Naura Anjani, seorang gadis desa yang menikah dengan pria asal kota. Namun sayang, gadis itu tidak di sukai oleh keluarga suaminya karena dianggap kampungan dan tidak setara dengan menantu lain yang memiliki gelar pendidikan tinggi dan pekerjaan yang memadai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Naura mengikat kedua ujung tali gaun tidurnya. Ia merangkak naik ke atas ranjang, duduk setengah berbaring di samping Azriel.
Ia menguap kecil lalu bergeser lebih dekat pada suaminya.
Azriel terbiasa tidur sambil memeluk Naura. Sejak menikah, Azriel tidak bisa tidur jika Naura tak ada di sampingnya.
"Reaksi Mama, Mbak Rere dan Mbak Ria gimana, Ra?" tanya Azriel penasaran.
Karena ia menunggu Naura pulang di kamar, jadi Azriel tidak tahu saat Naura memamerkan sertifikat rumahnya.
"Mereka jelas kaget lah, Mas," jawab Naura. "Mereka sempat menuduh kalau sertifikat itu palsu."
"Lalu?" timpal Azriel penasaran.
"Sertifikat itu diperiksa oleh mereka. Lalu, Rere orang pertama yang mengakui kalau itu asli. Mama mendesak aku untuk mengakui siapa aku sebenarnya. Ya aku bilang saja, aku sudah jujur dari kemarin tapi Mama tidak percaya," terang Naura menirukan gaya bicara Ibu mertuanya.
Azriel sudah menebak kalau reaksi mamanya akan seperti yang dikatakan Naura.
Ia melihat Naura begitu lega, lebih lepas saat bicara setelah membuktikan kalau dirinya mampu membeli sebuah rumah.
"Sudah lega sekarang, Ra?" tanya Azriel memastikan.
"Sedikit," jawab Naura memberi gerakkan dengan kedua jarinya.
Azriel menaikkan sebelah alisnya. "Kamu sudah membeli rumah, Ra. Apa lagi yang membuat kamu belum merasa lega?" tanya Azriel.
"Belum pindah dari rumah ini," jawab Naura jujur.
Azriel mengangguk paham.
"Kapan kita bisa pindah dari rumah ini, Mas?" tanya Naura mendongakkan wajahnya.
Jika bisa, Naura ingin segera keluar dari rumah itu secepatnya.
Ia tidak ingin menahan diri lebih lama di rumah ibu mertuanya.
Rumah dan segala isi perabotan sudah ada, mau menunggu apa lagi? Pikir Naura.
"Tunggu sampai suasana lebih tenang ya, Sayang. Bagaimana pun Mama adalah orang tuaku. Mertua kamu," jawab Azriel.
Naura pun setuju. Ia tidak merasa keberatan atas jawaban suaminya.
**
**
Keesokan paginya, Naura sengaja bangun lebih siang dari biasanya.
Naura sudah enggan menyiapkan sarapan kalau setiap kali memasak, ibu mertuanya selalu mencibir.
Naura tidak berharap apa-apa pagi itu. Ia hanya berniat membuatkan sarapan sederhana untuk suaminya saja.
Tapi, begitu melewati meja makan, semuanya sudah tersedia.
Naura mengerutkan dahinya. Ia pergi ke dapur dan melihat isi wastafel yang bersih tanpa cucian kotor seperti biasanya.
"Sudah bangun, Ra? Azriel mana?" Mama Sovi muncul dari belakang dan membuatnya terkejut.
Naura melihat ibu mertuanya sedikit aneh pagi ini.
Wanita itu ramah dan banyak tersenyum kepadanya.
"Ayo, makan! Mama sudah masak banyak," ajak wanita setengah baya itu.
Naura diam-diam tersenyum.
Ia menyadari salah satu faktor ibu mertuanya berubah, karena tahu Naura punya uang.
"Ah, benar kata orang. Kita akan diperlakukan baik kalau kita punya uang," batinnya.
Azriel menyusul istri dan mamanya. Pria itu memilih duduk di sebelah Naura.
Azriel merasa heran, ia bertanya-tanya kenapa mamanya sangat perhatian kepada Naura?
"Nih, Ra, Mama beri kamu potongan paha ayam. Kamu suka, kan? Mama bisa makan potongan ayam yang lebih kecil. Kamu harus makan yang banyak dan bergizi," ujar Mama Sovi menaruh potongan ayamnya ke dalam piring Naura.
Azriel berbisik di telinga istrinya. "Ternyata Mama bisa berubah juga, ya?"
Naura hanya tersenyum. Suaminya mungkin belum paham apa alasan mamanya berubah.
Azriel tentu senang mamanya bisa menerima Naura. Ia merasa lega karena hubungan Naura dan mamanya layaknya menantu dan mertua pada umumnya.
Sampai akhirnya suasana tenang di meja makan pun buyar saat Mama Sovi berseru.
"Kalau kalian pindah. Mama ikut, ya?"
"Ikut pindah?" batin Naura geram.
Bukan hanya Naura saja yang syok mendengar ucapan ibu mertuanya. Azriel yang duduk di sampingnya juga merasakan hal yang sama.
Bisa-bisanya ibu mertuanya ingin ikut pindah dengannya nanti.
Naura memutuskan membeli rumah karena ingin menghindari ibu mertuanya. Kalau wanita itu ikut, lalu apa bedanya dengan tetap berada di rumah itu?
"Kalian kok hanya diam saja, sih?" tegur wanita itu menatap tak suka.
Azriel dan Naura saling tatap saat wanita setengah baya di hadapan mereka terus mengoceh masalah kepindahan.
Rupanya Mama Sovi memiliki niat terselubung.
Pantas saja makanan sudah tersedia di meja, padahal Naura tidak berniat masak untuk hari ini mau pun hari-hari berikutnya.
"Mama sudah memberi kalian izin pindah rumah, loh! Asalkan Mama ikut kalian." Mama Sovi tersenyum penuh kemenangan.
Kemarin menolak Azriel dan Naura pindah. Sekarang malah ingin ikut pindah. Entah, sebenarnya siapa yang beban dan siapa yang bukan di sini.
"Bagaimanapun Azriel anak bungsu Mama," ujarnya membuat Naura merasa muak. Andalan ibu mertuanya selalu itu.
Apakah tidak ada yang lain?
"Di mana-mana anak bungsu wajib mengurus Ibunya," tambah Mama Sovi.
Naura mendengar suaminya yang mendengus.
Naura sontak menoleh ke samping, ia mendapati Azriel menekuk wajahnya.
"Aku tidak keberatan satu rumah dengan Mama," jawab Azriel.
Mama Sovi senyum-senyum. Ia meyakini kalau dirinya akan menang dari Naura.
Naura khawatir kalau Azriel pada akhirnya luluh dan membiarkan wanita itu ikut tinggal di rumah baru mereka.
Namun, ucapan Azriel selanjutnya membuat Naura lebih lega.
"Tapi aku keberatan kalau Mama mengatakan, karena aku anak bungsu, jadi aku wajib menjaga Mama. Seolah Bang Rio dan Bang Rangga tidak wajib menjaga ibunya sendiri. Lagi pula apa bedanya anak bungsu dengan anak-anaknya yang lain, Ma?"
Rentetan ucapan Azriel baru saja membuat Naura sedikit puas. Tapi perempuan itu tetap diam dan mendengarkan Azriel bicara hingga selesai.
Naura mengamati wajah merah Mama Sovi yang menandakan kalau wanita itu tengah marah.
Hanya menunggu hitungan detik saja, Mama Sovi akan menyembur Azriel dan juga dirinya.
"Kenapa kamu bilang seperti itu gitu, Zriel? Seolah Mama tidak boleh ikut kamu tinggal di rumah baru kalian," bela Mama Sovi. Ia berteriak seolah orang paling tersakiti di sini.
"Aku tidak maksud begitu, Ma. Tapi, ini rumahnya Naura. Dia pindah karena tidak tahan diperlakukan tidak adil oleh Mama. Kalau Mama ikut kami, apa bedanya pindah atau tetap di sini?" balas Azriel.
Baru kali ini Azriel tegas kepada mamanya. Mungkin Azriel sudah muak dengan mamanya yang selalu mendramatisir keadaan.
Mama Sovi mengepalkan satu tangannya. Wanita itu menaik-turunkan dadanya menahan sesak.
"Apa pun yang terjadi, Mama akan ikut ke mana pun kamu pergi, Zriel!"
*********
*********
smoga Azriel sll berada di jln yg lurus...
tunggu sja mm sovi apa yg km tabur... kelak akn km tuai hasilnya.... ank dan mantu" parasitmu yg akn mnenggelamkn dirimu... beserta mereka jga ikut tnggelam...
dan smoga saja azriel bukan suami yg bodoh dan mudah di hasut.... di manfaatkn mereka....
sumpah..... hidupnya cm bikin ssh org lain....
se kali" lah seatap dgn mantu" kbanggaan dan ksayanganmu.... agr km tau mna yg manusia ber adab dan mna yg hnya manusia parasit tak tau diri...
biar mrtuamu tau wujud asli mantu" sengkuninya....
krna tak ada luka yg paling mnyakitkn selain pnghianatan...
syukur" kalian para kturunan dajjal di poligami.... biar tau rasa kalian....