"A-aisyah. Ka-kamu? Su-dah ti-dak pe-rawan?” tanya pria itu dengan tergagap. Mencari jawaban yang sebenarnya ia sudah tahu apa jawabannya. Menatap tak percaya pada wanita yang kini ada di bawahnya.
Malam pertama yang seharusnya membahagiakan, malah menjadi awal sebuah kehancuran. Rumah tangga yang baru saja seumur jagung harus kandas hanya karena keperawanan. Hadirnya orang ketiga membuat rumah tangga yang Susah payah di bangun kembali oleh Aisyah harus hancur berantakan.
Akankah Aisyah bertahan dan mendapatkan kebahagiaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Republik Septy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 32
**Hanya bisa berpura, Tanpa bisa berkata
Menenggelamkan rasa demi sebuah fakta
Menggulung dalam rasa kecewa
Menikmati sakit yang tak terkira
🌼🌼
Happy reading**
Tok ... tok ... tok ....
Terdengar suara pintu kamar Dita yang di ketuk. Membuat kedua anak manusia yang berada di balik pintu terkejut dan melebarkan netranya. Keduanya tampak kebingungan, takut jika hubungan mereka ketahuan.
"Dit, apa kamu di dalam?" suara Aisyah terdengar dari luar pintu kamar. Sang adik tak sempat menyahut, ia sibuk mencari tempat persembunyian untuk sang kakak ipar. Dengan di temani jantung yang berdetak lebih kencang, ia mendorong sang kakak ipar ke balik tirai.
"Dita, kamu lagi ngapain? Ngapain di dalam kamar?" suara Aisyah kembali terdengar.
"I-iya, Kak. Sabar kenapa sih?" gerutu Dita dengan suara teragap. Ia berjalan terburu-buru ke arah pintu kamar untuk membukanya. Sebelum benar-benar membuka pintu itu ia memastikan sekali lagi bahwa tempat persembunyian sang kakak ipar tidak akan di ketahui.
Ceklek ....
Pintu kamar terbuka, memperlihatkan wanita cantik mengenakan gaun tidur tipis berdiri di depan kamarnya. Melihat penampilan sang kakak membuat Dita melongo. Ia melihat penampilan Aisyah dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tak biasanya kakaknya berdandan dan bisa secantik ini. Biasanya wajah natural yang tak tersentuh make-up itu di biarkan begitu saja tanpa sentuhan blush on. Biasanya hanya di beri sentuhan bedak tipis, dengan pakaian panjang tertutup.
"Kenapa? Ada yang salah?" tanya Aisyah menatap Dita seraya mengangkat sebelah alisnya.
"Ng-nggak. Kakak kok kelihatan beda? Nggak kayak biasa?" ia tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.
"Cantik, ya?"
"Nggak, biasa aja." ketus Dita berbohong. Padahal dalam hatinya ia mengakui bahwa kakaknya sangat cantik ketika berdandan. Sementara Aisyah hanya tersenyum melihat ekspresi wajah sang adik. Ia mengetahui bahwa adik tirinya itu gengsi untuk mengakui kecantikan kakaknya. Ia sengaja merubah penampilannya demi sang suami. Ia harus lebih pintar dari sang pelakor berkedok adik ipar yang ada di hadapannya. Aisyah akan terus berusaha apapun hasilnya nanti.
"Kakak mau kemana, sih? Kok dandan?"
"Ya mau tidur, lah."
"Kok dandan? Pake' baju beginian juga."
"Ya sah-sah aja dong, kan kakak udah punya suami. Kakak dandan buat suami, jadi nggak apa-apa. Malah dapat pahala. Yang rugi itu kalau kita berdandan, memakai baju seksi tapi untuk suami orang. Yang ada malah dapat dosa. Kan HARAM hukumnya." sindir Aisyah seraya tersenyum miring. Dita hanya terdiam mendengar ucapan sang kakak. Ia tersinggung dan kata-kata Aisyah benar-benar tepat mengenai hatinya. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat, menatap wanita yang ada di hadapannya dengan penuh kebencian.
"Kakak mau ngapain sih, sebenarnya kesini? Kakak mau pamer kalau kakak dandan buat suami?"
"Oh iya, kakak sampai lupa. Kakak itu ke sini mau nanya kamu. Kamu lihat Mas Arzan nggak? Tadi kok kayaknya samar-samar kakak denger suara Mas Arzan di dalam kamar kamu."
"Mana ada Kak Arzan di sini! Lagian ngapain kak Arzan di kamar Dita? Ada-ada aja deh Kakak." bohong gadis itu seraya membuang muka. Aisyah mengangkat sudut bibirnya, menatap wajah sang adik yang penuh kebohongan dan kelicikan.
"Ya kan siapa tahu, Mas Arzan salah kamar? Siapa tahu Mas Arzan lagi oleng,"
"Jangan aneh-aneh deh kak, mending kakak kembali ke kamar kakak deh. Di sini nggak ada Kak Arzan. Mending kakak cari ke tempat lain sana!"
"Beneran, di sini nggak ada?" tanya Aisyah sekali lagi dengan kepala yang melongok ke dalam kamar. Netranya tak sengaja melihat sepasang kaki yang berada di balik tirai.
"Nggak ada, lah. Lagian kakak nggak percaya banget sih?"
"Ya siapa tahu kamu ngumpetin suami kakak?"
"Jangan sembarangan yah, kak. Udah deh, mending kakak pergi dari sini! Dari pada bikin aku darah tinggi. Di bilangin kok ngeyel banget sih? Mana mungkin aku ngumpetin Kak Arzan. Kayak nggak ada kerjaan lain aja."
"Ya kan siapa tahu loh, Dit. Tapi nggak mungkin kan kamu ngumpetin Mas Arzan, kan kamu orangnya baik banget. Kamu nggak akan Setega itu sama kakak." Dita hanya diam tak bisa lagi merespon ucapan sang kakak.
"Ya udah, kalau gitu kakak cari Mas Arzan ke tempat lain deh. Mungkin Mas Arzan salah kamar," ujarnya seraya berlalu sehingga membuat Arzan yang ada di balik tirai bernapas lega. Dita dengan cepat menutup pintu kamar dengan cepat, ia sedikit membanting pintu karena kesal.
"Gimana? Aisyah udah pergi?" tanya Arzan seraya menatap Dita dengan sedikit kecemasan yang bergelayut di wajahnya.
"Udah! Kenapa? Mau nyusulin dia karena dia cantik? Penasaran sama dia?" Dita mendelik menatap pria yang ada di hadapannya.
"Kamu kenapa sih? Udah untung nggak ketahuan. Lagian aku mau ke kamar lah. Ngapain di sini? Kalau sampai ketahuan sama Aisyah gimana?"
"Ya bagus dong, biar lebih cepat proses cerainya." sahut Dita dengan nada tinggi.
"Jangan sembarangan kamu kalo ngomong. Aku belum siap buat kehilangan Aisyah."
"Terus kenapa kakak mau sama aku? Kenapa kita jalin hubungan ini kalau kakak belum siap buat lepasin Kak Aisyah?"
"Karena aku ...." Arzan menggantung kalimatnya, ia pun tidak tahu mengapa ia masih terus berhubungan dengan sang adik ipar. Padahal ia tahu pasti bahwa cintanya hanya milik Aisyah, ia juga tahu pasti bahwa dirinya tidak bisa kehilangan sosok istri seperti Aisyah.
"Jawab, kak!" Desak gadis itu dengan wajah memerah menahan amarah. Ia merasa di permainkan oleh Arzan.
"Kakak bilang akan bertanggung jawab dan menikahi aku, kan?" tambahnya.
Arzan mengernyitkan keningnya, menatap Dita dengan remeh.
"Bukankah kamu yang menyerahkan sendiri keperawanan kamu padaku? Kamu bilang mencintaiku, kamu rela menyerahkan harga dirimu padaku. Kenapa sekarang aku harus bertanggung jawab?"
Dita menatap tak percaya pada sang kakak ipar.
"Apa maksud kakak? Kenapa kakak bilang seperti itu? Bukankah kakak juga menikmati semuanya, bahkan kita melakukan hal itu tidak hanya sekali! Kita melakukan semuanya sudah berkali-kali!" teriak Dita. Ia tidak peduli jika suaranya akan di dengar oleh orang lain di luar sana.
"Aku dalam keadaan hancur saat itu. Dan kamu datang dengan suka rela menawarkan kenikmatan yang belum pernah aku nikmati sebelumnya. Kamu pikir, pria mana yang akan menolak kenikmatan surga dunia yang di tawarkan dengan cuma-cuma? Hanya pria bodoh yang menolak hal itu! Dan kamu adalah wanita bodoh yang rela menjual harga diri di atas nama cinta. Kamu dan Aisyah, apa bedanya? Kalian sama saja bodohnya." Dita menatap tak percaya pada pria yang ada di hadapannya.
"Aku nggak mau tahu, kakak harus segera nikahi aku! Aku nggak mau kehilangan kakak. Apalagi kakak yang udah ngambil kesucian aku! Pria mana yang akan mau menerima aku? Aku nggak mau nasib aku sama kayak kak Aisyah. Punya suami yang nggak mau Nerima dia apa adanya. Pokoknya kakak harus cepat talak Kak Aisyah dan segera nikahi aku!"
Tanpa keduanya sadari, ada isak tangis tertahan penuh luka di balik pintu kamar. Sesekali jemari lentiknya menghapus dengan kasar buliran bening yang menuruni wajahnya. Ia meremas kedua tangannya, menahan perih yang tercipta di atas luka yang semakin menganga di seluruh bagian hatinya. Luka itu semakin besar setiap harinya, dengan rasa sakit yang teramat perih.
nikung saudara gak ada akhlaq🤣🤣🤣
dia kya gtu jga karna nyokap lo