NovelToon NovelToon
Lies Of Marriage

Lies Of Marriage

Status: sedang berlangsung
Genre:Konflik etika / Selingkuh / Pelakor / Romansa / POV Pelakor / Pihak Ketiga
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Poporing

Liana adalah seorang wanita yang paling berbahagia karena ia bisa menikah dengan lelaki pujaannya, Yudistira. Hidupnya lengkap dengan fasilitas, suami mapan dan sahabat yang selalu ada untuknya, juga orang tua yang selalu mendukung.
Namun, apa yang terjadi kalau pernikahan itu harus terancam bubar saat Liana mengetahui kalau sang suami bermain api dengan sahabat baiknya, Tiara. Lebih menyakitkan lagi dia tahu Tiara ternyata hamil, sama seperti dirinya.
Tapi Yudistira sama sekali tak bergeming dan mengatakan semua adalah kebohongan dan dia lelah berpura-pura mencintai Liana.
Apa yang akan dilakukan oleh Liana ketika terjebak dalam pengkhianatan besar ini?

"Aku gak pernah cinta sama kamu! Orang yang aku cintai adalah Tiara!"

"Kenapa kalian bohong kepadaku?"

"Na, maaf tapi kami takut kamu akan...."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Poporing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 18 : Dimas pun memiliki masalah

Liana sudah kembali ke rumahnya setelah pertemuan makan siang itu dengan Dimas. Ia terpaksa menyetujui saran dari sang ibu untuk konsultasi dengan Dimas mengenai masalahnya, yang sejujurnya ia enggan untuk menceritakan itu semua kepada orang lain.

Tapi yah, dia pikir gak ada salahnya untuk dicoba. Dia juga ingin tahu apa respon Dimas setelah tahu kalau dia memiliki rumah-tangga yang hancur dan hanya dia yang berusaha untuk mempertahankannya. Ia ingin tahu pendapat Dimas sebagai seorang laki-laki.

Di sisi lain Yudis kembali bersama dengan Tiara, dan pria itu tampak tidak tenang. Hal itu tergambar jelas dari raut wajahnya yang gelisah serta tindak-tanduknya yang terus bergerak tak bisa diam.

"Mas, kamu tenanglah sedikit. Aku yakin Risa gak bakalan melakukan hal aneh-aneh lagi. Bukannya dia sudah keluar dari rumah sakit?" Ujar Tiara berusaha membuat perasaan Yudis jauh lebih tenang.

"Aku tau, tapi tetap saja..., kamu tau dia bisa nekad!" Balas Yudis yang perasaannya sudah campur-aduk memikirkan wanita itu.

"Kalau kau sangat khawatir terjadi apa-apa padanya, kenapa kamu gak pergi saja dan melihat dia?" Tiara di sini terlihat agak cemburu karena sedari-tadi Yudis terus membicarakan Liana.

"Ah, Ra..., kamu marah ya...?" Yudis yang semula berdiri kemudian duduk di sebelah wanita itu.

"Aku gak marah, aku cuma lihat kamu sangat cemas karena dia, makanya aku mengusulkan kamu untuk langsung menemui dia saja...," balas Tiara berusaha agar terdengar lebih netral meski kecemburuannya jelas tersirat.

"Aku cuma takut dia melakukan tindakan percobaan bunuh diri lagi dan kalau itu terjadi, kita bisa kena masalah...," ungkap Yudis yang jujur saja kepalanya jadi pusing tiap memikirkan kemungkinan itu.

Mendengar itu wajah Tiara menegang seketika. Ada suatu kecemasan yang tak terelakkan terlintas dalam pikirannya.

"Maafin aku, Mas..., seharusnya gak dari awal kita berbohong...," ucap Tiara yang pikirannya kalut.

Ia takut kalau sampai Tiara nekad, Yudis pasti bakal jadi orang yang dikambinghitamkan dan bagaimana kalau lelaki yang dicintainya itu akan berakhir di penjara atas kesalahan yang tak dia perbuat? Tiara gak bisa membayangkan dia dan anaknya harus dipisahkan dalam waktu lama karena hal itu.

"Tenang ya, Ra..., bukannya kamu bilang 2 bulan lagi? Kita tunggu sampai anak itu lahir ya...." Kali ini giliran Yudis yang mencoba memberikan ketengan bagi Tiara dengan pelukan hangat.

...****************...

Keesokannya Liana masih menginap di rumah orangtuanya. Sesuai dengan perjanjian hari ini dia akan pergi ke tempat kerja Dimas untuk konsultasi pada jam 10:00 pagi. Pertemuan itu ada dua sesi dan Liana tak ada pilihan selain patuh.

"Liana, kamu hari ini jadi 'kan pergi ke tempat Dimas?" Sang ibu berdiri di depan pintu ruangan kamar anak gadisnya untuk mengecek dan memastikan kalau dia akan benar-benar pergi.

"Iya, Bu," balas Liana sembari tersenyum pasrah, "Ini juga Liana lagi mau beres-beres," sambungnya yang memang terlihat sedang memilih-milih pakaian.

"Oh, bagus kalau begitu, nanti kalau sudah kita makan sama-sama, ya."

"Iya, Ibu tenang aja." Liana bergerak menghampiri wanita yang masih berada di ambang pintu. "Pokoknya, semua yang Ibu perintahkan, bakal Liana siap lakukan!" Sambungnya sambil menggenggam kedua tangan sang ibu.

"Kamu memang anak baik." Ibunya Liana tersenyum lalu menepuk pelan wajah putrinya yang cantik. "Ibu tunggu di bawah yah." Setelah itu ia pun berbalik badan dan bergegas menuruni tangga.

Liana hanya bisa menghela napas pasrah sekali lagi. Gak pergi, nanti ibunya khawatir, tapi kalau pergi, kok rasanya dia jadi merasa gak enak sama Dimas. Tapi, ya udahlah, siapa tahu keberadaan Dimas memang bisa membantunya mengeluarkan semua uneg-uneg yang tertanam dalam hatinya selama ini.

Liana pun bergegas mengganti pakaiannya dan segera turun ke bawah menemui sang ibu yang sudah menunggunya di meja makan.

Di meja makan ia terlihat gelisah dan sesekali melihat ke arah layar ponselnya. Sang ibu diam-diam menyadari gelagat sang putri dan akhirnya memutuskan untuk bertanya.

"Apa yang sedang kamu lihat, An? Kok dari tadi Ibu lihat, kamu terus ngeliatin hape. Ada yang ditunggu?" Tanyanya mencoba menggali jawaban dari sang anak. Apa dia bakal jujur atau mengelak.

"Liana cuma mau ngecek..., apa ada pesan masuk dari...." Jujur Liana gak berani berterus-terang. Khawatir ibunya marah dan merusak momen suasana pagi mereka.

"Yudis?" Tanya ibunya langsung langsung curiga.

"Iya, Bu...." Liana mengangguk dan sang ibu hanya bisa menghela napas.

"Kenapa kamu gak coba melepaskan dia saja, An...?" Ucap sang ibu secara tiba-tiba yang tak terduga. Padahal awalnya dia yang memaksa banget agar Yudis bisa bersama dengan Liana.

Liana yang tadi makan dengan santai mendadak berubah. Ia tiba-tiba meletakkan sendok dan garpunya dengan kasar di atas meja.

"Maksud Ibu itu apa?" Ia menoleh ke arah samping, menatap ibunya dengan tatapan yang sengit. "Ibu mau aku membiarkan Mas Yudis bahagia sama perempuan itu? Jadi Ibu lebih rela melihat harga diri anaknya diinjak-injak orang??" Nada suara wanita itu mulai meninggi.

"An, tenang dulu, kamu salah-paham!" Ibunya Liana berdiri, mencoba mendekati putrinya yang tampak tersinggung akibat perkataannya tadi.

"Kenapa semua orang seperti membela Tiara? Liana ini capek, Bu! Kenapa gak ada yang ngerti posisi Liana, sih!?" Wajahnya tampak memerah, dan matanya kembali berair.

"Ibu minta maaf ya, sayang." Dengan cepat wanita itu segera memeluk sang putri dari belakang.

"Udahlah, Bu. Liana lebih baik pergi sekarang...," ucapnya yang segera melepaskan kedua-tangan ibunya yang sedang mendekapnya erat.

Liana akhirnya beranjak dari tempat duduk dan berjalan pergi meninggalkan meja makan dengan sarapan pagi yang baru tersentuh beberapa sendok....

Ibunya tak bisa berkata banyak. Dalam hati ia berharap Liana bisa segera melupakan Yudis, dan menjalani kehidupannya dengan baik.

.

.

Di lain sisi Dimas tampaknya sedang berada di dalam ruangannya dan tengah menelepon seseorang.

Dari nada suaranya pria itu seperti sedang marah. Berkali-kali ia seperti memberi penegasan kepada sang penelepon kalau hubungan mereka sudah berakhir.

"Tolong, cukup! Aku sudah muak dengan semuanya, hubungan kita sudah berakhir!" Ujarnya dengan frustasi.

"Buatmu berakhir tapi enggak buatku, Mas! Buatku kamu masih calon suami aku, sampai kapan pun!" Balas suara wanita yang terdengar itu.

"Kamu...!" Dimas baru saja hendak mengatakan sesuatu tapi telepon itu sudah terlanjur dimatikan.

Dimas mematikan ponselnya dengan rasa kesal. Wajahnya berubah gusar, napasnya sedikit tak beraturan karena emosi yang membuatnya hampir meledak.

"Apa sih mau kamu, Zy...," gumamnya dengan nada pelan.

Saat itu pintu ruangannya dibuka oleh seorang wanita yang sedang membawa beberapa map dokumen.

"Pak, sebentar lagi pasien bernama Liana akan datang," ucapnya mengingatkan jadwal konsultasi yang sudah dijanjikan kepada Liana hari itu.

"Ah, ya saya mengerti. Nanti suruh masuk saja," jawab Dimas dengan sikap tenang kembali, walau raut kesalnya masih terpancar jelas pada wajahnya.

"Baik, Pak." Wanita itu dengan patuh menuruti ucapan Dimas.

"Oh iya, tolong minta ke OB untuk membuatkan saya kopi pahit, sekarang ya," lanjutnya saat wanita itu hendak menutup pintu.

Si wanita hanya tertawa kecil dan mengangguk. Dia sudah tahu kalau bosnya lagi pusing pasti minta dibuatkan kopi yang pahit. Semua itu pasti karena hubungannya dengan wanita bernama Lizy, mantan tunangan yang sampai sekarang masih suka meneror hidupnya.

Lalu bagaimana kisah kelanjutan Liana dan rumah tangganya? Apa konsultasi pertama akan berjalan baik, meskipun reaksi Liana pasti keras kalau sudah menyangkut Yudis dan Tiara?

.

.

Bersambung....

1
sutiasih kasih
klo km ngotot cerai.... setidaknya punya lah hrga diri yudis.... srcara sadar keluar dri zona nyamanmu slm ini yg mmberimu ketenaran karir...
dan saat nanti trbukti liana memang hamil.... jgn lgi ada kta mnyesal yg berujung mngusik ketenangan hidup liana dan anknya....🙄🙄
dan untuk liana.... brhenti jdi perempuan bodoh jdi jdi pngemis cinta dri laki" yg g punya hati jga otak...
jgn km sia"kn air matamu untuk mnangisi yudis sialan itu..
sutiasih kasih
knapa km msih mau prtahanin laki" macam yudis....
sdh tau km tak prnah di anggp.... bhkn km matpun yudis g akn sedih liana....
justru klo yudis km buang.... yg bkalan hidup susah itu dia dan gundiknya...
yudis manusia tak tau diri.... g mau lepasin km krna dia butuh materi untuk kelangsungan hidup gundik dan calon anaknya...
jdi... jgn lm" untuk mmbuang kuman pnyakit...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!