Di balik megahnya pusat kekuasaan, selalu ada intrik, pengkhianatan, dan darah yang tertumpah.
Kuroh, putra dari seorang pemimpin besar, bukanlah anak yang dibuang—melainkan anak yang sengaja disembunyikan jauh dari hiruk-pikuk politik, ditempatkan di sebuah kota kecil agar terhindar dari tangan kotor mereka yang haus akan kekuasaan.
Namun, takdir tidak bisa selamanya ditahan.
Kuroh mewarisi imajinasi tak terbatas, sebuah kekuatan langka yang mampu membentuk realita dan melampaui batas wajar manusia. Tapi di balik anugerah itu, tersimpan juga kutukan: bayangan dirinya sendiri yang menjadi ujian pertama, menggugat apakah ia layak menanggung warisan besar sang ayah.
Bersama sahabatnya Shi dan mentor misterius bernama Leo, Kuroh melangkah ke jalan yang penuh cobaan. Ia bukan hanya harus menguasai kekuatannya, tetapi juga menemukan kebenaran tentang siapa dirinya, mengapa ia disembunyikan, dan apa arti sebenarnya dari “takdir seorang pemimpin”.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ell fizz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bantuan
Kini, Legios sudah benar benar pergi dengan kekuatan teleportasi nya. Kuroh segera berbalik dan mendekati Albert. Wajah nya penuh darah karena pertarungan singkat itu, namun ia masih bisa tersenyum lebar.
Albert kini menunduk, mengangkat kepalanya sedikit melihat sepatu seseorang yang mendekat. Itu adalah Kuroh yang sedang memegang sebuah pedang.
Tak lama kemudian terdengar sorakan ramai dari belakang.
"Kang-Lim!!."
Mendengar itu, Kuroh membalikkan badannya melihat arah suara. Kumpulan orang yang cukup Kuroh kenal terutama perempuan pendiam yang bersembunyi di keramaian.
Seorang pria besar berlari ke arah bocah berbaju kumuh yang terduduk menyandar di sebuah rantai. Ia memeluk nya sangat erat sampai membuat anak itu mengerang kesakitan.
Kuroh cukup tertawa dengan hiburan kecil ini, sudah lama sekali Kuroh tidak tertawa lepas seperti ini. Tak lama, suara langkah lain terdengar mendekat, seorang kakek tua dengan tongkat berjalan tertatih tatih ke arah Kuroh. Ia mengangkat tangan Kuroh dan memberikan sebuah kantong yang cukup besar. Kuroh ingin membuka nya namun Kakek itu menghentikan nya, kakek itu ingin hanya Kuroh yang tau isinya.
"Terimakasih kakek atas pemberian mu" ucap nya dengan halus agar terdengar oleh si kakek.
Kakek itu hanya tersenyum lembut lalu berbalik.
Seorang bocah gendut menerobos kerumunan, berdiri di depan Kuroh dengan gaya setinggi langit. Ia menganggap remeh Kuroh karena dulunya ia sering membully Kuroh.
Kuroh menatap nya dengan dingin, ia mendekatinya. Menggenggam rambutnya lumayan keras lalu menempelkan wajah nya ke wajah bocah itu.
"Oh?" dengan nada singkat. "Bocah biasa saja yang hanya bisa membully orang kini masih nampak sombong?."
Bocah itu mendecis dan berusaha melepas genggaman tangan Kuroh namun tak bisa. Ia mulai menangis dan mengadu pada orang tua nya.
"Kau kira dengan kekuatan mu saat ini" ucap nya. "Kau bisa menandingi kekuatan orang tua ku."
Mendengar hal itu, Kuroh sedikit tertawa dan memegang perutnya karena kelucuan bocah sombong ini.
Kuroh berhenti tertawa lalu menatap tajam ke arah bocah itu sambil berkata.
"Tentu saja aku bisa bocah!" ucap nya dengan nada keras. " Kau pikir diri ku yang dulu sama dengan sekarang?."
Bocah itu tak menjawab hanya bisa menunduk. Kuroh merenggangkan genggaman nya.
Kuroh baru saja melepas genggamannya dari bocah gendut itu saat suara langkah kuda bergemuruh di kejauhan. Tanah bergetar lembut, disusul suara logam beradu. Dari balik kabut senja, barisan prajurit berzirah biru-perak muncul—lambang sayap keemasan di dada mereka berkilau terkena cahaya sore.
Sorot mata Kuroh menajam. Tapi sebelum ia sempat mengangkat pedang, Albert menepuk bahunya pelan.
“Turunkan senjatamu, Kuroh. Mereka bukan musuh.”
Beberapa detik kemudian, seorang pria berambut pirang turun dari kudanya. Ia berjalan cepat, wajahnya penuh kelegaan sekaligus tak percaya.
“Kuroh?” panggilnya. “Kau masih hidup?”
Kuroh mengerjap, mencoba mengingat. “...Leon?”
Leon terkekeh pendek. “Masih ingat rupanya. Aku pikir bocah keras kepala itu udah mati di garis perbatasan.”
Namun tawa itu langsung terhenti ketika matanya menangkap sosok di belakang Kuroh—tinggi, berwibawa, dengan aura langit biru menyelimuti tubuhnya. Leon spontan mundur setengah langkah, pupil matanya membesar.
“Raja Langit… Albert?” suaranya bergetar, nyaris tak percaya. “Apa yang… apa yang kau lakukan di sini?”
Albert menatapnya tanpa ekspresi berlebihan, hanya mengangguk ringan. “Aku sekadar menjaga seseorang yang terlalu sering menantang maut.”
Kuroh memutar matanya kecil. “Dia ngomong gitu karena dia bosan di atas awan.”
Suasana sempat hening. Beberapa prajurit Zithra bahkan menunduk hormat, sementara Leon masih berusaha memahami pemandangan di depannya—seorang anak muda yang dulu ia latih, kini berdiri sejajar dengan sosok penguasa langit.
Albert menatap ke arah Leon. “Kau dari Zithra, bukan? Apa alasan kalian datang ke Lansea kali ini?”
Leon menelan ludah, menegakkan posturnya. “Kami datang atas perintah dewan. Tapi sejujurnya, Tuan Albert… saya tidak menyangka akan menemukan Anda berdiri di sisi seorang manusia biasa.”
Kuroh menepuk bahu Leon pelan, menyeringai.
“Manusia biasa, huh? Mungkin dulu.”
Mendengar itu, Leon agak sedikit kaget bahkan nada bicara Kuroh jauh lebih tenang dari masa pelatihan nya dahulu.
Dengan nada rendah, Leon bertanya.
"Ku lihat lihat dari pembicaraan kita tadi, kau sepertinya jauh lebih tenang daripada masa pelatihan dulu."
Kuroh sempat terdiam sesaat memikirkan apa yang akan ia ucapkan, mata nya berair tapi ia menahannya.
Ia memegang dadanya sambil berkata. "Banyak hal yang sudah ku lalui dalam hidup Leon."
Leon mendengarkan dengan seksama.
Kuroh melanjutkan.
"Aku dulu sangat penakut, bahkan untuk berdiri dan mengeluarkan suara untuk mengeluarkan pendapat ku saja aku malu.....namun, dengan kejadian kejadian besar yang terjadi membuat ku sadar bahwa meragukan diri sendiri tidak ada guna nya sama sekali."
Leon mengangguk dan tersenyum setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Kuroh. Sebuah kata kata pengalaman dari seorang pemuda yang benar benar bisa dijadikan pelajaran hidup.
Tak lama suara tawa keras terdengar dari dalam ruangan sebuah rumah tempat big four berbaring. Keluarlah orang yang tertawa itu dengan langkah menari nari.
"Shi??!!" ucap Kuroh dengan nada rendah.
Ia mendekati Kuroh dan memegang dagunya sambil berkata.
"Sudahlah Kuroh, jangan menasehati orang dengan kata kata pemanis seperti itu."
Kuroh sedikit bingung dengan apa yang dibicarakan oleh Shi, ia tahu Shi sangat jarang melakukan ini.
"Apa yang kau bicarakan Shi?" tanya nya dengan wajah bingung.
Leon juga bingung lalu mendekati Shi bertanya.
"Siapa pula orang ini Kuroh?."
Kuroh memegang pundak Leo sambil berkata.
"Orang ini pernah bekerja sama di laboratorium Zithra bersama dengan Celius Novacrono saat aku berlatih dengan mu."
Leon menatap kepala hingga kaki Shi lalu ragu dengan apa yang dikatakan oleh Kuroh, dengan rasa ingin tahu yang tinggi Leon bertanya lebih pada Kuroh.
"Benarkah? Kakek tak pernah berkata pada ku kalau ada orang yang membantu nya dalan penelitian nya."
Tiba tiba, Shi memotong pembicaraan mereka berdua dan segera berlari ke suatu tempat.
Kuroh menghembuskan nafas, tahu kalau sifat Shi tetap sama dengan biasanya walaupun ia memiliki Pilar pengetahuan.
Kuroh menutup mata nya, memikirkan suatu hal yang akan ia berikan pada pasukan Zithra yang baru datang.
Show up!
Tak lama, sebuah meja makan terbentang penuh dengan makanan dan minuman yang lezat. Masyarakat Lansea tergiur dan segera duduk. Mereka bahkan ada yang menyentuh makanan itu, sebelum Kuroh benar benar mempersilahkannya. Semua warga Lansea yang sudah duduk dan memegang makanan yang ada di meja itu membeku, Kuroh membekukan mereka dengan aura nya.
"Siapa yang menyuruh kalian menyentuh makanan itu bodoh??."
Pandangan Kuroh berpaling dan mood nya seolah olah bertukar dengan cepat. Ia tersenyum lebar sambil mempersilahkan prajurit Zithra untuk duduk.