Takdir Untukku

Reno sengaja berhenti persis di depan rumah Chelsea bahkan ia bergegas turun membukakan pintu untuk gadis itu.

“Aneh,” gumam Chelsea dengan dahi berkerut.

“Aneh kenapa ?” Reno bertanya sambil tertawa.

“Kamu beneran Reno kan ?” mata Chelsea menyipit. “Sejak kapan Reno bersikap gentle begini ?”

“Dari dulu, tapi alergi sama cewek cerewet dan agre yang nggak bosan menyatakan cinta.”

“Hais sindir aja terus, akhirnya ujung-ujungnya kamu nyesel kan udah membuang kesempatan itu ?” cibir Chelsea.

Reno sempat melirik ke arah rumah keluarganya yang berada persis di depan rumah Chelsea. Ia sengaja memperlakukan Chlesea istimewa karena tahu kalau Revan sedang mengamati dari jendela teras yang ada di lantai 2.

“Semoga Tuhan mendengarkan doaku dan memberikan kesempatan kedua,” ujar Reno mengantar Chelsea sampai ke gerbang.

“Kesempatan hidup ?” ledek Chelsea sambil tertawa.

“Kesempatan untuk mendapatkan cintamu Chelsea sayang,” Reno balas meledek sambil mengedipkan sebelah matanya.

“Telat, Bro,” sahut Chelsea sambil tertawa.

“Belum ada kata terlambat sebelum janur kuning melengkung. Jadi tolong sabar sebentar, aku pasti akan datang padamu.”

“Kamu tuh pede banget sih, memangnya aku masih mau sama kamu ?”

“Setidaknya kamu nggak akan menyesal seperti dengan aku dulu. Aku pulang dulu, ya.”

“Udah bisa pamit ?” cebik Chelsea.

“Bisa cium juga kalau boleh,” Reno mendekatkan wajahnya membuat Chelsea mundur dan membulatkan matanya.

“Jangan cari masalah ! Mau diantar pulang bukan berarti aku punya rasa lagi buat kamu.”

Reno tergelak, senang rasanya melihat wajah Chelsea merona dan tersipu namun berusaha teleihat biasa-biasa saja.

“Jangan mimpiin aku malam ini, ya !” teriak Reno sambil tertawa sebelum masuk ke dalam mobilnya.

Chelsea mengepalkan tangan di udara sambil melotot menatap Reno.

Jangan baper ! Jangan baper ! Kamu udah tunangan sama kakaknya Reno. Ini cuma godaan. Reno benar-benar kurang asem nih ! gerutu Chelsea dalam hatinya.

Sebelum Reno bertingkah lebih jauh, Chelsea bergegas masuk ke dalam rumah dengan wajah merona. Hatinya sedang berperang, melawan desiran hatinya yang mulai timbul tenggelam.

Chelsea bergegas masuk ke dalam rumah dan berhenti saat melihat Carmila di ruang keluarga.

“Kak Mila kok tumben ?” Chelsea mendekati kakaknya yang sedang menonton tayangan film di televisi.

“Kenapa ? Aneh ya melihat aku duduk santai di rumah ?” tanya Carmila sambil terkekeh

“Iya,” Chelsea mengangguk dan melepas blazernya sebelum duduk di samping kakaknya.

“Udah makan ?” tanya Carmila.

“Udah, dipaksa Reno temenin dia makan.”

Carmila menoleh, dengan alis menaut dia menatap Chelsea dalam-dalam.

“Mami bilang kamu tunangan sama Revan, kok keluar makan malamnya sama Reno ?”

“Tadi Reno datang ke kantor, ngobrol ngalor ngidul. Ternyata dia udah minta ijin papi untuk antar Sea pulang.”

“Kamu masih suka sama Reno ?”

Chelsea spontan menggeleng meski dalam hati kecilnya ada bisikan yang bilang kalau Chelsea membohongi dirinya sendiri.

“Kamu kenapa terima lamaran Revan kalau masih suka Reno ?”

”Memang kelihatannya Sea masih suka sama Reno ? Papi juga bilang begitu,” sahut Chelsea sambil tertawa pelan.

Chelsea pun mengambil bantal sofa untuk diletakkan di atas pahanya.

“Memang nggak ada cowok lain yang bisa kamu jadikan pacar selain anak Om Robert dan Tante Siska ? Habis ngejar-ngejar Reno sekarang malah tunangan sama kakaknya.”

“Revan diluar rencana,” gumam Chelsea. “Dia cukup agresif mendekati Sea dengan sering-sering datang ke Amerika. Jujur Sea memang ingin membuang jauh-jauh hubungan dengan anak-anak Om Robert, tapi perhatian Revan dan kebaikannya membuat hati Sea merasa nyaman.”

“Nyaman nggak berarti cinta.”

“Memangnya Kak Mila pernah merasa begitu juga ?”

“Boleh aku memberi nasehat buat kamu ?”

“Boleh banget,” Chelsea mengangguk mantap. “Malah Sea suka kangen bisa ngobrol-ngobrol dan curhat sama Kakak, soalnya belakangan ini Sea tahu kalau Kakak sibuk dan nggak bisa diganggu.”

Chelsea menyandarkan kepala di bahu Carmila, mengingatkan pada kebiasaannya pada masa kecilnya. Usia mereka terpaut 7 tahun dan Chelsea sempat merasakan bagaimana Carmila memanjakannya.

“Jangan langsung menerima kalau Revan memintamu untuk menikah dengannya.”

Chelesea terdiam, ingatannya langsung melayang pada ucapan Reno.

“Kakak terlalu ikut campur, ya ?” Carmila tertawa pelan, merasa adiknya tidak suka dengan ucapannya.

“Nggak, cuma kok permintaan Kakak bisa sama dengan Reno.”

“Reno bilang alasannya kenapa dia memintamu menolak permintaan Revan ? Atau Reno bilang kalau masih cinta sama kamu ?”

“Kakak cenayang, ya ?” Chelsea tertawa dan menegakkan posisi duduknya.

“Reno cuma bilang dia nggak mau Sea sakit hati seperti yang Sea alami karena perbuatan dia 4 tahun yang lalu.

Reno minta waktu hingga bisa menunjukkan bukti sama Sea tanpa mengharuskan Sea menerima cintanya.”

“Kamu masih cinta sama Reno, kan ?” mata Carmila menyipit

“Waktu kembali ke Indonesia dan bertemu lagi dengan Reno, Sea nggak merasakan hal yang sama seperti saat pergi meninggalkan Jakarta. Semuanya terasa biasa-biasa aja. Tapi begitu Reno gencar mendekati Sea terutama mulai malam ini, tiba-tiba Sea merasakan desiran lagi di dalam hati ini meski tidak sekuat sebelumnya.”

“Kamu udah cinta mati sama Reno, ya ?” Carmila mencubit pipi adiknya yang chubby dengan wajah gemas.

“Nggak gampang sih menghapus perasaan yang udah tumbuh bertahun-tahun. Rasa itu ternyata nggak hilang, hanya ngumpet. Begitu mendengar Reno manggil-manggil, hati Sea langsung berdesir lagi.”

“Kalau begitu batalkan pertunangan kamu dengan Revan dan kembali aja sama Reno. Kakak yakin itu lebih baik.”

“Sebetulnya ada masalah apa dengan Revan sampai Kakak begitu nggak suka sama dia ?”

“Revan pernah nembak Kakak waktu kami masih sama-sama SMA. Dia kakak kelas yang cukup populer dan disukai dari adik kelas sampai teman-teman satu angkatannya. Tapi Kakak tidak termasuk di dalamnya namun malah dia ajak pacaran.”

“Kenapa ?”

“Revan itu playboy, dia suka mempermainkan hati perempuan. Satu hal mendasar yang sangat Kakak tidak suka adalah Revan pintar bersandiwara, berpura-pura jadi anak baik yang sopan, patuh dan hidupnya seakan lurus-lurus saja. Padahal sejak masih sekolah selain suka balap motor dan mempermainkan hati perempuan, Revan juga perokok berat yang sering menghabiskan waktu di dunia malam alias suka clubbing.”

“Itu sebabnya Kakak nggak mau dijodohkan sama Revan ?”

“Iya bisa-bisa makan hati seumur hidup. Kamu hati-hati aja sebelum menerima Revan. Memang selalu ada kemungkinan manusia sadar akan sifat jeleknya dan berubah. Mungkin banget Revan berubah karena dia menemukan sesuatu yang berbeda dan tulus mencintai kamu, tapi akan lebih baik kalau kamu berhati-hati aja sebelum mengambil keputusan. Kamu maunya menikah hanya sekali seumur hidup kan ?”

Chelsea mengangguk. Hatinya mendadak cemas. Dua orang yang penting dalam hidupnya mengatakan hal yang sama : berhati-hati dengan Revan.

“Jangan takut menghadapi kenyataan yang nggak sesuai harapan. Masalah Reno yang ketangkap di hotel aja bisa kamu hadapi apalagi soal Revan doang. Saran Kakak, cobalah buka hatimu untuk pria lain yang nggak ada hubungannya dengan keluarga Om Robert dan Tante Siska, jadi kalau sewaktu-waktu Revan menyakiti kamu, rasa sakitnya nggak seperti waktu Reno.”

Chelsea mengangguk-angguk dan memeluk Carmila dari samping lalu mendusel-dusel kepalanya di bahu Carmila

“Sea kamu nagpain sih ? Jorok deh belum mandi, Kakak udah mandi nih.”

Carmila mencoba melepaskan pelukan Chelsea yang tertawa-tawa tanpa melepaskan pelukannya.

“Sea lagi senang soalnya bukan cuma bisa ngobrol lagi sama Kak Mila tapi dapat nasehat yang super yahud dari Kakak tersayang.”

“Sea, ingat umur deh ! Kamu tuh bukan anak SD lagi. Sana mandi dulu, bau badan kamu.”

“Hais bau darimana ? Keluar kantor aja nggak, parfum udah seliter biar sampai besok masih wangi,” sahut Chelsea sambil tergelak.

“Parfum apa minyak pelet buat Reno ?”

“Memangnya Kakak mau punya adik ipar kayak Reno ?”

Carmila mencibir. Ia sudah berdiri menjauh dari Chelsea setelah berhasil melepaskan pelukan adiknya yang manja.

“Di mulut doang bilang mau cari jodoh bukan dari rumah seberang,” cebik Camila sambil berjalan menuju tangga ke lantai 2.

Chelsea menyusulnya dan merangkul pinggang Carmila sambil tertawa-tawa saat melihat wajah Carmia yang cemberut.

Keduanya bersama-sama menaiki tangga sambil berbincang dan tertawa, menuju kamar mereka masing-masing.