Sebelas tahun lalu, seorang gadis kecil bernama Anya menyelamatkan remaja laki-laki dari kejaran penculik. Sebelum berpisah, remaja itu memberinya kalung berbentuk bintang dan janji akan bertemu lagi.
Kini, Anya tumbuh menjadi gadis cantik, ceria, dan blak-blakan yang mengelola toko roti warisan orang tuanya. Rotinya laris, pelanggannya setia, dan hidupnya sederhana tapi penuh tawa.
Sementara itu, Adrian Aurelius, CEO dingin dan misterius, telah menghabiskan bertahun-tahun mencari gadis penolongnya. Ketika akhirnya menemukan petunjuk, ia memilih menyamar menjadi pegawai toko roti itu untuk mengetahui ketulusan Anya.
Namun, bekerja di bawah gadis yang cerewet, penuh kejutan, dan selalu membuatnya kewalahan, membuat misi Adrian jadi penuh keseruan… dan perlahan, kenangan masa lalu mulai kembali.
Apakah Anya akan menyadari bahwa “pegawai barunya” adalah remaja yang pernah ia selamatkan?
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Pagi itu, vila Aurelius tampak seperti biasa: damai di luar, namun di dalamnya penuh badai yang tidak terlihat. Anya bangun lebih awal dari biasanya, menyiapkan susu hangat untuk Arka dan Alea. Ia menatap wajah mungil anak-anaknya yang masih lelap, lalu mengusap lembut pipi mereka. “Kalian harus selalu kuat, ya. Dunia ini mungkin kejam, tapi kalian punya aku dan ayah kalian.”
Di sisi lain kamar, Adrian sudah rapi dengan setelan jas hitam. Ia akan berangkat lebih awal untuk menghadiri rapat bersama tim hukumnya. Anya melihat wajah suaminya dari jauh. Ada sesuatu di sana sebuah ketegangan yang tidak ia kenal sebelumnya.
“Mas,” panggil Anya pelan. “Jangan terlalu memaksakan diri. Aku tahu kau ingin melindungi kami, tapi aku juga tidak mau kehilanganmu.”
Adrian menghentikan gerakannya, lalu menatap istrinya dengan senyum samar. “Aku janji, Sayang. Aku tidak akan pergi jauh darimu. Tapi aku harus memastikan Reynard tidak lagi punya kesempatan menyerang kita.”
Anya mendekat, menggenggam lengan suaminya. “Kalau aku boleh jujur… aku masih takut. Video itu, meski aku tahu palsu, membuatku hampir runtuh. Aku takut suatu hari aku tidak lagi bisa percaya, bukan karena aku tidak ingin, tapi karena aku lelah.”
Adrian menarik napas panjang, lalu memeluk Anya erat. “Kalau begitu, izinkan aku menjadi orang yang selalu mengingatkanmu, bahwa tidak ada satu pun perempuan lain selain kau di hidupku. Percayalah, aku tidak akan menyerah sebelum perang ini berakhir.”
Anya menunduk, air mata membasahi bahu Adrian. Dalam pelukan itu, mereka berdua saling menyalurkan kekuatan.
--
Berita konferensi pers Adrian masih menjadi bahan perbincangan. Media mainstream mulai berbalik mendukung, namun di media sosial perang opini masih berkecamuk. Sebagian netizen percaya penuh pada Aurelius, sebagian lain menuding mereka melakukan pencitraan.
Andara, yang kini aktif di balik layar, mulai memainkan jaringannya. Ia menugaskan tim medianya untuk meluruskan berita, mengundang pakar digital forensik, bahkan menghubungi influencer besar untuk menegaskan bahwa video itu adalah manipulasi.
Namun serangan balasan Reynard tak kalah gencar. Tabloid murahan terus memunculkan artikel baru, menyebut Adrian menyembunyikan “rahasia masa lalu” yang kelam.
Di ruang keluarga, Mommy Amara menatap layar televisi dengan wajah khawatir. “Andai saja kita bisa hidup tenang tanpa semua ini…” gumamnya.
Daddy, yang duduk di kursi sebelah, menghela napas berat. “Adrian memilih jalan perang. Dan kita tidak bisa mundur sekarang. Kita harus berdiri bersamanya.”
Anya yang mendengar percakapan itu merasa dadanya sesak. Ia tahu pilihan Adrian benar, tapi konsekuensinya begitu besar.
---
Suatu malam, ketika semua orang tertidur, alarm keamanan vila berbunyi keras. Lampu sorot otomatis menyala, menyilaukan halaman depan. Beberapa penjaga berlari dengan senjata di tangan.
Adrian bergegas keluar kamar, sementara Anya panik menggendong bayi-bayinya. “Mas, ada apa?!”
“Tenang, Sayang. Tetap di kamar, jangan keluar,” ujar Adrian singkat.
Dari balkon lantai dua, Adrian melihat tiga pria bertopeng mencoba menerobos pagar depan. Mereka melawan penjaga dengan brutal, membawa senjata tajam. Untungnya, sistem keamanan canggih memblokir pintu masuk utama, dan beberapa menit kemudian polisi datang.
Tiga pria itu berhasil ditangkap. Dan hasil interogasi mengejutkan: mereka dibayar untuk menculik salah satu bayi Aurelius—dan “meninggalkan pesan” untuk Adrian.
Anya hampir jatuh pingsan saat mendengarnya. Ia memeluk erat Arka dan Alea sambil menangis histeris. “Kenapa mereka sekejam ini, Mas? Mereka bahkan tidak peduli bayi!”
Adrian mengepalkan tinjunya, matanya merah menahan amarah. “Ini sudah terlalu jauh. Reynard ingin perang? Baik. Aku akan pastikan dia menyesal selamanya.”
---
Hari-hari berikutnya, keamanan diperketat dua kali lipat. Namun rasa takut masih membayangi Anya. Ia sering terbangun tengah malam hanya untuk memastikan bayi-bayinya masih bernapas.
Adrian, di sisi lain, semakin sibuk dengan strategi hukum dan politik. Ia sering pulang larut malam, kadang dengan wajah lelah dan penuh amarah.
Suatu malam, ketika Adrian baru tiba di rumah, Anya menyambutnya dengan wajah kecewa. “Mas, sampai kapan semua ini akan terus begini? Aku butuh kau di sini. Anak-anakmu butuh ayahnya. Tapi kau selalu sibuk mengejar musuhmu!”
Adrian terdiam, lalu meletakkan jasnya. “Sayang, aku melakukan ini justru untuk kalian. Jika aku diam, ancaman itu tidak akan pernah berhenti.”
“Tapi aku kehilanganmu, Mas!” suara Anya meninggi. “Aku tidak ingin kau hanya menjadi pejuang yang melindungi kami dari jauh. Aku ingin suami yang ada di sisiku setiap hari.”
Adrian menatap istrinya dengan sorot mata terluka. Ia tahu Anya benar, tapi ia juga tahu tidak ada pilihan lain. “Aku janji… setelah ini selesai, aku akan sepenuhnya kembali. Hanya saja, kau harus bertahan sebentar lagi.”
Anya menangis, lalu menoleh ke bayi-bayinya. Dalam hati, ia berdoa agar badai ini cepat berlalu.
----
Di kantor Reynard, suasana berbeda. Ia duduk di depan meja besar, bersama seorang pria misterius dengan setelan abu-abu.
“Adrian mungkin bisa membuktikan video itu palsu,” ujar Reynard sambil menyalakan cerutu. “Tapi bagaimana jika kita buka rahasia yang sebenarnya?”
Pria itu menyeringai. “Maksud Anda, masa lalu Anya?”
Reynard mengangguk. “Ya. Dunia hanya tahu Anya sebagai istri Adrian Aurelius. Mereka tidak tahu masa lalu kelamnya, keluarga yang berantakan, dan… siapa sebenarnya ayah kandungnya.”
Pria itu menatap Reynard dengan kaget. “Jadi… rumor itu benar? Kalau publik tahu, itu akan mengguncang segalanya.”
Reynard tertawa kecil. “Tepat sekali. Aku tidak butuh fitnah lagi. Kebenaran saja sudah cukup untuk menghancurkan mereka.”
---
Di tengah semua ketegangan, Anya menemukan kekuatan baru dari anak-anaknya. Suatu sore, ia duduk di kursi goyang sambil memangku Arka dan Alea. Ia berbicara lembut, seolah bayi-bayi itu bisa mengerti.
“Arka, Alea… kalian tahu tidak, ibu sering merasa lelah. Tapi setiap kali melihat senyum kalian, ibu merasa kuat lagi. Jadi tolong, jangan pernah berhenti tersenyum untuk ibu, ya.”
Air matanya menetes, tapi kali ini bukan karena sedih, melainkan karena haru.
Adrian yang kebetulan melihat dari pintu kamar terdiam. Ia sadar, istrinya jauh lebih kuat dari yang ia kira. Ia masuk perlahan, lalu berlutut di samping kursi goyang.
“Sayang,” ucap Adrian lirih. “Aku janji tidak akan membiarkan siapa pun menyentuh kalian. Tidak sekarang, tidak pernah.”
Anya menatap suaminya dengan senyum lemah. “Aku percaya padamu, Mas. Aku hanya ingin satu hal: apa pun yang terjadi, jangan biarkan rahasia di antara kita. Karena yang bisa menghancurkan kita bukan musuh, tapi ketidakjujuran.”
Adrian tercekat. Kata-kata itu menembus hatinya, karena ia tahu ada sesuatu yang selama ini ia sembunyikan. Sesuatu yang bahkan Anya belum tahu.
---
Beberapa hari kemudian, Adrian mengumpulkan tim intinya. Daddy, Andara, bahkan Mommy Amara ikut serta.
“Kita tidak bisa lagi hanya bertahan. Kita harus menyerang balik,” tegas Adrian. “Aku sudah memutuskan: bukti aliran dana Reynard ke pejabat korup akan kuungkap ke publik internasional. Kita akan buat dia jatuh, bukan hanya di bisnis, tapi juga di mata hukum.”
Andara mengangguk penuh semangat. “Aku siap. Tim medianya sudah kuhubungi. Begitu kau beri lampu hijau, semua data akan kami sebarkan.”
Mommy Amara menatap anaknya dengan khawatir. “Adrian… kau yakin? Ini akan memicu perang besar. Apa kau siap jika mereka menyerang balik lebih kejam?”
Adrian menatap ibunya dengan mata tajam. “Aku sudah siap kehilangan segalanya. Tapi aku tidak akan pernah siap kehilangan keluargaku.”
---
Namun di tempat lain, Reynard sudah menyiapkan langkah berikutnya. Ia menatap sebuah berkas tebal berisi dokumen-dokumen rahasia.
“Anya, Anya… kau mungkin terlihat kuat di depan publik. Tapi bagaimana jika semua orang tahu siapa sebenarnya kau? Bagaimana jika rahasia keluargamu terbongkar? Aku tidak perlu menyentuhmu lagi. Dunia sendiri yang akan menghancurkanmu.”
Ia tertawa pelan, suaranya bergema di ruangan mewah itu.
---
Bersambung…
apalagi dukungan keluarga sangat penting untuk menyelesaikan setiap masalah
di sini aku mendapatkan banyak pelajaran terutama bahwa keluarga merupakan dukungan pertama dan nomor satu untuk melewati setiap rintangan dunia luar..
Terima kasih banyak kak inda