Adaptasi dari kisah nyata sorang wanita yang begitu mencintai pasangannya. Menutupi segala keburukan pasangan dengan kebohongan. Dan tidak mau mendengar nasehat untuk kebaikan dirinya. Hingga cinta itu membuatnya buta. Menjerumuskan diri dan ketiga anak-anaknya dalam kehidupan yang menyengsarakan mereka.
Bersumber, dari salah satu sahabat yang memberi ijin dan menceritakan masalah kehidupannya sehingga novel ini tercipta untuk pembelajaran hidup bagi kaum wanita.
Simak kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Hamil Lagi
Bab 32. Hamil Lagi
POV Lola
Kenapa harus mual dan muntah di depan Airin sih?! Anak itu jadi berprasangka buruk kepadaku. Tapi masa iya aku hamil? Nggak mungkin kan?! Sebentar aku ingat dulu, kapan terakhir kali aku menstruasi. Ya Allah... jangan-jangan apa yang dikatakan Airin benar! Aku sudah telat 5 hari!
Sebaiknya aku memeriksakan diri saja agar tahu hamil atau enggaknya. Dan jamin juga harus tahu itu, seperti kata Airin.
Malam hari ketika aku dan Jemin sudah berada di peraduan yang sama, ku lihat jamin sedang asyik menscroll layar handphonenya sebelum tidur. Sudah menjadi kebiasaan kami berdua melakukan hal itu. Dan sepertinya, saat ini adalah waktu yang tepat untukku mengatakannya kepada Jemin.
"Yang, besok temani aku periksa ke Puskesmas yuk! Aku telat. Sepertinya aku hamil."
"Apa?!"
Jemin terlihat terkejut dan langsung melihat kepadaku.
"Astaga Lola! Kamu tahu kan kehidupan kita belum stabil?! Kok nggak hati-hati sih?!"
Loh kok marah?! Seharusnya kan dia yang hati-hati.
"Kamu pasti nggak sadar Yang pas kebuang di dalam. Kok malah nyalahin aku sih?! Lagian kan aku udah bilang waktu itu, temani aku pasang KB. Kamu nggak mau."
"Apa harus sama aku?! Kamu kan bisa pergi sendiri atau minta ditemani sama sepupumu itu!"
"Kamu kan suamiku! Apa salahnya aku minta ditemani?!"
"Haah! Terus kalau benar-benar hamil?"
"Ya mau gimana lagi Yang."
Sejujurnya aku nggak masalah kalau hamil. Jimin jadi punya rasa tanggung jawab yang lebih banyak karena anaknya sudah dua. Dan juga dia akan jadi Jemin ku seutuhnya. Dan nggak bisa pindah ke lain hati. Bukankah biasanya semakin banyak anak semakin berat untuk meninggalkan?
Keesokan harinya. Kami pun pergi ke Puskesmas terdekat untuk memeriksakan, benarkah aku hamil. Setelah menunggu antrian, lalu masuk ke ruang pemeriksaan, ternyata benar aku hamil. Dan sekarang, kami nggak lagi terkejut mendengar kabar itu.
"Aku akan tetap berangkat kerja ke luar kota." Ungkap Jemin menjelaskan ketika kami sudah berada di parkiran dan akan pulang ke rumah.
Aku tahu, mungkin dia kira kehamilanku ini akan menahannya pergi. Mau bagaimana lagi, dia tetap harus berangkat demi menghidupi kami.
Kabar itu pun kukatakan pada ibu mertua, juga Umi dan Airin. Ibu mertua hanya menggeleng-gelengkan kepala, tapi nggak berkomentar apa-apa. Sedangkan Airin dan Umi pun sudah nggak kaget lagi mendengar kabar dariku. Malah aku jadi bahan candaan mereka.
Lalu hari itu pun tiba. Jemin berangkat ke luar kota seminggu setelah pemeriksaan kehamilanku. Tiga bulan lagi barulah dia akan kembali. Tetapi pulang hanya seminggu saja, dan pergi lagi untuk bekerja lagi.
Selepas keberangkatan Jemin, aku pergi ke rumah Airin.
"Beneran hamil kamu La?"
"Masih nanya aja."
"Kamu harusnya KB sejak awal. Aku kan sudah pernah bilang waktu itu, mumpung anak cuma satu kerja lagi aja. Kamunya aja yang milih jualan. Sekarang kalau anak sudah 2, nanti kalau mau kerja lagi sama orang pasti repot kepikiran anak di rumah."
"Cerewet amat sih?!"
"Aku bilang gini karena aku sudah ngerasain punya anak dua. Agak repot mau menerima pesanan. Apalagi kalau mau kerja sama orang.
"Kan udah ada Jemin yang kerja."
"Lebih bagus kalau kamu juga kerja. Jangan apa-apa bergantung sama dia. Dia ngasih dikit nanti kamu ngeluh."
"Iya nanti rencana aku mau buat kue lagi. Nitip kayak dulu."
"Yang konsisten. Jangan setengah-setengah!"
Cerewet Emang sepupuku ini. Tapi tanpa dia, mungkin aku nggak bisa bertahan selama ini. Meski sering marah-marah, tapi dia tetap membantu jika aku dalam fase terburuk.
Ternyata berat juga menjalani kehamilan tanpa Jemin. Kalau ada dia biasanya sedikit membantu mengasuh Keysa. walau hanya sebentar-sebentar. Mau manja pun nggak bisa. Sekedar di peluk waktu itu rasanya lebih nyaman dari pada sendiri.
Yang, kapan kamu pulang. Aku rindu...
Tinggal di rumah mertua nggak bisa berpangku tangan. Meski Mama nggak pernah marah tapi tatap Suly setajam pisau kalau ada yang nggak dia suka. Dan yang paling cerewet suka komentar judes malah Lily, bocil kelas 5 SD Itu.
Pernah aku ditegur sama dia. Saat setelah makan, aku lupa meletakkan piring ke belakang. Di protes sama dia. Katanya ngundang lalat kalau ada piring kotor di ruang tamu. 'Jangan suruh Lily yang cuci ya! Lily tadi sudah cuci piring sendiri!' Begitu katanya dengan nada judesnya. Kalau nggak mikirin Jemin dan Ibu mertua, dah ku pites mulutnya.
Aku jadi kangen kehidupan rumah ku sendiri. Andai Jemin nggak ketagihan judi, mungkin rumah itu masih ada. Dan aku hidup nyaman disana. Bebas sesuka hati kalau nggak ingin melakukan apa pun.
Tapi semua sudah terjadi. Mau bagaimana lagi?
Bulan pun berganti. Rasanya lama menunggu kepulangan Jemin. Masih satu bulan lagi, dan aku harus bertahan selama itu. Lagi pula, suami ku itu cuma bikin kesel tiap kali ku hubungi. Nggak pernah dia inisiatif hubungi aku duluan. Selalu aku yang menghubunginya lebih dulu. Kayak nggak rindu aja sama kami ini. Dan saat di telepon pun selalu kata awalnya 'ada apa, cepat aku sibuk'. Sesibuk apa sih toko bangunan sampai nggak ada waktu buat angkat telepon?
Ada kalanya pengen ku susul aja dia tapi repot kalau harus bawa Keysa dan juga dalam keadaan hamil begini. Huft....
Ku lihat jam di dinding sudah menunjukan pukul 19.35 malam. Seharusnya aku sudah di duduk di dapur membuat kue bersama Ibu mertua. Tapi kok, malas ya..
"La, kamu nggak buat kue?"
Ibu mertua menghampiriku di kamar.
"Kayaknya Lola besok nggak nitip Ma. Hari ini badan Lola lemes banget."
"Ya sudah. Terserah kamu."
Mungkin Mama mertua sedikit kecewa, tapi mau bagaimana lagi. Mood ku benar-benar nggak ada. Hamil kedua membuatku mager parah. Belum lagi keysa yang sudah mulai aktif, harus di jaga nggak boleh lengah.
Tapi kalau nggak nutup kue, aku nggak punya uang. Jemin mengirimiku nggak banyak. Kalau di ingat-ingat, kata Airin bener sih. Tapi entah kenapa aku ini susah sekali untuk bergerak melakukan.
Ya sudah lah. Tidur saja.
"Keysa, sudah mainnya. Ayo sini, bobo '."
Ku ambil anakku yang main sendiri sejak tadi. Kemudian membuatkan susul botol dan dia tidur di samping ku.
Semenjak aku hamil, aku nggak lagi memberikan ASI pada anakku itu. Tapi di ganti dengan susu botol. Keysa sangat suka minum susu. Tetapi makan MPASInya sangat kurang. Biarlah yang penting dia terlihat gembul.
Lama-lama Keysa pun terlelap. Dan aku pun ikut terlelap disampingnya...
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊