menceritakan kisah seorang pemuda yang menjadi renkarnasi seorang lima dewa element.
pemuda itu di asuh oleh seorang tabib tua serta di latih cara bertarung yang hebat. bukan hanya sekedar jurus biasa. melainkan jurus yang di ajarkan adalah jurus dari ninja.
penasaran dengan kisahnya?, ayo kita ikuti perjalanan pemuda tersebut.!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Igun 51p17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 19
Perguruan Jaya Abadi adalah perguruanyang ada di Kota Rasaujaya.
Perguruan itu cukup besar karena dapat menampung banyak murid hingga lebih seribu orang.
Pada saat ini, muridnya berjumlah seribu dua ratus dengan dua puluh guru pengajar dan satu ketua perguruan.
Krek..
Suara derit pintu, ketika di buka oleh seorang pemuda yang bernama Bayu Wirata yang baru saja keluar dari dalam kamarnya.
Pada saat ini, pemuda tersebut tinggal di dalamnya karena sudah di berikan izin oleh Ki Kurawa. Akan tetapi, hari itu adalah hari ke dua ia di dalam perguruan tersebut. Dan tidak ada satupum yang tahu jika ia berada tinggal di sana kecuali Ki Kurawa.
"Aku akan melihat para murid di perguruan ini latihan terlebih dahulu" gumam Bayu Wirata sembari melangkahkan kakinya menuju ke depan.
Jarak yang tidak jauh. Membuat pemuda itu tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di sana.
Bayu Wirata duduk di salah satu kursi kosong yang ada di sana. Matanya melihat gerakan gerakan dari para murid yang berlatih dengan gerakan serempak dan seirama.
"Jurus yang cukup bagus" kata Bayu Wirata sambil menganggukan kepalanya.
Akan tetapi, tidak lama kemudian, dua orang menghampirinya. Mereka adalah dua penjaga gerbang yang sebelumnya menanyai Bayu Wirata ketika di depan.
Pada saat ini, keduanya tidak bertugas di depan. Karena tugas tersebut akan di lakukan secara bergantian dengan murid yang lain.
Dua orang yang pernah menjadi penjaga gerbang itu duduk berdekatan di samping Bayu Wirata, menekan seolah hendak menjepit pemuda yang ada di tengah mereka.
Salah satu dari mereka mencondongkan badan, suaranya penuh tantangan,
"Hey… apakah urusanmu dengan ketua sudah selesai? Terus, di mana adik kecilmu itu?" Katanya dengan nada yang seolah ingin mengintimidasi. Rekan di sisinya yang mendengar hal tersebut mencoba untuk menimpali dengan nada yang sama, "Apa kamu bertemu ketua cuma untuk jadi murid perguruan ini?"
Bayu Wirata hanya tersenyum tipis, matanya tetap terpaku ke depan, pura pura tak peduli.
"Adikku sedang bersama Ki Kurawa. Dan aku bukan murid perguruan ini," jawabnya santai, tapi setiap kata mengandung ketegasan yang sulit diabaikan.
Hahaha..
Tawa kasar meledak dari kedua pria itu, menggema di udara seolah mengejek. Namun Bayu Wirata tidak bergeming. Matanya tak berbalik, seolah tak ingin membuang energi untuk orang orang yang mencoba mengejeknya.
"Kau tidak perlu berbohong. Perlu kau ketahui. Banyak orang orang sepertimu yang datang ke perguruan ini untuk menjadi murid. Karena perguran ini adalah perguruan nomor satu di Kota Rasaujaya. Jadi, melihat cara kedatanganmu saja kami sudah mengetahuinya" kata salah satu dari mereka sambil berdiri. Lalu menarik baju Bayu Wirata, menyeretnya ke depan dengan paksa. Hingga beberapa saat kemudian ia di lemparkan ke depan halaman perguruan.
"Kenapa kau mendorongku?" Tanya Bayu Wirata yang heran.
Hahahaha..
Dua penjaga kembali tertawa terbahak bahak tanpa menjawab pertanyaan dari Bayu Wirata. Hal itu juga membuat para murid yang sedang latihan itu menghentikan latihan mereka. Lalu memandang ke arah kedatangan Bayu Wirata.
Semua mata murid perguruan tertuju pada pemuda yang baru saja di dorong oleh penjaga gerbang sebelumnya. namun mereka semua tidak ada yang mengenalnya.
"Siapa dia?" salah satu dari mereka bertanya, nada suaranya penuh penasaran.
"Dia murid baru di perguruan ini," jawab dua penjaga dengan singkat.
Bisik bisik riang merebak, wajah mereka berubah seolah mendapat hiburan baru. Di antara mereka, mereka memandangan Bayu Wirata dengan tajam, seperti siap memangsa.
Suasana mendadak menegang saat salah satu dari mereka melangkah maju, suaranya berat dan penuh peringatan.
"He, anak muda. jika kau memang benar benar murid baru di sini, maka dengarkan ini baik baik. Di perguruan ini, untuk bisa lulus, kau harus bertarung melawan salah satu murid kami. Kalau menang, kau bebas. Tapi kalau kalah..." matanya menyipit menantang, "semua murid di sini akan memukulmu, masing masing satu pukulan dari setiap orang." Katanya dengan senyum menyeringai.
Ternyata, orang yang bicara itu adalah salah satu guru pengajar yang ada di perguruan tersebut, hal itu bisa terlihat dari pakaiannya yang berbeda dari seragam murid lain yang ada di sana.
Bayu Wirata menelan ludah, dada berdebar, rasa terkejut mengaduk di dadanya, tapi matanya tetap menatap tajam ke depan.
"Apakah semua murid baru di perlakukan seperti ini?" Gumam Bayu Wirata dalam hatinya. Ia tidak menyangka jika golongan putih memiliki sifat seperti layaknya golongan hitam. Hal itu membuatnya teringat dengan apa yang di katakan oleh kakeknya jika golongan hitam dan putih tidak ada bedanya. Mereka hanya bisa di lihat dari cara mereka bersikap.
"Kakek benar. Mereka sama saja dengan golongan hitam" gumamnya lagi Sambil menggelengkan kepalanya.
Mata Bayu Wirata kembali menatap tajam guru pengajar yang baru selesai bicara seperti itu.
"Aku bukan murid baru di sini, jadi aku tidak perlu melakukan tantangan yang kalian sebutkan tadi" sahut Bayu Wirata.
Hahahaha..
Guru pengajar itu tiba tiba tertawa.
"Kau tidak perlu takut. Kau bebas memilih lawan di sini. Jadi jangan jadi pengecut. Perlu kau ketahui. Banyak murid baru sepertimu datang ke perguruan ini. Mereka selalu mengatakan sama persis dengan apa yang kau katakan. Setelah mereka mendengar akan di hajar terlebih dahulu" kata guru pengajar itu dengan nada yang mengejek.
Bayu Wirata yang mendengar apa yang di katakan oleh guru pengajar. Terlihat wajah yang penuh kegeraman dan amarah yang di tahan pada pemuda tersebut.
"Mengapa harus melakukan seperti itu terhadap murid baru. Kalian adalah golongan putih. Namun sifat kalian mencerminkan golongan hitam. Dan kau adalah guru di perguruan ini, kau seharusnya memberi contoh yang baik terhadap murid muridmu" kata Bayu Wirata dengan nada sedikit meninggi. Serta jari tangan yang menunjuk ke arah guru pengajar tersebut seolah menantang.
Guru pengajar menjadi sangat marah setelah melihat dan mendengar apa yang di katakan oleh Bayu Wirata.
"Apakah begitu caramu berbicara terhadap calon gurumu?" Bentak guru pengajar tersebut dengan mata melotot.
"Tapi sayangnya aku bukan murid di perguruan ini, dan kau bukan calon guruku. Kau bahkan sangat tidak layak untuk di sebut guru. Karena kau memberikan contoh yang tidak bagus bagi murid muridmu" sahut Bayu Wirata yang juga membalas bentakan guru pengajar itu.
Suara Bayu Wirata yang lantang langsung menyedot perhatian semua orang di halaman itu. Wajah mereka terpaku, penuh keterkejutan akan keberanian pemuda itu menantang guru pengajarnya.
Di depan sana, guru pengajar itu mulai berubah, mata mengejek yang semula ia perkihatkan, kini berubah menjadi api amarah yang membara, pipinya merona kemerahan.
"Kau memang murid tidak tahu sopan santun," geramnya, suaranya meninggi.
"Aku sendiri yang akan mengajarmu, biar kau paham cara bicara pada seorang guru!" katanya sambil melangkah cepat ke depan.
Dengan langkah penuh kemarahan, guru itu melompat dan melepaskan tendangan lurus ke arah dada Bayu Wirata .
Akan tetapi, Bayu Wirata sudah siap, tubuhnya sedikit miring ke kanan, sehingga membuat tendangan itu hanya melintas di sisinya. Di saat yang bersamaan, tangan Bayu Wirata melesat ke belakang punggung guru itu, lalu menghantamnya dengan sangat keras.
"Bamm!"
Bunyi keras mengisi halaman saat tubuh guru itu terdorong maju lalu terjatuh tersungkur ke bawah, wajahnya menempel ke tanah sehingga membuat wajahnya terlihat kotor.
Sekejap suasana menjadi hening menyergap sebelum bisik bisik mulai pecah kembali, mata semua orang tidak lepas dari sosok yang baru saja berdiri dengan tegak di tengah halaman itu.
Semua orang melihat apa yang di lakukan oleh Bayu Wirata. Hal itu membuat mereka terkejut bukan main.
"Dia bisa menjatuhkan guru, bagaimana bisa" desis mereka seakan tak percaya. Perlahan kaki mereka mundur ke belakang tanpa mereka sadari.
Sementara itu, guru pengajar yang sedang terjatuh itu mencoba bangkit kembali. Ada rasa malu di wajahnya ketika dirinya di jatuhkan oleh sosok calon murid. Ia menatap sosok pemuda yang sudah menyerangnya itu dengan penuh rasa kebencian.
"Berani sekali kau menyerangku!" bentak guru itu dengan mata membara, suara yang menggetarkan ruang halaman seolah ingin menaklukkan siapa pun yang berani menentangnya.
Bayu Wirata menatap balik dengan dingin, napasnya tertata rapi, tubuhnya sudah siap bergerak.
"Jangan banyak bicara," jawab Bayu dengan tenang, nada suaranya penuh tantangan.
"Bukankah tadi kau bilang aku bebas memilih lawan? Maka aku akan memilih kau sebagai lawanku." Tubuhnya mengunci dalam kuda kuda bertarung, pandangannya tak berkedip dari guru itu.
Guru pengajar itu semakin geram, wajahnya memerah, otot ototnya tegang seperti siap meledak.
"Baiklah. Kau sudah salah pilih lawan. Aku akan menghajarmu sampai kau tak bisa berjalan," geramnya, lalu melesat ke depan dengan serangan ganas.
Saat jarak semakin dekat, gerakan guru itu semakin liar dan beringas, hingga ia melepaskan semua jurus yang dikuasainya tanpa ampun, berusaha menjatuhkan lawannya.
Bayu Wirata tetap tenang, matanya mengikuti tiap gerakan lawan, dan segera menyambut serangan itu dengan sigap. Tubuhnya menyesuaikan gerakan musuh, menahan hantaman dengan ketenangan yang jauh dari rasa takut.
Bammm..
Bammm..
Bammm.
Pertarungan Bayu Wirata dan guru pengajar di halaman tidak bisa di hindarkan. Pertarungan yang menyangkut harga diri itu di saksikan oleh banyak murid yang berdiri di pinggir lapangan, memberikan ruang gerak bagi kedua petarung itu.
Guru pengajar yang sudah tersulut api amarah, melakukan tinju dan tendangan kuat Ke arah Bayu Wirata.
Akan tetapi, Bayu Wirata bukanlah pendekar biasa. Ia mampu menangkis dan menghindarinya serangan dari guru pengajar itu tanpa kesulitan sama sekali.
Pada saat ini, Bayu Wirata juga sudah di penuhi amarah karena sikap dari orang yang mengaku golongan putih namun sama persis dengan sikap dari golongan hitam.
Bayu Wirata menatap guru pengajarnya dengan mata yang berkilat marah, napasnya berat tapi wajahnya tetap tenang, seolah mengendalikan badai yang berkecamuk di dalam dirinya.
Serangan demi serangan liar dari sang guru pengajar datang tanpa henti, tapi Bayu tetap sigap, menepis dan menghindar sambil terus mengawasi dan mencari celah kecil yang mulai muncul di antara serangan itu.
Hingga di mana kesempatan itu datang dengan tiba tiba. Satu celah pertahanan terbuka dari guru pengajar tersebut. Bayu Wirata langsung memanfaatkan kesempatan itu tanpa membuang waktu lagi.
"Hah, ini dia..." gumamnya pelan, jari jarinya mengepal, mengalirkan tenaga dalam yang ia latih bertahun tahun bersama kakeknya.
Dengan gerakan yang tepat dan penuh keyakinan, kepalan tangannya menghantam dada guru pengajar sombing dengan sangat kuat.
"Bammm!"
Tubuh guru pengajar itu terpental jauh, berguling guling di atas tanah hingga akhirnya terhenti sekitar lima puluh meter dari tempatnya semula.
Bayu Wirata menatap dengan mata menyala, menahan napas sejenak, merasa lega sekaligus waspada, menunggu gerakan selanjutnya dari lawannya.
Huekkk..
Guru pengajar memuntahkan seteguk cairan berwarna merah dari mulutnya. Lalu ia menyeka cairan itu dengan tangan kirinya. Ia bangkit berdiri menatap Bayu Wirata dengan penuh kebencian.
"Kurang ajar, kau akan menyesal, kau sudah membuatku malu" kata guru itu dengan penuh kegeraman.
Rasa malu yang di rasakannya karena kalah dalam pertarungan. Membuat amarahnya kian memuncak. Hingga pada saat ini, ia sama sekali tidak peduli lagi dengan keadaan sekitarnya. baginya pemuda di depannya harus ia kalahkan dengan cepat.
Wusshhh..
Guru pengajar melangkah cepat ke depan. Hingga saat jarak sudah dekat. Ia langsung melakukan tendangan memutar yang sudah di aliri tenaga dalam kuat ke arah Bayu Wirata.
Bayu Wirata mengernyit, matanya membidik gerakan lawan yang kembali menyerang. Napasnya berdenyut cepat, tenaga dalam mengalir deras ke tangan kanannya yang di kepal dengan begitu erat, otot otot tangan menegang.
Saat tendangan lawan meluncur ke arahnya, tanpa ragu Bayu Wirata membalas dengan tinju yang sudah ia persiapkan.
Bammm!
Benturan keras terdengar saat mereka saling serang, suara patahan tulang terdengar mengilukan. Sekilas pancaran kesakitan menguar, membuat yang mendengar tak tega menatap.
"Arkkkhh!"
Guru pengajar terjerit, wajahnya berubah menderita saat tulang kakinya latah yang membuatnya langsung terkulai lemas. Ia terjatuh, berguling guling di tanah sambil memeluk kakinya yang sudah patah itu.
Bayu Wirata melangkah maju dengan langkah tenang, menatap guru pengajar sombong itu yang sedang bertarung dengan rasa kesakitan. "Jangan sombong atas kemampuan yang kau miliki, di atas langit masih ada langit," ucapnya dingin,
Pada saat itu, Bayu Wirata ingin membalikan kata kata guru itu yang sebelumnya sempat ia lontarkan kepadanya.
"Bukankah kau tadi berniat ingin membuatku tidak bisa berjalan, tapi mengapa hal itu justru terjadi padamu?" Kata Bayu Wirata dengan tenang setelah puas memberikan pelajaran kepada guru sombong itu.
Guru itu mendengar perkataan Bayu Wirata. Akan tetapi, ia sama sekali tidak menghiraukannya. Ia masih merintih berguling guling di atas tanah.
Pada saat itu, semua murid melihat apa yang sudah terjadi. Hal itu membuat mereka sangat terkejut. Mereka sama sekali tidak menyangka jika sosok pemuda yang mereka remehkan dan mereka anggap sebagai murid baru. Ternyata memiliki kemampuan tinggi serta dapat menumbangkan satu guru mereka.
"Dia sangat kuat. Bahkan lebih kuat dari pada guru yang mengajari kita" kata mereka saling berbisik.
"Benar.. jika saja ia memilih salah satu dari kita sebagai lawan. Mungkin saja nasib kita akan lebih parah dari pada guru" sahut yang lain menimpali.
Kini semua murid menelan ludah mereka karena takut terhadap pemuda yang baru saja membuat guru mereka babak belur.
Tidak ada lagi niat meremehkan atau pun bersikap sombong. Apalagi untuk mencoba menantangnya pemuda itu.
Semua orang diam membisu. Tanpa berani mendekat ke arah dua orang yang masih berada di halaman.