NovelToon NovelToon
Bukan Cinderella Sekolah: Deal Sinting Sang Pangeran Sekolah

Bukan Cinderella Sekolah: Deal Sinting Sang Pangeran Sekolah

Status: sedang berlangsung
Genre:Si Mujur / Diam-Diam Cinta / Idola sekolah / Cinta Murni
Popularitas:111
Nilai: 5
Nama Author: Dagelan

Kayyisa nggak pernah mimpi jadi Cinderella.
Dia cuma siswi biasa yang kerja sambilan, berjuang buat bayar SPP, dan hidup di sekolah penuh anak sultan.

Sampai Cakra Adinata Putra — pangeran sekolah paling populer — tiba-tiba datang dengan tawaran absurd:
“Jadi pacar pura-pura gue. Sebulan aja. Gue bayar.”

Awalnya cuma kesepakatan sinting. Tapi makin lama, batas antara pura-pura dan perasaan nyata mulai kabur.

Dan di balik senyum sempurna Darel, Reva pelan-pelan menemukan luka yang bahkan cinta pun sulit menyembuhkan.
Karena ini bukan dongeng tentang sepatu kaca.

Ini kisah tentang dua dunia yang bertabrakan… dan satu hati yang diam-diam jatuh di tempat yang salah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dagelan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32: Permen Karet

 

Suasana sekolah lebih tenang dibanding kemarin—tapi cuma sebentar, sampe siswa mulai berkumpul dan berisik lagi.

Aku berjalan melewati gerbang, langkah kaki masih agak lemah dari shift kerja kafe semalam yang berlarut sampai jam 10. Kepala terasa sedikit berat, badan masih pegal-pegal dari demam kemarin, tapi aku memaksakan diri hadir.

Hari ini aku benar-benar ingin terlihat normal—walau tubuhku masih ngedrop setelah beberapa hari terakhir yang penuh chaos kemarin. Lomba estafet yang ngos-ngosan, sekolah yang padat, kerja yang sibuk, dan malah demam di tengahnya.

'Kayyisa, lo beneran mau pingsan di koridor sekolah ya? Jangan sampe orang nyebar gosip pacar Cakra pingsan karena capek!' batinku berteriak dalam hati, bikin aku lebih waspada.

Di kelas, teman-teman mulai berbisik satu sama lain sambil melirikku. Beberapa menatapku aneh, seolah tahu aku bolos kemarin dan sekarang baru mau masuk.

Aku cuma tersenyum tipis, mencoba tidak memperhatikannya, dan duduk di bangkuku yang biasa. Aku coba fokus ke buku catatan, tapi mata ini sering tidak sengaja melirik ke arah lorong—ke arah tempat Cakra biasanya masuk.

Aku berharap… semoga dia nggak muncul dulu, biar aku bisa tenang sejenak dan ngerjain tugas yang tertinggal.

Tapi, beberapa menit kemudian, mataku menangkap sosoknya. Cakra. Tapi bukan seperti kemarin yang tenang di mobil, ngobrol dengan suara lembut. Kali ini dia sibuk banget.

Rambutnya sedikit acak-acakan karena berlari dari satu tempat ke tempat lain, tangan memegang setumpuk dokumen tebal yang kayaknya mau roboh, wajah serius sampe garis alisnya terjal, dan gerakannya cepat seperti orang yang kehabisan waktu.

Ada aura kesibukan yang bikin aku langsung sadar—dia bukan di sini untuk main-main atau nyari perhatian. Dia ada untuk urusan acara sekolah, bazar akhir tahun.

Aku menghela napas tipis. “Kayaknya dia nggak masuk kelas hari ini… sibuk banget sama urusan sekolah.”

Aku dengar keluarganya ikut terlibat dalam penyelenggaraan—bahkan ngasih dukungan keuangan—jadi tanggung jawabnya lebih banyak lagi. Aku merasa sedikit lega biar nggak gugup, terus ditempeli sosok Cakra.

Setelah jam pelajaran pertama selesai, aku pergi ke perpustakaan buat ambil buku pelajaran Matematika yang lupa bawa. Sambil menata buku di rak paling atas, badanku yang pendek  harus berdiri di atas kakiku biar nyentuh, tanpa sengaja aku menabrak seseorang yang berdiri di belakang.

“Heh… Kayyisa? Jangan jatuh ya!” Suara itu rendah tapi familiar—bikin jantungku berdebar langsung, sampe aku hampir terjatuh.

Aku menoleh dan… ya, Cakra.

Dia berdiri dengan satu tangan menumpu rak buku, satu tangan masih pegang dokumen, dan menatapku dengan ekspresi sulit dibaca—campur kesibukan dan sesuatu yang lain yang bikin aku bingung.

“Eh… lo,” aku tersenyum kikuk, agak terkejut. “Lo… sibuk banget hari ini ya? Buku-bukunya banyak banget, kayak mau bawa semua perpustakaan pulang.”

Dia mengangkat alis, sedikit nyengir tapi cepat ditutup dengan ekspresi serius lagi. “Iya. Acara sekolah. Banyak yang harus diurus, terutama bagian dokumentasi sama logistik.

Lo kenapa hari ini bisa masuk? Kemarin nggak ada kabar sama sekali—Gue pikir demamnya makin parah, jadi nyari ke kelas tapi lo nggak ada.”

Aku menelan ludah, sedikit canggung. Dia nyari gue di kelas kemarin? Berarti dia beneran perhatiin gue?Batinku bikin deg-degan sampe mulut kering.

“Ah… Gue… cuma nggak enak badan kemarin. Tapi nggak terlalu parah, jadi… Gue pikir hari ini masuk aja. Jangan bolos terus, nanti guru marah.”

Dia menatapku sebentar, lalu dengan gerakan tangan yang cepat banget—seperti takut dilihat orang lain di perpustakaan—meletakkan ujung jarinya di dahiku sebentar. Sentuhannya lembut, tapi cepat banget. “Hmm… nggak panas. Tapi nggak kelihatan fit juga. Muka mu pucat kayak nasi putih. Harus lebih jaga diri, Kayyisa. Jangan paksain lagi kerja dan sekolah bareng.”

Aku menatapnya, setengah kesal tapi juga setengah geli. “Cakra… lo ngecek apaan, aneh banget deh. Udah kayak ngecek buah di pasar yang mau dibeli—cuma sentuh aja, nggak mau tahu rasanya.”

Dasar orang kaya.

Dia mengangkat bahu, pura-pura cuek, tapi matanya masih sedikit fokus ke wajahku. “Ya… kan cuma ngecek. Jangan dibawa serius. Tapi biar nggak pahit lidah.. ini.”

Dia mengeluarkan sebatang permen karet dari saku jaketnya—rasanya kayak dia sudah siap bawa itu dari tadi—memberikan padaku dengan gerakan cepat tapi casual.

Aku menatap permen itu, sedikit terkejut tapi langsung nerima. “Eh… makasih. Tapi… ini rasa apa? Gak mau yang pake gula banyak ya, nanti gue demam lagi.”

Dia sudah mengangkat alis lagi, menandakan “Cukup terima aja, jangan repot ngomong banyak”.

“Rasa mint. Buat mood lo yang keliatan jelek banget. Sekarang

Gue pergi dulu. Masih banyak yang harus diurus—kalo telat, OSIS marah.” Katanya, lalu melangkah cepat ke lorong perpustakaan yang lain. Sebelum pergi, dia berhenti sebentar dan nyebut nama aku lagi, suara lebih pelan. “Jangan paksain diri ya, Kay. Kalau capek, pulang aja. Jangan takut bolos sekali.”

Aku menelan ludah, menatap punggungnya yang berjalan cepat sampe hilang di lorong. Entah kenapa… cara dia peduli tapi nggak overtly, bikin aku sedikit lega tapi juga bingung sendiri. Seperti dia mau menunjukkan perhatian tapi takut disalahartikan sebagai “serius” karena kontrak kita cuma pura-pura.

“Ini karena kontrak, ya? Bukan karena beneran peduli?” Batinku bertanya, tapi hati aku sudah mulai senyum meski mulut masih buat wajah kesal.

Beberapa menit kemudian, beberapa teman sekolah yang tiba-tiba muncul. Mulai mengelilingiku di pojok perpustakaan dengan tatapan iseng. “Kay, kemarin lo sampai ngos-ngosan di estafet, ya? Foto lo ada di mading loh—muka beneran capek banget, kayak udah lari setengah kota!” kata Rani, setengah tertawa sambil ngambil hp buat tunjukin fotonya.

Aku tersenyum kikuk, mencoba menjelaskan, tapi beberapa anak lain dibelakangnya bisik-bisik. "Si people pleaser, sampai capek-capek bantu orang OSIS ngatur lomba buat diperhatiin Cakra pasti.”

Aku mendengus pelan, mood sedikit menurun. Aku tahu kalau terlalu protes, pasti orang bakal bilang aku nggak bisa nerima humor, atau malah sensitif karena ada hubungannya sama Cakra. Apa-apa dihubungin sama dia, padahal kemarin itu ... Aku suka rela kok.

Kelas yang akan dimulai di perpustakaan seharusnya berjalan lebih cepat.

Seorang anak iseng, Danu, maju dan pura-pura mengecek pipiku sambil tersenyum jahil. Aku menepisnya dan mengepalkan tangan. "Apaan sih lo!"

“Hmm… ngecek doang elah lo masih demam?”

"Ya memang lo Cakra Dan? Pegang-pegang."

Aku menunduk, sedikit kesal tapi juga nggak bisa marah. “Tasya belum kesini Ran?"

"Belum."

Aku membuka permen karet yang diberikan Cakra tadi, mengunyah perlahan. Rasanya manis dan sedikit mint—rasa yang pas banget buat moodku yang lagi jelek. Sambil mengunyah, aku menatap rak buku di perpustakaan, mencoba mengalihkan perhatian dari anak-anak kelas yang iseng itu.

Rasa lega itu nggak lama. Dari kejauhan, aku melihat Cakra yang tadi berlari sebentar dikoridor, melirik ke arahku. Matanya fokus tapi tidak menghakimi. Bahkan meski sibuk banget, ada sedikit kerutan di dahiku yang… aku tahu itu tanda khawatir. Seperti dia melihat aku lagi di situasi yang sulit dan ingin bantuin, tapi nggak bisa karena sibuk.

Aku tersenyum tipis, menelan ludah. Huh… aneh ya. Bisa aja sibuk tapi masih perhatiin aku dari jauh. Apakah ini beneran cuma karena kontrak? Batinku bingung, tapi hati aku sudah merasa hangat sampe ke jari-jari.

Beberapa menit kemudian, aku duduk sendiri di pojok perpustakaan yang paling sepi, mengunyah permen Cakra sambil membuka buku catatan.

Suasana lebih tenang sekarang, tapi tetap ada beberapa bisik-bisik teman yang membuatku sadar… orang memang bisa melihat aku sebagai yang selalu bantu siapa saja, walau capek sendiri. Dan terkadang, itu bikin aku lelah banget.

Aku menghela napas, menatap buku yang sudah tidak kelihatan jelas karena mata mulai lembab. Moodku sedikit membaik, tapi tetap ada campuran rasa lelah, sedikit kesal, tapi juga… lega karena ada perhatian sederhana yang bikin hati terasa hangat.

Permen dari Cakra—nyeleneh tapi manis—akhirnya membuatku tersenyum sendiri. Rasanya, meski hari ini penuh rumor dan canda iseng yang bikin kesal, ada satu hal yang benar-benar nyata: perhatian kecilnya, entah nyeleneh atau casual, bisa bikin aku merasa lebih baik. Lebih baik dari semua kata-kata candaan yang lain.

Dan aku sadar, sepertinya hari ini… bukan cuma soal sekolah. Tapi soal bagaimana aku bisa menjaga diri sendiri, menerima bantuan tanpa merasa bersalah, dan belajar sedikit santai menghadapi chaos kehidupan sehari-hari. Bahkan kalau cuma dengan sebatang permen yang kecil.

Aku menatap jendela perpustakaan. Hujan tipis mulai turun di luar, cahaya sore menembus kaca dan membuat ruangan terasa lebih hangat. Aku tersenyum tipis sambil mengunyah sisa permen di mulut. Rasanya… hangat, anehnya lega, dan sedikit manis. Seperti rasa mulai menyukai seseorang yang nyeleneh tapi membuat hari jadi lebih berwarna.

 

✨ Bersambung...

1
Yohana
Gila seru abis!
∠?oq╄uetry┆
Gak sabar nih nunggu kelanjutannya, semangat thor!
Biasaaja_kata: Makasih banyak ya! 😍 Senang banget masih ada yang nungguin kelanjutannya. Lagi aku garap nih, semoga gak kalah seru dari sebelumnya 💪✨
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!