---
📖 Deskripsi: “Di Ujung Ikhlas Ada Bahagia”
Widuri, perempuan lembut yang hidupnya tampak sempurna bersama Raka dan putra kecil mereka, Arkana. Namun di balik senyumnya yang tenang, tersimpan luka yang perlahan mengikis keteguhan hatinya.
Semuanya berubah ketika hadir seorang wanita kaya bernama Rianty — manja, cantik, dan tak tahu malu. Ia terang-terangan mengejar cinta Raka, suami orang, tanpa peduli siapa yang akan terluka.
Raka terjebak di antara dua dunia: cinta tulus yang telah ia bangun bersama Widuri, dan godaan mewah yang datang dari Rianty.
Sementara itu, keluarga besar ikut memperkeruh suasana — ibu yang memaksa, ayah yang diam, dan sahabat yang mencoba menasihati di tengah dilema moral yang makin menyesakkan.
Di antara air mata, pengkhianatan, dan keikhlasan yang diuji, Widuri belajar bahwa bahagia tidak selalu datang dari memiliki… kadang, bahagia justru lahir dari melepaskan dengan ikhlas.
“Karena di ujung ikhlas… selalu ada bahagia.”
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zanita nuraini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32 - JABATAN BARU RAKA,DIKA DAN ADITYA
Sudah sebulan berlalu sejak Raka mengundurkan diri dari perusahaan lamanya. Setelah melewati masa transisi dan banyak pertimbangan, akhirnya ia menerima tawaran Tuan Bramasta untuk bergabung di perusahaan milik keluarga Rianty—PT Bramasta Global Energi.
Tak hanya Raka, Dika dan Aditya juga ikut bergabung. Tuan Bram ingin memberi kesempatan bagi mereka untuk belajar dan berkembang, sekaligus menjaga agar tim Raka tetap solid seperti sebelumnya.
---
Pagi itu, langit cerah dan udara terasa segar. Gedung tinggi bertuliskan PT Bramasta Global Energi berdiri megah di tengah kota, dengan dinding kaca besar yang berkilau memantulkan sinar matahari. Di lobi, para karyawan berlalu-lalang dengan seragam formal, membawa map dan laptop, sibuk dengan urusan masing-masing.
Raka, Dika, dan Aditya melangkah masuk bersama. Dika terlihat paling santai, bahkan sempat bersiul pelan.
“Wah, gila sih, kantornya keren banget. Nih, aku baru injak lobi aja udah pengen foto,” celetuk Dika sambil mengeluarkan ponselnya.
Aditya langsung menepuk lengannya pelan. “Jangan aneh-aneh, Dik. Kita baru masuk, belum sebulan kerja aja udah pengen viral.”
Raka hanya menggeleng kecil. “Udah, simpen dulu. Nanti kalau udah gajian, baru bebas foto-foto,” katanya sambil menahan senyum.
Mereka bertiga menuju lantai empat, tempat ruang pelatihan berada. Di sana sudah menunggu Pak Reno Wijatmoko, penasihat senior sekaligus tangan kanan Tuan Bram. Sosoknya dikenal tegas tapi adil, dan selama sebulan terakhir, dialah yang melatih mereka bertiga.
“Selamat pagi, kalian bertiga,” sapa Pak Reno sambil memandangi mereka. “Hari ini saya nggak lagi menilai teori. Setelah sebulan latihan, kalian akan resmi saya lepas ke jabatan masing-masing.”
Dika langsung berdiri tegap seperti tentara. “Siap, Pak! Tapi kalau boleh jujur, saya masih trauma sama tugas Excel kemarin.”
Aditya mendengus. “Itu karena kamu ngerjainnya pakai rumus ngawur.”
Pak Reno tertawa kecil. “Nah, itu yang saya suka dari kamu, Dika. Semangat ada, cuma fokusnya suka nyasar.”
Dika nyengir. “Berarti saya butuh arahan, Pak, bukan marahan.”
Raka hanya menatap dua rekannya itu sambil menahan tawa. Meskipun terkadang usil, Dika membuat suasana kerja selama pelatihan tak terasa tegang. Aditya yang kalem dan teliti menjadi penyeimbang, sedangkan Raka berusaha menjadi contoh yang tenang dan bertanggung jawab.
---
Setelah pengarahan, mereka menuju ruang rapat utama. Di sana, Tuan Bramasta sudah menunggu ditemani Pak Reno. Tuan Bram menatap mereka satu per satu sebelum membuka suara.
“Selama satu bulan ini saya dan Pak Reno memperhatikan perkembangan kalian. Saya melihat kerja sama, kedisiplinan, dan tanggung jawab yang cukup baik. Jadi mulai hari ini, kalian resmi menjadi bagian dari PT Bramasta Global Energi.”
Raka menunduk hormat. “Terima kasih, Pak. Saya akan berusaha maksimal.”
“Bagus,” balas Tuan Bram. “Raka, kamu saya tunjuk sebagai Manajer Operasional. Kamu langsung di bawah pengawasan saya dan Pak Reno. Dika dan Aditya akan berada di bawah divisi kamu, bagian administrasi dan laporan internal. Anggap ini kesempatan belajar.”
Dika melongo sebentar. “Serius, Pak? Jadi saya di bawah Raka nih?”
Pak Reno menatapnya datar. “Kenapa, kamu nggak siap punya atasan yang kamu kenal?”
“Siap banget, Pak. Soalnya kalau yang nyuruh teman sendiri kan bisa nego lembur,” jawab Dika cepat.
Semua yang ada di ruangan tertawa, termasuk Tuan Bram. “Jangan kebanyakan negosiasi, nanti hasilnya nggak kelihatan,” ucapnya sambil tersenyum kecil.
---
Setelah penyerahan surat resmi jabatan, mereka berpencar ke ruang kerja masing-masing. Raka ditempatkan di lantai enam, ruangannya menghadap langsung ke arah kota. Ruangan itu tidak terlalu besar, tapi tertata rapi dan nyaman.
Begitu duduk di kursi barunya, Raka menghela napas. Rasanya seperti babak baru benar-benar dimulai.
Tak lama, Dika dan Aditya masuk sambil membawa map dan laptop.
“Bos, kursinya empuk banget. Aku boleh duduk bentar nggak?” goda Dika.
Raka melirik. “Coba kerja bener dulu baru boleh duduk di kursi ini.”
Aditya ikut menimpali, “Dia kerja aja masih dikasih waktu tambahan. Jangan manja dulu.”
“Yaelah, aku kan cuma bercanda. Biar suasana cair, gitu loh,” kata Dika, lalu menaruh map di meja.
Mereka mulai membagi tugas. Raka menjelaskan target mingguan, Aditya mengurus laporan data, dan Dika diberi tanggung jawab input arsip digital.
Meski sering diselingi celetukan konyol dari Dika, pekerjaan mereka berjalan lancar. Sesekali staf lain di sekitar ruangan ikut tertawa melihat tingkah mereka bertiga.
---
Menjelang siang, Pak Reno datang untuk memeriksa perkembangan. Ia berdiri di depan meja Raka sambil melirik hasil kerja di layar.
“Kamu cepat beradaptasi, Rak. Saya suka cara kamu ngatur tim. Tapi ingat, jadi pemimpin bukan cuma soal memberi perintah. Dengarkan juga pendapat mereka.”
Raka mengangguk serius. “Iya, Pak. Saya akan ingat itu.”
Sebelum pergi, Pak Reno sempat menepuk bahunya. “Kerja bagus. Tapi jangan lupa, di sini bukan cuma soal target. Ini tentang membangun kepercayaan.”
---
Sore harinya, suasana kantor mulai tenang. Beberapa karyawan berkemas, tapi Dika masih sibuk di depan komputer, wajahnya serius.
Raka menghampiri. “Kamu ngapain, Dik? Lembur hari pertama?”
“Nggak, aku cuma pengen nunjukin kalo aku juga bisa kerja serius. Soalnya tadi ada yang bilang aku cuma modal bercanda,” jawabnya sambil melirik Aditya.
Aditya menahan tawa. “Ya nggak salah juga, sih.”
“Lihat aja nanti, aku bakal jadi kepala divisi, biar kalian manggil aku bos,” balas Dika penuh percaya diri.
Raka tertawa pelan. “Kalau gitu, mulai sekarang jangan banyak ngomong, banyak kerja.”
“Siap, bos!” sahut Dika sambil hormat pura-pura.
---
Keesokan paginya, kehidupan mereka di rumah masing-masing juga ikut berubah.
Di rumah Aditya, Siska menyiapkan sarapan lengkap. “Akhirnya juga, Mas. Aku tahu kamu bisa. Aku bangga banget.”
Aditya tersenyum, menatap istrinya lembut. “Iya, Sis. Semua ini juga karena doa kamu.”
Sementara itu, di kosan sederhananya, Dika sedang menelpon ibunya sambil rebahan di kasur.
“Bu! Aku sekarang kerja di kantor keren banget, Bu. Gedungnya aja kayak hotel. Bosnya temen aku sendiri. Tapi tenang, Bu, aku nggak bakal jadi bawahan selamanya. Tunggu aja, bentar lagi aku jadi atasan!” katanya dengan tawa lebar.
Suara ibunya di seberang hanya bisa tertawa. “Yang penting kerja dulu bener, Nak. Jangan banyak gaya.”
“Iya, Bu, tenang aja. Aku udah serius kok,” ujarnya, padahal tangan kanannya sedang nyemil keripik.
---
Sore itu, Raka masih duduk di ruangannya di lantai enam. Dari balik jendela, ia menatap kota yang mulai diselimuti warna jingga. Lampu-lampu kendaraan menyala, menandakan hari mulai berakhir.
Ia tersenyum kecil. Banyak hal telah berubah dalam hidupnya. Tapi di balik semua itu, ia tahu — perjalanan barunya baru saja dimulai.
Langkahnya mungkin berat, tapi kali ini ia punya arah yang jelas, tanggung jawab yang nyata, dan tim yang bisa ia andalkan.
Raka menatap papan nama di mejanya:
Raka Wijaya – Manajer Operasional.
Ia mengangguk kecil dan berbisik pelan, “Saatnya mulai dari awal lagi.”
---
#tbc
Jangan lupa like vote komen subscribe juga biar ga ketinggalan cerita author
~Happy reading ~