Setelah ibundanya meninggal, sang ayah pulang membawa istri baru dan tiga orang anak.
Fania yang dulunya putri tunggal kesayangan, kini harus mengalami cobaan hidup yang pahit. Ibu dan kakak tiri yang selalu menyiksanya, membuat sang gadis kecil ketakutan.
Kabur dan bersembunyi di sebuah desa kecil bersama simbok tercinta, dan dukungan orang-orang yang menyayanginya, Fania kecil berusaha tumbuh melawan trauma dan rasa takutnya.
Kecurigaan orang-orang terhadap kematian Ibundanya, menyingkap kebenaran atas kematian Ibundanya.
Terus berguru dengan orang-orang hebat. Fania tumbuh menjadi gadis yang kuat dan berani. Ia bertekad untuk membalaskan kematian Ibundanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CloverMint, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 32
Langit senja berangsur gelap, menyambut sang rembulan yang akan hadir. Mobil yang membawa NIa dan rombongannya telah memasuki kota metropolitan yang tak pernah terlelap. Lampu gemerlap dari gedung-gedung pencakar langit menyambut kedatangan mereka dari sisi kanan kiri jalan, Setelah satu jam penuh bermacet ria di jalan besar Kota Jakarta, mobil tersebut masuk ke dalam sebuah perumahan dan memarkirkannya di halaman salah satu rumah.
Terlihat seorang pria dewasa yang berdiri di depan rumah sedang menunggu kedatangan mereka.
"Om Anton" teriak Nia saat sudah turun dari mobil. Gadis itu berlari memeluk Anton.
Anton tertawa sambil menyambut pelukan Nia. Hani, Indra, Arum, dan Mbok Nah mengeluarkan barang bawaan mereka dan membawa masuk kedalam rumah.
Niaa,kamu dapat ranking berapa?" tanya Anton sambil melepaskan pelukan mereka.
"Memang Om mau kasih hadiah apa kalau Nia dapat Ranking?"
"Hmm, kalau Nia dapat ranking 1, Om kasih hadiah dong! tapi kalau di bawah itu ya nggak ada hadiahnya!"
"Benaran ya Om! Emang hadiahnya apa?" tanya Nia bersemangat.
"Nia mau hadiah apa memang?"
"Nia mau ke Ancol, Om!"
Anton menatap Nia.
"Memangnya Nia dapat ranking berapa, berani nentuin hadiahnya?" balik tanya Anton.
"Iih Om ini ngeremehin Nia. Tau nggak, Nia itu selalu ranking satu di sekolah!" ucap Nia bangga khas anak-anak.
"Serius Nia ranking satu?" belalak Anton.
"Lima rius kalau Nia mah!"
"Ya sudah, Om lihat dulu rapot sama ijazah Nia, kalau beneran ranking satu, kita lusa pergi ke Ancol ya!" jawab Anton sambil berjalan masuk ke dalam diikuti Nia.
"Capek Kak?" tanya Anton saat masuk ke dalam rumah dan melihat Indra sudah rebahan di kursi tamu.
"Lumayan Ton"
Hani datang dari arah dapur diikuti Arum sambil membawa beberapa cemilan. Nia, Hani, Arum, Indra, dan Anton lalu duduk bersama menikmati minuman yang dihidangkan Hani.
"Nia, Arum, dan Mbok Nah tinggal dirumah mama Hani dulu ya"kata Indra.
"Iyaa Om, tapi kenapa kita nggak langsung ke rumah Nia?"
"Om Indra harus mempersiapkan sesuatu dulu Nia. Disini kan Nia juga bisa jalan-jalan dulu lihat Kota Jakarta yang sudah lama Nia tinggalkan!"
"Iyaa Om! Nia dan Arum mau diajak Om Anton pergi ke Ancol besok lusa" celoteh Nia gembira.
"Yee, kan Om Anton harus lihat rapor Nia dulu. Benar nggak tuh ranking satunya!" canda Anton. Dia sebenarnya percaya omongan Nia, cuma ingin saja menjahili anak kecil satu itu.
"Beneraaaaan Om. Nia tuh selalu ranking 1 di sekolah, Nia nggak pernah bohong." Arum buka suara membela Nia.
"Tuhh Om, dengarkan kata Arum, Nia tuh ranking terus loh."
“Hahahaha” Anton geli melihat tingkah anak-anak yang sedang beranjak memasuki masa remajanya itu.
"Iya, O, percaya deh Om. Besok Om ambil cuti dua hari, kita jalan-jalan, oke?"
"Nah gitu dong Om, kita jalan-jalan ke Ancol! Jangan lupa makan ice cream yang banyak ya Om." ucap Nia gembira.
"Oke siap nona kecil."
"Arum diajak kan?"
"Pasti di ajaklah Arum, kita sama-sama liat Ancol ya!"
"Wah makasih ya Nia, akhirnya Arum bisa ke Ancol."
"Besok jam 6 pagi Om Indra akan antar Nia dan Arum pergi ke sanggar karate Pak Wid, Temannya Pakde. Besok pagi pas Om jemput, kalian sudah harus siap ya."
"Jadi besok, Nia dan Arum langsung latihan karate, Om?"
"Iya, besok pagi Om antar kesana, lalu siangnya Om jemput kalau kalian sudah selesai latihan."
"Nia, Arum, ayo bersihkan badan dulu." Perintah mbok Nah yang muncul dari dalam.
"Iya mbok." jawab Nia dan Arum serempak, mereka langsung mengikuti mbok Nah masuk ke dalam.
###
"Jadi apa rencana kita untuk kedepannya, Ndra?" tanya Hani.
"Kalau penyelidikanmu gimana Ton? Ada pergerakan dari Laura dan sindikatnya?”bukannya menjawab, Indra malah balik bertanya ke Anton.
"Selama ini anak buahku belum menemukan kejanggalan, Kak."
"Aku masih terus memantau Laura. Kita masih harus waspada. Rencanaku hari Minggu nanti aku dan Pak Ismail akan membawa Nia, Arum dan Mbok Nah kembali ker umah tersebut." Indra menerawang.
"Sebenarnya apa sih status Laura dalam sindikatnya Fernandes itu?" tanya Hani.
"Aku juga belum tahu Han, kamu gimana Ton?"
"Yang aku tau Fernandez saat ini sedang bersembunyi di luar negri. Sedangkan sindikat mereka disini selalu berpindah-pindah, tidak ada markas tetap seperti dulu. Waktu itu saat Fernandez mencoba kabur, markasnya sempat dihancurkan oleh Pak Rojak, mereka mengalami kerugian yang besar akibat insiden itu. Sepertinya itu yang membuat Fernandez sampai membunuh anak Pak Rojak, untuk balas dendam dan juga mengalihkan perhatian Pak Rojak agar mereka bisa kabur."
"Sindikat tersebut sepertinya cukup besar ya Ton. Aku sendiri susah mencari info dari kantorku."
"Betul kak, mereka juga menyuap orang-orang dari kejaksaan, makanya kakak sulit mencari data-data tentang mereka."
Indra mendengarkan semua dengan seksama sambil berpikir.
"Aku curiga, sepertinya Laura sengaja masuk ke keluarga Subroto untuk mengambil semua kekayaan Nia, bisa jadi untuk tambah modal juga perluasan jaringan tersebut ya?"
Mereka berdiam dan berpikir sejejan"Bisa jadi kak. Aku kok nggak mikir sampai sana ya. Mereka sempat rugi besar, bos mereka bersembunyi di luar negri, nggak ada markas dan gudang juga. Mereka pasti butuh modal tambahan."
"Kalau memang seperti itu, Nia bisa dalam bahaya dong!" ujar Hani kaget.
"Untungnya Pak Alex sudah berjaga-jaga agar nggak ada yang bisa membobol hak waris Nia." guman Indra lagi.
“Sepertinya ada yang belum diceritakan Ismail kepadaku.” Indra seperti bicara sendiri, tapi Hani dan Anton tentu saja mendengar.
"Apa itu?" tanya Hani dan Anton bebarengan.
"Hmmm… Tapi ini cuma dugaanku."
"Pak Is kan dulunya juga berkutat di dunia hitam sana. Walau sudah keluar, Pak Ismail mash disegani oleh antek-antek dan sekutunya dulu. Pak Ismail sampai mengirim guru untuk membimbing Nia dalam bisnis, membantu nia untuk memperdalam ilmu bela dirinya, padahal Nia masih anak-anak." kata Indra .
"Terus kenapa, Ndra?" tanya Hani penasaran.
"Ini masih perkiraanku saja ya Han. Dugaanku selama ini Pak Ismail sedang menekan preman-preman kalangan sana untuk tidak mengusik Nia." ucap Indra sambil terus berpikir.
"Mungkin saja, Ndra. Yang aku tahu, sampai detik ini mantan bawahannya Pak Ismail masih setia dengan Pak Ismail. Mereka akan mempertaruhkan nyawanya demi Pak Ismail. Nggak cuma bawahannya, orang-orang di dunia hitam sana juga masih takut dan tunduk dengan Pak Ismail."
"Dulu waktu rumahku didatangi debt collector, Fira menghubungi dan meminta Pak Ismail untuk datang membantu. Hanya dengan melihat keberadaan Pak Ismail, para debt collector itu langsung berdiri diam dan menunduk. Para debt collector itu langsung bubar ketika Pak Ismail menyuruhnya memanggilkan pemimpin mereka untuk datang menemuinya”
"Terus kak?" tanya Anton penasaran karena memang Hani nggak pernah cerita lengkap soal masa lalu itu ke Anton yang masih di sekolah saat kejadian.
“Saat itu aku penasaran siapa itu Pak Ismail, kenapa Pak Ismail yang sangar seperti itu, mau-maunya datang kerumahku hanya untuk mengusir debt collector. Jadi aku bertanya kepada Fira untuk menceritakan kepadaku siapa itu Pak Ismail, ada hubungan apa dengan keluarganya.” Hani menerawang jauh, mengingat-ingat percakapannya dengan almarhumah sahabatnya dulu.
###
“Aku ceritakan, tapi kamu jangan bilang siapa-siapa ya, Han” jawab Fira sambil menaruh telunjukknya di bibirnya, meminta Hani untuk merahasiakan cerita yang akan disampaikannya ini.
yang di padepokan juga namanya Abah Jauhari