Suaminya ketahuan selingkuh dan anak yang dikandungnya meninggal adalah petaka yang paling menyedihkan sepanjang hidup Belcia. Namun, di saat yang bersamaan ada seorang bayi perempuan yang mengira dia adalah ibunya, karena mereka memiliki bentuk rambut yang sama.
Perjalanan hidup Belcia yang penuh ketegangan pun dimulai, di mana ia menjadi sasaran kebencian. Namun, Belcia tak memutuskan tekadnya, menjadi ibu susu bagi bayi perempuan yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Penasaran dengan kisah Belcia? Ayo kita ikuti di novel ini🤗
Jangan lupa follow author💝
Ig @nitamelia05
FB @Nita Amelia
TT @Ratu Anu👑
Salam Anu 👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Mengingatkan Belcia
Setelah makan siang, Bianca mencoba mendekati putrinya yang kini duduk di ruang TV—ditemani Leticia yang merangkak ke sana kemari dan sibuk dengan mainannya.
"Apakah perasaanmu sudah membaik, Sayang?" tanya Bianca yang kini sudah duduk di samping sang anak. Atensi Belcia teralihkan, dia mencoba untuk tersenyum, meski luka pengkhianatan kembali terasa menganga lebar.
"Kenapa aku harus tidak baik-baik saja, Ma? Orang-orang seperti mereka tidak pantas kan untuk aku tangisi?" balas Belcia dengan wajah yang terlihat tegar. Dia tidak mau berlarut dalam kesedihan dan berimbas ke mana-mana. Dia juga tidak mau kedua orang tuanya terus merasa khawatir.
"Benar, Sayang. Ada banyak hal yang lebih penting dan membuatmu jauh lebih bermanfaat. Jadi jangan pernah berkecil hati dan menganggap dunia ini tidak adil untukmu. Sejatinya Tuhan memberikan ujian, karena ada hadiah yang sudah disiapkan," ujar Bianca sambil menyisir rambut Belcia menggunakan jari-jarinya. Dia kembali mengingatkan.
Belcia mengangguk.
"Aku juga percaya itu, Ma."
"Maaaa ...."
Tiba-tiba Leticia ikut mengulang kata-kata Belcia, sehingga kedua wanita itu kompak menatap si bayi. Melihat wajah Leticia, Bianca jadi teringat akan suatu hal lain yang ingin dia bicarakan dengan putrinya.
"Oh iya, Sayang, ada yang ingin Mama tanyakan juga padamu. Ini mengenai Leticia—kamu kan sudah cukup lama tinggal di rumah keluarga Smith, dan tidak melakukan apapun selain mengurus Leticia. Lantas bagaimana dengan kehidupanmu selanjutnya? Apalagi kamu kan tidak mendapat pemasukan sedikit pun, dan terlebih—kamu adalah orang lain di sana," papar Bianca dengan bahasa sehalus mungkin supaya Belcia tidak tersinggung. Namun, wanita di sampingnya malah terdiam, karena dia sendiri belum menyiapkan langkah yang matang.
"Maaf Mama bicara seperti ini. Sebagai ibu, Mama selalu memikirkan kalian," sambung Bianca, karena mau sebesar apapun anaknya di mata Bianca mereka hanyalah bayi-bayi kecil yang masih membutuhkannya.
"It's oke. Mama tidak perlu meminta maaf, justru aku berterima kasih karena Mama sudah mengingatkanku tentang hal itu." Belcia menoleh ke arah Leticia, dan bayi itu langsung tersenyum lebar dengan tatapan yang berbinar, hal yang tidak bisa Belcia dapatkan di tempat lain. "Aku akan pikirkan dari sekarang, Ma. Lagi pula Leticia sudah hampir satu tahun. Pelan-pelan dia pasti mengerti aku ini siapa."
"Mama hanya bisa mendukungmu, Sayang. Semoga semua masalah ini cepat terselesaikan, dan kamu bisa hidup lebih baik," balas Bianca dengan prihatin.
Melihat kedua wanita itu berpelukan. Leticia pun langsung merangkak mendekati Belcia, membuat pelukan itu langsung terlepas, dan dia naik ke pangkuan ibu susunya. Lagi, bayi itu menatap Belcia dengan binar yang tak biasa.
"Leticia mau dipeluk juga?" tanya Belcia, tanpa menjawab bayi itu langsung menempelkan kepalanya di dada dan merentangkan tangan.
****
Suasana hati Jasper sedang sangat baik setelah menyelesaikan proyeknya tepat waktu. Namun, senyum sumringah itu berganti dengan kerutan di dahi, saat dia tiba di rumah dan tak mendapati Leticia di kamarnya.
"Di mana Leticia?" gumam Jasper sambil memegang handle pintu. Dia pun melangkah masuk untuk mengecek ke kamar mandi, tapi ternyata sang anak tidak ada juga di sana.
Akhirnya Jasper keluar dan menanyakan kepada pelayan, karena sejak tadi pun dia tidak melihat batang hidung Belcia—yang biasa mengurus putrinya.
"Nona kecil dibawa oleh Nyonya Belcia keluar sejak pagi, Tuan," jawab Duni sambil menundukkan kepalanya. Tak berani menatap Jasper yang sepertinya sudah siap marah.
"Apa? Keluar?" sentaknya. Baru saja ingin bertanya lebih lanjut, matanya yang menungkik menoleh ke arah pintu utama. Dilihatnya Belcia datang sambil menggendong Leticia yang tertidur.
Akhirnya Jasper pun menghampiri dengan langkah yang begitu lebar.
"Habis dari mana kamu seharian ini? Kamu mengajak Leticia keluar sembarangan? Kalau ada virus yang menempel di tubuhnya dan membuat dia sakit bagaimana? Kamu ini kenapa sih, selalu saja seenak—"
"Saya sedang tidak mood meladeni ocehan Anda! Nanti saja ya," tukas Belcia menghentikan Jasper yang tengah marah-marah. Pria itu menautkan kedua alis sambil berkacak pinggang, menatap Belcia yang sama sekali tak merubah mimik wajahnya yang sendu.
"Aku lebih tidak mood dengan sikapmu!" cetus Jasper, tapi Belcia malah melengos dan melenggang pergi sambil memegangi kedua telinga Leticia.
"Hei, aku sedang bicara? Apakah kamu tidak punya sopan santun?!" Suara Jasper mulai naik dan membuat Leticia perlahan membuka mata karena bising.
"Anda lihat?" balas Belcia dengan suara tenangnya. "Lihat ponsel Anda, saya sudah izin, tapi tidak Anda buka!" sambungnya dengan menohok. Sementara Leticia mulai merengek kesal.
Jasper langsung mengatupkan bibirnya. Malu dengan sikapnya yang selalu mengucapkan emosi dari pada mendengarkan klarifikasi.
Melihat itu, Belcia menarik sudut bibirnya dan melanjutkan langkah. Sementara dari arah lain Lidya dan Tuan Morgan keluar setelah mendengar ribut-ribut.
"Ada apa sih, Jas? Kenapa kamu suka sekali keributan? Papa yang beri izin Belcia keluar membawa Leticia, karena dia hanya pulang ke rumahnya. Lagi pula bukannya bersyukur ada yang mengurus anakmu secara gratis, malah marah-marah terus kerjaannya, berterima kasih sedikit begitu lho!" omel Tuan Morgan menasehati putranya dengan suara tegas.
"Pelankan suaramu, Pa," bisik Lidya yang tak ingin tekanan darah suaminya malah naik.
Jasper semakin membisu, dia juga tidak mengerti dengan apa yang terjadi dengan dirinya. Terkadang dia benci sekali terhadap Belcia, tapi terkadang dia sadar bahwa wanita itu adalah satu-satunya yang bisa memberikan kenyamanan pada putrinya.
"Tapi tetap saja aku harus waspada. Karena walau bagaimanapun dia adalah orang lain kan? Dia bisa berbuat apa saja," gumamnya untuk menampik semua rasa bersalah. Ya, kalimat dan perasaan waspada itu yang selalu dia jadikan tameng untuk tidak terlalu percaya pada ketulusan Belcia.
***
Di tempat lain, Cindy sedang berusaha menghubungi seseorang. Dia tersenyum lebar saat panggilannya diterima.
"Halo, Tuan, saya tunggu di restoran dekat kantor ya. Ada yang ingin saya tunjukkan untuk menjawab rasa penasaran Tuan," ujarnya tanpa rasa hormat seperti biasanya. Bahkan dengan berani Cindy mematikan lebih dulu, dan membuat Tuan Bliss menggeram di tempatnya.
"Wanita ini sungguh kurang ajar!" umpatnya sambil mendengus kasar. Sementara Cindy malah cekikikan, karena dia kembali menemukan cara untuk mendapatkan uang secara instan.
****
Gaes, minggu kemarin aku habis mudik ke kampung, eh sekarang malah bapil sejak sampe rumah. Do'akan cepat sehat ya💝
semoga lekas sehat,dn kembali beraktivitas seperti biasanya....
istirahat yang cukup...... fighting...💪
Sekali waktu jasper minta di tabok, bisanya cuma teriak2 erotiss. jaga anak sendiri kagak bisa? di bantuin jaga malah tak pernah ada kata terimakasih dan maaf. malah bikin hati panas dingin wae 😏
semoga cepet sehat lagi😊