Penculikan yang terjadi membuatnya merasa bersalah dan bertekad untuk pergi dan menjadi lebih kuat agar bisa melindungi seorang gadis kecil yang sangat ia sayangi yaitu cucu dari Boss ayahnya. Tanpa ia sadari rasa sayangnya terhadap gadis kecil itu berubah menjadi rasa cinta yang sangat mendalam saat mereka tumbuh besar namun menyadari statusnya yang merupakan seorang bawahan, ia tidak berani mengungkapkan hati kepada sang gadis.
Namun siapa sangka saat mereka bertemu kembali, ternyata menjadi kuat saja tidak cukup untuk melindungi gadis itu. Nasib buruk menimpa gadis itu yang membuatnya hidup dalam bahaya yang lebih dari sebelumnya. perebutan kekayaan yang bahkan mengancam nyawa.
Apakah pria tersebut dapat melindungi gadis yang disayanginya itu? dan apakah mereka bisa bersama pada akhirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Skyla18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Jam 6 pagi di mansion utama keluarga Hartono, kabut masih menggantung tipis di halaman belakang ketika Azka sudah siap dengan setelan gelap dan earphone di telinga. Ia berdiri di depan jendela kaca ruang tamu sambil menatap kosong ke luar. Di telinganya, suara rekaman dari file rahasia yang ia temukan di flashdisk saat mengecek ruang bawah tanah tempo hari terus berputar.
“Jika suatu hari aku tidak ada, Azka… kau harus kembali. Bukan sebagai pelindung, tapi sebagai penentu. Warisan ini bukan hanya untuk keluargamu… tapi untuk negeri ini."
Suara ayah kandungnya terdengar. Lelaki yang tak pernah ia temui, namun kini hidup dalam suara dan jejak keputusan yang tertinggal untuknya.
Azka mengepalkan tangannya. Ia kini tahu darah siapa yang mengalir di tubuhnya. Ia bukan hanya anak seorang bodyguard. Ia adalah pewaris darah seorang pengusaha besar yang pernah jadi partner tersembunyi perusahaan Hartono.
Dan yang lebih penting, ia kini sadar bahwa dirinya dan Alya berasal dari dunia yang sama. ia ingin memberitau hal itu pada Alya namun belum saatnya mengungkapkan. Belum waktunya. Alya masih harus terlindungi dan perusahaan ini belum benar-benar aman.
_________________
Jam 8 sesampai di kampus, Alya langsung turun dari mobil hitam elegan yang di kemudikan Azka tanpa menunggu Azka membukakan pintu . Ia mengenakan setelan kuliah sederhana yaitu blazer krem dan celana bahan putih. Wajahnya tampak segar, tapi matanya menyimpan beban.
“Jemput aku jam dua siang, ya?”ucap Alya sambil menoleh ke arah Azka yang masih di dalam mobil dengan jendela yang terbuka
Azka pun turun dari mobil, mendekati Alya, lalu membenarkan tas Alya yang sedikit terbuka .
“Kalau ada apa-apa, tinggal kirim sinyal. Aku cuma lima menit dari sini,"ucap Azka mengingatkan Alya
“Aku bukan anak SMA lagi, Azka,"ucap Alya sambil tersenyum
“Tapi kamu tetap Alya yang keras kepala,"ucap Azka
Mereka saling tatap. Dan saat itu, mata Alya tak bisa menyembunyikan binarnya.
“Hati-hati ya...”ucap Alya
Ucapan sederhana, tapi penuh makna bagi Azka.
Azka pun hanya mengangguk dan menutup pintu. Ia melihat Alya berjalan masuk ke gedung kampus. Elegan, percaya diri, tapi rapuh di dalam.
Ia menunggu beberapa detik... lalu kembali ke mobil. Ada pertemuan penting yang menantinya pagi ini. Ia pun segera melaju ke kantor pusat perusahaan Hartono
______________
Jam 9 pagi di gedung pusat perusahaan Hartono, dalam ruangan berlapis kaca dengan tirai tertutup, Azka duduk berhadapan dengan dua penasihat senior perusahaan dan seorang wanita berusia 40-an tahun dengan jas formal yaitu Maya Tandiono, mantan direktur investasi Mahendra Pasifik, perusahaan mendiang ayah kandung Azka.
“Aku sudah lihat struktur kepemilikan saham. Ada nama ayahmu di situ. Tersembunyi sebagai investor diam-diam,” kata Bu Maya sambil menyerahkan berkas cetak.
“Berarti sebagian saham perusahaan Hartono... juga warisan untukku?” tanya Azka.
“Secara hukum, iya. Tapi secara politik itu berbahaya. Apalagi kalau keluarga Hartono belum tahu,"ucap seorang penasihat senior
“Belum saatnya Alya tahu. Aku tidak akan mengklaim apa pun sampai semuanya stabil. Yang penting sekarang... lindungi dia. Dan perusahaan ini,"ucap Azka sambil menyandarkan punggung di kursi dan menatap ke depan.
“Kamu cinta sama dia, ya?”ucap Bu Maya menatap Azka heran
Azka diam sejenak mendengar pertanyaan dari Bu maya
“Aku hidup untuk dia,"ucap Azka pada akhirnya
________________
Sebelum jam 2 siang, Azka sudah menunggu di depan gerbang. Ia berdiri di samping mobil dengan jas abu gelap dan kemeja hitam yang terlihat mencolok di bandingkan mahasiswa lain yang lalu-lalang. Beberapa gadis kampus melirik ke arahnya, berbisik-bisik. Tapi Azka tidak terganggu. Matanya hanya mencari satu orang.
Alya keluar dari gedung utama, langkahnya pelan. Ia membawa map di tangan, rambut tergerai, wajah lelah.
Saat melihat Azka, langkahnya terhenti sejenak, lalu tersenyum.
“Lama nunggu?”tanya Alya
“Tidak pernah terasa lama kalau nunggu kamu,” jawab Azka tanpa ekspresi, tapi cukup membuat wajah Alya memerah sesaat.
Mereka masuk ke mobil. Di dalam mobil, mereka terperangkap sunyi sejenak hingga Alya bertanya.
"Kamu capek?”tanya Alya
“Enggak. Kenapa?”ucap Azka dan menoleh ke arah Alya
“Tidak hanya saja... kamu kelihatan lebih tegang dari biasanya," ucap Alya
Azka tidak menjawab. Ia hanya mengalihkan pandangan ke luar jendela dan menjawab Alya dalam hatinya.
"Karena hari ini, aku semakin yakin kalau aku bisa memilikimu, Alya. Tapi aku masih harus bertarung untukmu. Dan kamu belum tahu siapa aku sebenarnya."
________________
Jam 4 sore, Alya berdiri di balkon lantai 18, menatap lalu lintas yang sibuk di bawah sana. Angin sore meniup rambutnya ke belakang. Azka berdiri di ambang pintu, memperhatikannya dalam diam.
“Aku ingat,” kata Alya tiba-tiba. “Waktu kecil, kamu pernah janji akan selalu lindungi aku,"lanjut Alya
Azka mendekat pelan, tapi tetap menjaga jarak.
“Dan aku masih menepatinya,"ucap Azka
“Bukan cuma jaga fisikku, Azka. Tapi... juga jaga aku dari hal-hal yang nggak bisa kulawan sendiri,"ucap Alya
Azka menatapnya lama.
“Kamu nggak sendiri, Alya. Aku di sini.”ucap Azka pada akhirnya dengan suara yang berat
Alya menoleh. Matanya memantulkan sinar jingga senja yang terlihay begitu indah.
“Kamu tahu nggak... kadang aku takut kehilangan kamu,"ucap Alya
Azka diam. Lututnya ingin goyah. Tapi ia tidak boleh menunjukkan perasaan.
“Kamu nggak akan kehilangan aku,” bisiknya akhirnya. “Kecuali kamu yang suruh aku pergi,"lanjutnya
Dan lagi-lagi, Alya hanya tersenyum. Tapi di senyum itu ada sejuta rasa yang belum bisa dititipkan pada kata.
_______________
Jam 10 malam di Kamar pribadi Azka, Azka sedang menyusun beberapa dokumen rahasia di meja kerjanya. Ia menyalakan satu layar tambahan yang menampilkan struktur kepemilikan saham, komunikasi rahasia Paman Jiwan dengan pihak asing, serta laporan internal yang bocor.
Ia menyimpan semuanya dalam sistem terenkripsi miliknya yaitu “Folder Penjaga Alya.”
Ia tahu, waktunya sudah dekat.
“Besok aku akan mulai operasi diam-diam. Menurunkan Paman Jiwan dari dalam. Tapi Alya nggak boleh tahu dulu,” gumamnya.
Ia berdiri, menuju balkon kamarnya yang menghadap ke taman. Dari sana, ia bisa melihat samar jendela kamar Alya di lantai atas. Masih menyala.
Azka bersandar ke dinding, menatap langit lalu bergumam pelan.
"Aku sudah kembali, Ayah. Bukan sebagai anakmu. Tapi sebagai penjaga dari titipan terakhirmu."
Dan dari kejauhan, suara musik piano terdengar samar. Alya sedang bermain di kamarnya. Lagu klasik yang sering dimainkan ibunya dahulu.
Azka menutup mata.
Dan malam itu, angin membawa harapan yang semakin dekat.
Bersambung