Di malam pertama pernikahannya, Siti mendengar hal yang sangat membuatnya sangat terluka. Bagaimana tidak, jika pernikahan yang baru saja berlangsung merupakan karena taruhan suaminya dan sahabat-sahabatnya.
Hanya gara-gara hal sepele, orang satu kantor belum ada yang pernah melihat wajah Siti. Maka mereka pun mau melihat wajah sebenarnya Siti dibalik cadar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Seperti anak kecil, Teo memainkan lampu yang ada di depannya. Menekan tombol on untuk menghidupkan lampu kemudian menekan tombol off untuk mematikan lampu. Terus saja seperti itu sejak tadi. Malamnya menjadi terganggu akibat ketegangan yang terjadi antara dirinya dan Gio.
Teo tahu Gio sudah memiliki perasaan terhadap Siti. Cara bicara dan tatapan Gio terhadap Siti yang ditangkap langsung oleh matanya. Sebuah keinginan untuk bersaing pun kembali muncul. Jika perusahaan saja didapatnya dengan mudah, kemungkinan dengan Siti yang akan mudah didapatkannya juga.
Siti, wanita yang disepelekannya kini menarik perhatiannya karena kecerdasannya dan juga karena dia milik sahabatnya. Mengambil milik orang lain itu ternyata permainan yang sungguh menyenangkan. Memacu adrenalinnya untuk menjadi juaranya.
Posisinya saat ini sangat mudah untuk menarik Siti ke sisinya. Dia akan sangat puas jika berhasil membuat Siti pergi jauh dari Gio hanya karena dirinya. Genderang perang telah ditabuhnya sendiri untuk mendapatkan Siti.
"Semangat, Teo, kemenangan akan menjadi milikmu lagi." Menyemangati dirinya sendiri sambil membiarkan lampu yang ada di depannya menyala terang. Seperti semangatnya yang menyala membara.
Sementara itu di ruko, suhu tubuh Siti dan Gio sama-sama panas karena keintiman mereka yang tanpa jarak. Tubuh Gio sudah bermandikan keringat, hawa panas dari tubuh mereka dan juga karena kipas angin yang dimatikannya sejak tadi.
Siti masih diam sambil menatap Gio, belum memberikan kepastian atas kata-kata Gio. Siti mau-mau saja menjalankan kewajibannya tapi dia juga sangat takut jika Gio masih menjadikannya sebagai target taruhan.
"Oke, tidak apa kalau kamu belum mau. Mungkin ada yang masih kamu sangsikan tentang diriku." Kemudian Gio menggulingkan tubuh Siti menjadi di bawahnya. Tapi bukan untuk melanjutkan adegan intim di antara mereka melainkan untuk menjauh.
Dengan gerakan cepat Siti bangkit lalu memeluk Gio dari belakang. Menahan pria itu untuk tetap berada di tempatnya.
"Kamu tidak sedang bertaruh lagi 'kan dengan siapa pun tentang aku?."
Gio hanya menggeleng.
Kemudian Siti bergerak maju, memposisikan dirinya berhadapan dengan Gio tanpa ada jarak. "Aku sudah basah," lirihnya tepat di hadapan bibir Gio.
Gio tersenyum. "Aku bisa merasakannya."
Barulah saat ini Gio bisa menikmati kecantikan Siti tanpa hijab, tanpa cadar dan tanpa pakaian kebesarannya. Dia bisa menyentuhnya sesukanya. Mulai dari rambut panjang bergelombang, lalu pindah ke leher yang jenjang dengan warna kulit seputih susu.
"Rasanya tidak karuan," lirih Siti sambil mengalungkan tangannya ke leher Gio. Bagian paling sensitif pun saling menyentuh.
Gio tersenyum. "Kamu tersiksa?."
"Mungkin, tapi aku tidak tahu juga. Aku hanya mau disentuh dan kita menyatu." Siti menyuarakan isi hatinya, tidak perlu malu karena mereka sudah suami istri dan halal untuk saling menyentuh dan disentuh.
Gio tersenyum lalu menempelkan kening mereka, hampir saja bibir mereka menempel kalau saja hidung mancung mereka tidak menghalangi.
"Percayalah, aku lebih menginginkanmu lebih dari apapun juga." Suara dan napas Gio berat, matanya terus fokus pada bibir Siti karena gelora hasrat dan gairahnya sudah diubun.
Tubuh polos mereka bagaikan percikan api yang kian membesar dan keduanya tidak ingin api itu padam sebab apa yang mereka inginkan belum terlaksana.
"Cepat sentuh aaa..."
Cup
Bagian kata terakhir yang Siti ucapkan tidak selesai karena mulut Siti sudah dibungkam oleh sebuah ciuman lembut dari Gio. Mata Siti yang terbelalak seketika terpejam, diam mematung menikmati rasa yang baru dirasakannya. Sangat melenakannya. Sehingga mampu mengalirkan hawa panas dalam dirinya. Bergantian berbagai rasa datang menyapa.
Bagai tersengat listrik dengan tegangan ribuan volt, tubuh Siti menegang ketika salah satu ujung dadanya sudah ada dalam penguasaan mulut Gio. Setelah sebelumnya mulut itu menciumi leher hingga tulang selangkanya. Tahu-tahunya sekarang sudah meng-ulum ujung dadanya yang mengeras sejak tadi.
Suara erotis Siti sudah terdengar meski samar sebab selalu ditahannya dengan menggigit bibir bawahnya. Posisi Siti sekarang sudah berada di bawah tubuh kekar suaminya. Wajah berkeringat Siti semakin menambah kesan seksi, bertubi-tubi Gio mendaratkan kecupan-kecupan kecil pada wajah istrinya yang berakhir di bagian area sensitif Siti yang berada di pangkal paha.
Keheningan malam di tengah hujan yang semakin deras mengguyur, membuat semakin syahdu keintiman yang terjadi di antara Gio dan Siti.
"Ssshhhh..." Siti meringis sambil menggigit bahunya Gio saat percobaan pertama Gio gagal menembus selaput daranya.
"Sakit!," rengek Siti dengan mata-mata berkaca.
Gio mengangkat wajahnya menatap Siti, tersenyum hangat pada wanita yang akan digagahinya. Kemudian mengecup mata Siti bergantian.
"Nanti juga tidak akan sakit lagi kalau sudah terbiasa."
Siti mengangguk lalu dia yang lebih dulu mencium bibir Gio. Hal yang sangat menyenangkan untuk mengelabui rasa sakit di bawah sana. Gio kembali mencobanya dan dalam satu kali dorongan kuat wanita itu menjerit hebat.
"Aaahhhh..."
Air matanya Siti menetes, tubuhnya bagai terbelah, sakit dan panas luar biasa di bawah sana. Tubuhnya menegang terasa sulit untuk digerakkan.
"Terima kasih," kemudian Gio mengecup kening Siti lalu turun ke mata yang basah lalu berakhir pada bibir sudah bervolume.
Gio pun tidak egois, dia mendiamkan adik kecilnya terlebih dahulu. Membiasakan keberadaannya di lubang sempit itu walau sebenarnya sudah sangat ingin bergoyang menggerakkan tubuhnya mengikuti nalurinya.
"Masih sakit?," tanya Gio penuh damba dia ingin segera melanjutkan permainannya.
Siti menggeleng, berbohong untuk menyenangkan suaminya. Toh dia percaya pada ucapan Gio kalau nanti tidak akan sakit lagi.
Benar, tapi tidak sampai hilang juga rasa sakitnya. Tapi berkurang karena rasa nikmat yang mulai menggulung tubuhnya. Kata pun tidak dapat menggambarkan perasaan bahagia bercampur nikmat yang semakin dalam dirasakannya.
Semakin tak terkendali gerakan Gio, lalu kemudian keduanya sama-sama merasakan puncak kenikmatan tertinggi secara bersama-sama.
"Aaahhhh...."
*
Langkah Teo menggambarkan semangat empat lima untuk sampai cepat di depan ruangan Siti. Dia datang ke sana membawa sarapan untuk Siti, Makanan kesukaannya yang pastinya disukai Siti juga.
Namun Teo harus kecewa karena Siti tidak ada di ruangannya.
"Tidak mungkin jam segini Siti belum sampai," gumam Teo sambil melirik jam tangannya. Saat ini sudah menujukkan pukul sembilan.
Kemudian Asih keluar dari lift, menatap atasannya yang keluar dari ruangan Siti. Tatapan mereka bertemu
"Siti ke mana?." Sembari menghampiri Asih.
"Siti sakit."
"Sakit apa?." Teo sangat penasaran.
"Tidak tahu."
Asih menatap kepergian Teo, pria itu begitu mengkhawatirkan Siti. Apa Teo menyukai Siti?. Jika iya, maka dia akan patah hati sebab selama ini menyimpan perasaan untuk Teo.
Tak berselang lama Teo kembali lagi mendatangi Asih yang masih berada di tempatnya.
"Buatmu saja," kemudian Teo pergi setelah memberikan sarapannya pada Asih.
Asih tersenyum simpul, mimpi apa dirinya dapat sarapan dari Teo. Baginya, Teo tidak sejahat yang dilakukannya sekarang terhadap Gio.
Siti hamil anak Gio
saat kejadian malam kelam yg lalu,AQ yakin bahwa yg tidur dgn Teo bukanlah Siti melainkan Asih
tetap semangat berkarya kak 💪💪🙏🙏
semoga asih n teo dpt karma yg lebih kejam dari perbuatan nya pada siti