Ditahun ketiga pernikahan, Laras baru tahu ternyata pria yang hidup bersamanya selama ini tidak pernah mencintainya. Semua kelembutan Hasbi untuk menutupi semua kebohongan pria itu. Laras yang teramat mencintai Hasbi sangat terpukul dengan apa yang diketahuinya..
Lantas apa yang memicu Laras balas dendam? Luka seperti apa yang Hasbi torehkan hingga membuat wanita sebaik Laras membalik perasaan cintanya menjadi benci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penasaran
Laras tidak menyangka Ranveer menariknya turun dengan paksa, wajah pria itu dingin seperti menahan geram.
Kenapa?
"Harus banget umbar kebencian?" tanya laki-laki itu dingin, dengan mata tajam seolah menghardik lawan bicaranya.
"Lepaskan!" Laras memberontak, Putri yang ingin mengejar mereka di halangi oleh pria-pria yang datang bersama Ranveer.
"Dia juga cukup menderita selama ini, jangan merasa paling tersakiti." Ranveer masih tetap menarik Laras hingga cukup jauh dari Putri.
Laras melawan, mendorong kuat tubuh tinggi itu. matanya mendelik tajam lawan bicaranya. "Dia siapa yang kau maksud? Perempuan itu?" Laras tak percaya akan berdebat dengan orang asing karena istri ayahnya, dia bosan membahas wanita itu, sebesar apapun pembelaan orang tentang wanita itu, dimata Laras Romania adalah orang yang telah menghancurkan hidup ibu dan merenggut kebahagiaan masa kecilnya. Urusan kesusahan wanita itu sendiri, tentu Laras tidak perduli.
"Dia istri ayahmu, dengan pergi diam-diam seperti ini akan membuat bibiku merasa bersalah."
Oh! Ternyata keperdulian seorang keponakan.
"Rasa bersalah sudah seharusnya menyertainya seumur hidup," potong Laras.
Ranveer mendelik, tentu tak menyangka wanita cantik ini akan berkata sarkas begitu.
"Aku tidak memiliki hubungan apapun dengannya, dia tidak perlu sok perduli," Laras tersenyum sinis, lantas melanjutkan, "jika kau kawatir tentang rasa bersalah bibimu, itu bukan urusanku,"
Laras sangat geram, dia sudah sangat lelah, tapi sekedar mau cepat sampai ke rumah baru agar bisa cepat istirahat, sepertinya tak semudah bayangannya.
"Pergi besok saja, setelah ini aku juga akan pergi." Ranveer berbicara lagi, kali ini intonasi suaranya tak sedingin tadi.
Kembali Laras melirik laki-laki itu, Laras pikir laki-laki itu sedikit bermasalah, mau kemanapun dia, tentu tak jadi soal untuknya, toh mereka tak saling kenal.
"Tolong, aku sangat lelah, beri aku jalan," Laras kehabisan cara, dia hanya bisa memohon agar laki-laki itu memberinya akses.
Belum sempat Ranveer menimpali, ponsel laki-laki itu berdering.
Wajahnya tampak berubah. Laki-laki itu segera berpaling melihat pada Laras yang tampak letih, raut muka laki-laki itu melunak, dengan tangan menempelkan ponsel ke telinga laki-laki itu terlihat masih tetap memakukan pandangannya pada Laras.
Hanya beberapa detik, ponsel itu sudah kembali ke kantong celana. Sepertinya panggilan itu dari Romania, karena dari raut muka Ranveer laki-laki itu terlihat pasrah.
Tidak lama Ranveer meng-intruksi orang yang bersamanya untuk menyingkir, dan Putri bisa mendekati Laras, sampai perempuan itu berhasil mendekat, sebuah tamparan keras mendarat di pipi tampan Ranveer.
"Brensek!" maki Putri napasnya memburu, dia sangat khawatir pada Laras. Sementara Ranveer terpaku, menatap tak percaya pada teman Laras.
"Ras, kamu oke?" tangan Ranveer mengepal sebab kelancangan wanita yang kini menghampiri Laras, Namun, kemarahannya melemah saat ia melihat raut khawatir perempuan itu.
Ranveer sudah diperingatkan oleh Romania agar tak menghalangi Laras, ternyata Mario tahu kepergian perempuan itu, dan merasa tak punya kuasa untuk melarang.
Ucapan Romania menumbuhkan tanda tanya di benak Ranveer, seburuk itukah hubungan ayah dan anak itu.
Laras pergi dengan Putri, tanpa basa-basi, hanya melenggang acuh melewati Ranveer.
Ranveer hanya melihatnya sampai mobil yang membawa dua perempuan itu menghilang dari pandangannya.
Pipinya yang lebam. Namun, justru perasaannya yang terasa aneh, ada ketidakrelaan membiarkan Laras pergi, padahal mereka sama sekali tak dekat, dan memang sepatutnya tak saling menyapa, tetapi ada rasa penasaran yang tiba-tiba tumbuh dihati laki-laki itu.
"Ayo!"