pergi, saudara yang mengantarkan?”

“Benar.”

“Hari itu, sebelum kejadian, apa benar saudari penggugat pergi ke bidan desa?”

“Benar.”

“Bisa saudara ceritakan secara singkat, apa yang terjadi setelah saudari penggugat kembali dari bidan desa?” Slamet bertanya dengan tatapan menyelidik.

“Saya kurang paham apa yang terjadi saat Den Ayu memasuki rumahnya, karena saya sedang menambatkan dokar di belakang. Yang saya dengar hanya pintu yang dibuka dengan kencang, kemudian mereka semua berkumpul di joglo tengah.”

“Apa anda mendengar, apa yang dibicarakan di joglo tengah?”

“Saya tidak mendengar pasti, yang saya dengar hanya Den Kartijo mengatakan bahwa dia seorang Juragan maka wajar jika beristri dua, kemudian …,” Dasim berhenti sejenak, “Kemudian saya hanya mendengar Den ayu memanggil Den Kartijo dengan suara bergetar.”

“Lalu, selama kehamilan, apakah saudari Sulastri sering keluar rumah?”

“Ya, Den ayu sering membantu Ndoro putri menjualkan hasil panenan ke pasar, atau sekedar menjaga lapak yang berada tidak jauh dari rumah.”

“Apakah selama kehamilan, saudari penggugat pernah bertemu seseorang, rekan atau kerabat?”

“Tidak. Hanya beberapa kali bertemu dengan orang tuanya.”

Slamet mengangguk pelan, lalu membuka lembar berkas berikutnya.

“Saudara saksi, saya akan menanyakan tentang kejadian malam itu.”

Dasim mengangkat dagunya, tatapannya tenang—penuh percaya diri.

“Malam itu, apakah saudara mendengar keributan yang terjadi di rumah itu?”

“Saya tidak tau pasti, yang saya dengar hanya Den Kartijo mengatakan bahwa yang di butuhkan di joglo punjer adalah bayi laki-laki, lalu Den ayu keluar rumah sembari menangis dan menggendong bayinya, kemudian Den Kartijo meminta saya membawa minggat Den ayu.”

Kartijo yang duduk di kursi tergugat mengeratkan rahang, tatapannya tajam—menjurus pada Dasim. “Bocah semprul itu, aku habisi dia,” gumamnya penuh penekanan.

Slamet kembali melanjutkan pertanyaannya. “Saudara saksi, kemana saudari penggugat meminta saudara mengantarkannya?”

“Rumah orang tuanya, namun tidak lama Den ayu meminta saya mengantarkan ke ujung desa, tempat angkutan desa berada.”

“Berapa lama saudari penggugat berada di rumah orang tuanya?”

“Tidak lebih dari dua puluh menit.”

“Setelah itu, saudara mengantarkan saudari Sulastri ke ujung desa, benar?”

“Benar.”

“Apakah mobil Tuan Van Beek sudah ada di lokasi?”

“Ya. Tapi Den ayu mengira itu angkutan desa.”

“Apa saudara sempat melihat Tuan Van Beek di tempat itu?”

“Tidak, setelah menurunkan barang bawaan, Den ayu langsung meminta saya pergi.

Slamet kembali manggut-manggut, kemudian menutup berkas yang sedari tadi di bolak-balik.

“Baik, saya rasa sudah cukup. Saudara pengacara, apakah ada yang ingin ditambahkan?” tanya Slamet kembali memberi kesempatan Hassan untuk menggali informasi.

Hassan bangkit dari duduknya, sebelah tangannya memainkan ballpoint bertinta hitam legam.

“Terimakasih, Hakim ketua. Saudara saksi, Anda sedari tadi mengatakan tidak tau pasti … tidak tau pasti, lantas apakah kesaksian saudara bisa di pertanggung jawabkan?” Hassan sengaja menekankan tiap ucapannya.

Dasim tersenyum samar, tangannya menarik ikat pinggangnya yang sedikit melorot. “Izin menjawab,” sahut pemuda itu tegas. “Saya ini hanya seorang kusir dokar, tempat saya di kandang, bukan di dalam rumah utama, lalu bagaimana mungkin saya tau apa yang terjadi sepenuhnya, selain apa yang saya dengar secara samar dan apa yang di titahkan Juragan kepada saya.”

Hassan menyeringai halus, sebelah alisnya terangkat tipis. “Baik. Anda tadi mengatakan, di gardu sudah ada mobil pickup yang terparkir, bagaimana Anda tau kalau itu bukan angkutan desa?”

“Den ayu yang mengatakan itu angkutan desa, bukan saya.”

“Berarti saudari Sulastri tau itu mobil Tuan Van Beek?”

Dasim menghela napas kasar. “Den ayu mengira itu angkutan desa, makanya dia minta diturunkan, kemudian meminta saya pergi.” Dasim turut menekankan ucapannya.

“Apa saudara saksi tidak curiga, saudari Sulastri sudah membuat janji bertemu sebelumnya? Jika kita telisik lebih dalam, sepertinya tidak mungkin dia begitu yakin sampai meminta Anda pergi, jika bukan karena sudah janjian, apakah mungkin saudara pernah melihat mereka bertemu, sebelumnya?”

Dasim memutar bola matanya malas, pemuda itu kemudian menegakkan bahunya. “Tidak.”

“Kenapa saudara saksi begitu yakin?”

“Karen saya yang selalu mengantar kemanapun Den ayu pergi.”

“Berarti kesaksian saudara bentuk pembelaan atas juragan saudara, bukan karena mau menunjukkan cerita yang sebenarnya?!” Hassan menyahut dengan cepat, bibir tebalnya kembali menyeringai seram.

“Lantas, bagaimana akhirnya saudara bisa bekerja di rumah Tuan Van Beek?

“Sewaktu mengantar juragan baru saya pasaran kliwon, saya mendengar orang-orang menggunjing Den ayu, dan mengatakan Den ayu berada di rumah Meneer. Saya pamit dari juragan baru kemudian datang ke rumah Meneer untuk mencari Den ayu,” jelas Dasim.

“Apa Anda langsung bertemu saudari Sulastri, apa kehadiran Anda langsung diterima dengan baik?”

“Tidak. Saya dipukuli dulu oleh centeng yang ada di rumah Meneer, baru bertemu Den ayu dan di bawa masuk.”

“Saya rasa, Cukup dari saya, Hakim ketua.” Pungkas Hassan lalu kembali duduk di kursinya.

Slamet kembali mengambil alih. “Baik, saudara saksi, silahkan kembali ke bangku Anda.”

Dasim berjalan dengan gembleleng, kepalanya menengok ke arah Kartijo sekilas, ujung bibirnya tersungging sinis.

“Saudara pengacara, apakah ada saksi lainnya?” tanya Slamet, seraya membenarkan kacamatanya yang melorot.

Pramono menjawab dengan lugas. “Ada, Pak Hakim, sesuai yang Anda intruksikan minggu lalu, saya akan menghadirkan Tuan Van Beek ke persidangan ini.”

Seketika ruang sidang riuh, ada yang berdecak seru, ada pula yang mencibir, menganggap pengadilan ternodai karena hadirnya Londo yang masih dianggap penjajah negeri.

“Bagaimana bisa persidangan yang suci ini menghadirkan penjajah!” Teriak seseorang dari dalam krumunan.

“Benar!

“Penjajah!

“Ini pengadilan agama Bung, tidak seharusnya ternodai dengan hadirnya penjajah kaf_ir!

Sorak-sorai pun semakin riuh, memaksa Slamet memukulkan palunya.

Tok!

“Harap tenang semua!

Penonton masih riuh saling meneriakkan protes.

Tok!

Tok!

“Harap tenang atau sidang tidak kami lanjutkan?!” Slamet mulai tegas dengan peringatannya. Penonton pun terdiam, meninggalkan detak jam yang berputar tenang.

“Tuan Van Beek, silahkan maju kedepan dan melakukan sumpah.”

Petter berdiri dari duduknya, merapihkan jasnya sebelum berjalan dengan tegap ke depan podium. Wajahnya yang tampan dengan kulit seputih susu dan dada bidang mencuri perhatian semua mata yang ada di ruangan itu, tak terkecuali Amina yang sedari tadi dengan sengaja mencuri pandang.

Wanita itu menggigit bibir bawahnya pelan, matanya berbinar takjub saat menelisik penampilan Petter dari ujung kaki hingga kepala.

‘Sial! Tau dia doyan pribumi, lebih dulu aku dekati. Pasti tidak cuma hartanya yang berlimpah, itunya juga,’ gumamnya dalam hati.

Suara dalam Petter menggema ke seluruh ruangan.

“Demi Tuhan yang maha esa, saya bersumpah.”

Slamet membuka kacamatanya, dua tangannya bertopang di depan dada. “Tuan Van Beek, apa yang Anda lakukan tengah malam di gardu ujung desa?”

Petter berdehem kecil, matanya menyapu sekitar. “Saya baru pulang dari perkumpulan para tengkulak, di tengah perjalanan saya ingin buang air kecil, jadi saya berhenti di gardu itu untuk buang air kecil.”

“Di keterangan yang tertulis, Anda membawa panenan di bak mobil, sehingga penggugat salah paham dan mengira mobil Anda angkutan desa, panenan apa yang Anda bawa?”

Petter tersenyum samar. “Itu bukan panenan, itu karung goni untuk tembakau yang saya pesan dari salah seorang teman.”

“Baik.” Slamet mengenakan kembali kacamatanya. Netranya dengan cermat membaca tiap lembar berkas yang dibukanya. Laki-laki bertubuh gempal itu kemudian kembali mengajukan pertanyaan.

“Tuan Van Beek, apakah sebelumnya Anda mengenal atau pernah bertemu saudari penggugat?”

“Tidak.” Petter menjawab dengan singkat.

“Berarti malam itu pertama kalinya Anda bertemu saudari penggugat, benar?”

“Benar.”

“Bisa Anda ceritakan, bagaimana keadaan saudari penggugat saat pertama kali Anda temukan?”

Petter mengangguk pelan. “Malam itu yang saya tau dia datang sendiri, membawa dua bundelan besar. Wajahnya pucat, pakaiannya lusuh, ada bercak darah di jarik belakangnya dan bayi di gendongannya yang terus-terusan gelisah.”

“Apa Anda sempat bertanya, saudari penggugat itu siapa? Berasal dari mana? Atau akan menuju kemana?”

“Ya. Saya bertanya apa dia sedang menunggu suaminya dan kemana dia akan pergi.”

“Lalu apa jawaban penggugat?”

“Dia hanya menjawab tidak.”

Slamet memicingkan matanya, dua tangannya kembali menopang di depan dada. “Lalu, bagaimana bisa Anda mebawanya pulang ke rumah Anda dan menahannya hingga saat ini?”

Petter melepas topi yang sedari tadi bertengger di kepalanya, rambut gondrongnya mengilat oleh sorot matahari yang menerobos kaca jendela.

“Karena saat itu, bayi itu demam dan saudari penggugat pingsan, jadi saya membawa ke rumah agak bisa di tangani dengan cepat oleh dokter pribadi di rumah saya.”

“Anda memiliki dokter pribadi?”

“Ya.”

“Setelah itu, apa yang Anda lakukan, kenapa tidak mengembalikan kepada keluarganya atau menghubungi suaminya.”

“Selama hampir seminggu saudari penggugat tidak memberi tau identitasnya, lagipula saat itu dia mengalami pendarahan cukup serius, jadi saya pikir untuk memulihkan kondisinya dulu, baru mencari keterangan perihal keluarganya.”

“Setelah kondisinya membaik, apakah Anda jadi menanyakan asal-usulnya?”

“Ya.”

“Lalu, apa jawaban saudari Sulastri.”

Bersambung.

Sesuai yang sudah saya janjikan, 🤭

1
Nanda
makasih sudah update kakk
CallmeArin: nanggung banget thor😭
total 2 replies
Nanda
dasar ular cuih
Anna: PD nya di luar batas🤧
total 1 replies
Sayuri
tolong palu hakim hantam dikit pala ni orang
Anna: Hehhhh 🤣
total 1 replies
Sayuri
ngapain sih pram?
Sayuri
g prlu d permalukan kmu dh malu2in kok
Anna: Nggak sadar diri emang.
total 1 replies
Sayuri
otak anakmu itu di urut. biar lurus
Anna: Laa emaknya aja ....🤧
total 1 replies
Sayuri
buah jatuh spohon2nya
Anna: Nahh ...🤣
total 1 replies
Sayuri
ngapa g rekrut karyawan baru sih buk
Anna: Dia juga tak tahannn 🤣
total 1 replies
Sayuri
comelnya🥰
Anna: 🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶
total 1 replies
Sayuri
peter nyebut gak lu. pelan2 woy. awas kejungkang si sul
Anna: Suka keceplosan 😭
total 1 replies
Sayuri
lihat sul. anak yg g di akuin bpknya. tp brharga di org yg tepat
Anna: Jadi anak emas🫶
total 1 replies
Sayuri
bisa aja lu no
Anna: Remaja vintage 😭
total 1 replies
Sayuri
kok sedih y 😔
Anna: makanya mereka berharap Petter nikah, ehh ... ketemu Sulastri🤭
total 1 replies
SooYuu
gundik juga kek anaknya pasti
Anna: Ituu anu .... ituu 🤧
total 1 replies
SooYuu
keturunan ternyata 😭😭
Anna: buah jatuh sepohon-pohonnya🤣
total 1 replies
SooYuu
apa maksudmu, Meneer?????
Anna: ngaku-ngaku🤧
total 1 replies
Nanda
mending simpen energi gue buat yang lebih penting ketimbang ampas ini
Anna: Wkwkwkwkkk ... bangkotan tak tau malu🤧
total 1 replies
Nanda
jangan bilang Peter itu anaknya Rasmi?? atau mantan gundiknya ayahnya Peter??
Anna: Mana yang lebih seru? 🤭
total 1 replies
CallmeArin
uluh uluhh lutunaaaa😍
Anna: 🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶
total 1 replies
Sayuri
profesional bung. jgn gitu
Anna: Cari-cari kesempatan.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!