Cat Liu, seorang tabib desa, tak pernah menyangka hidupnya berubah setelah menyelamatkan adik dari seorang mafia ternama, Maximilian Zhang.
Ketertarikan sang mafia membuatnya ingin menjadikan Cat sebagai tunangannya. Namun, di hari pertunangan, Cat memilih pergi tanpa jejak.
Empat tahun berlalu, takdir mempertemukan mereka kembali. Tapi kini Maximilian bukan hanya pria yang jatuh hati—dia juga pria yang menyimpan luka.
Masihkah ada cinta… atau kini hanya tersisa dendam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
“Ada apa?” tanya Maximilian dengan tatapan dingin ke arah Selina dan Cat. Suaranya rendah, tapi penuh tekanan, membuat ruangan seketika terasa sesak.
Selina yang melihat tunangannya datang, segera melangkah cepat menghampiri dengan gaya manja, berusaha menempel padanya.
“Max, akhirnya kau datang. Aku hanya menegur Nona Liu. Dia bahkan hampir menamparku, padahal aku ini calon istrimu. Dia tidak menghormatiku sama sekali,” kata Selina dengan suara manis dibuat-buat, matanya berkilat penuh kelicikan.
Maximilian tidak langsung menanggapi. Ia berjalan perlahan menuju kursi kerjanya yang besar, lalu duduk dengan wibawa seorang raja. Tatapannya tajam mengarah pada Cat, sementara Charles berdiri tegap di dekat pintu, seolah siap menjaga situasi.
“Nona Liu, jelaskan apa yang terjadi!” titah Maximilian, suaranya menggema tegas.
Cat berdiri tegak, menatap langsung ke arahnya tanpa gentar. “Nona Chen meminta aku pindah dari apartemen yang kutempati saat ini. Aku menolak, dan kukatakan bahkan atasanku pun tidak berhak menyuruhku pindah, apalagi dia,” jawabnya dengan nada tegas, tanpa ragu.
Alis Maximilian sedikit berkerut. Ia menoleh pada tunangannya. “Selina, untuk apa kau melakukan ini?” tanyanya, suaranya berat dan penuh tekanan.
“Max, itu tidak benar!” Selina langsung menepis tuduhan dengan wajah polos yang dibuat-buat. “Pengurus Luo bisa menjadi saksi. Mana mungkin aku memintanya pindah. Aku hanya menyuruh Nona Liu pergi ke lokasi gempa. Lalu dia berdalih bahwa kau yang memintanya kembali.” Selina melirik Cat dengan tatapan merendahkan, bibirnya tersenyum tipis penuh kepalsuan.
Cat meremas tangannya sendiri di sisi tubuh, menahan emosi yang hampir meledak. "Dasar wanita sialan… seharusnya aku meracuni mulutnya agar tidak bisa berbohong." batinnya getir.
Ia mengangkat wajahnya, menatap Luo Jin dengan tajam. “Pengurus Luo, Anda adalah saksi di sini. Katakan apa yang Anda dengar tadi!” suaranya lantang, membuat suasana kian menegang.
Luo Jin tampak cemas. Ia melirik Selina sebentar, lalu menunduk. Suaranya bergetar, namun dipaksakan terdengar tenang. “Cat, jangan bercanda. Nona Chen hanya memintamu pergi bertugas. Bukan pindah rumah.”
Maximilian memperhatikan setiap detail, pandangannya bergantian pada Luo Jin dan Cat.
Cat menyipitkan mata, suaranya tajam seperti pisau. “Pengurus Luo, kau seorang pria, dan hari ini aku baru sadar satu hal… ternyata kau adalah wanita.”
Wajah Luo Jin langsung memerah, tangannya mengepal. “Kau…!” katanya terengah menahan amarah.
“Sudah!” potong Maximilian dengan suara berat, membuat semua orang terdiam. “Masalah ini sampai di sini saja. Tidak perlu dibesarkan.”
Namun Cat melangkah maju selangkah, tatapannya tak goyah. “Tuan Zhang, bagimu ini sudah berakhir. Tapi bagiku belum. Aku paling tidak suka disalahkan ketika aku tidak melakukan kesalahan.”
Selina mendengus sinis, menautkan lengannya di lengan Maximilian. “Nona Liu, apa kau berharap Max minta maaf padamu? Jangan lupa, kau hanyalah staf. Kami bisa dengan mudah mencari penggantimu.”
Cat tersenyum dingin, matanya penuh keteguhan. “Sama sepertiku. Tanpa perusahaan ini, aku tetap bisa bekerja di mana pun. Aku tidak mengandalkan pekerjaan ini untuk hidup. Upah yang kuterima tidak sebanding dengan nyawa yang harus kupertaruhkan di lokasi gempa, sementara kalian hanya duduk nyaman di ruangan dingin. Aku akan tetap hidup, bahkan setelah meninggalkan tempat ini.”
Dengan gerakan mantap, Cat melepaskan kartu namanya. Ia meletakkannya di meja besar tepat di depan Maximilian. Suara kartu itu yang jatuh di permukaan kayu bergema, seakan menjadi penutup keputusan besarnya.
“Apa maksudmu?” tanya Maximilian menatap Cat dengan sorot mata dingin.
“Aku akan berhenti. Jika atasanku saja tidak bisa menegakkan keadilan, untuk apa lagi aku di sini?” jawab Cat lantang, suaranya bergetar bukan karena takut, tapi karena menahan amarah dan kekecewaan.
Luo Jin segera bersuara, nadanya panik. “Cat, jangan gunakan pekerjaanmu sebagai candaan!”
Cat berbalik menatapnya tajam, bibirnya menyunggingkan senyum getir. “Luo Jin, selama ini aku salah menilaimu. Di saat bawahanmu dituduh, kau malah memilih diam. Bagaimana aku bisa percaya padamu? Hal sekecil ini saja kau tidak berani bicara terus terang.”
Selina yang berdiri di sisi Maximilian langsung menimpali dengan senyum puas. “Nona Liu, kalau ini yang kau mau, silakan pergi saja!”
Cat menegakkan punggungnya, matanya lurus tanpa ragu. “Tenang saja. Aku juga tidak suka lagi berada di sini.” Ucapannya dingin, lalu ia berbalik, melangkah menuju pintu.
Namun langkahnya terhenti ketika suara berat Maximilian bergema memenuhi ruangan. “Cat Liu, apakah kau menganggapku sudah mati? Tanpa perintahku, kau berani memutuskan sendiri?” Suaranya tajam, membuat udara di ruangan seolah menegang. Ia berdiri dari kursinya, auranya langsung menekan semua orang.
Cat menghentikan langkahnya, lalu menoleh perlahan ke arah pria itu. Tatapannya dingin, wajahnya tenang walau dadanya bergemuruh. “Maaf, Tuan Zhang. Aku tidak menganggapmu mati. Aku hanya lupa… kalau kau masih hidup.”
Kata-kata itu jatuh seperti pisau yang menusuk, membuat keheningan mendadak menyelimuti ruangan. Selina terbelalak, Luo Jin menelan ludah, sementara tatapan Maximilian mengeras, sulit ditebak apakah ia lebih marah atau tersentuh oleh keberanian Cat.
Charles mengeleng kepalanya,"Mereka kalau bertemu tidak pernah akur. Selalu saja tidak ada yang mengalah," batin Charles.
seru" smua karya mu thorrrr
amazingggggg
tiap karya punya ciri khas sendiri
tiap up nya ga bisa d.tebak
🤣🤣🤣