NovelToon NovelToon
Gadis Kecil Milik Sang Juragan

Gadis Kecil Milik Sang Juragan

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Selingkuh / Obsesi / Beda Usia / Romansa
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: PenulisGaje

Armand bukanlah tipe pria pemilih. Namun di umurnya yang sudah menginjak 40 tahun, Armand yang berstatus duda tak ingin lagi gegabah dalam memilih pasangan hidup. Tidak ingin kembali gagal dalam mengarungi bahtera rumah tangga untuk yang kedua kalinya, Armand hingga kini masih betah menjomblo.

Kriteria Armand dalam memilih pasangan tidaklah muluk-muluk. Perempuan berpenampilan seksi dan sangat cantik sekali pun tak lagi menarik di matanya. Bahkan tidak seperti salah seorang temannya yang kerap kali memamerkan bisa menaklukkan berbagai jenis wanita, Armand tetap tak bergeming dengan kesendiriannya.

Lalu, apakah Armand tetap menyandang status duda usai perceraiannya 6 tahun silam? Ataukah Armand akhirnya bisa menemukan pelabuhan terakhir, yang bisa mencintai Armand sepenuh hati serta mengobati trauma masa lalu akibat perceraiannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenulisGaje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

1. Bukan Sembarang Duda

"Kalian harus tau, semalam aku menghabiskan malam yang sangat menggairahkan dengan seorang mahasiswi. Awalnya ku kira bakalan dapat perawan, tapi ternyata 'gawangnya' udah dijebol duluan. Walau begitu, nggak nyesal aku ngeluarin duit untuknya, soalnya 'servis' tuh cewek, beuhh mantap banget."

Armand yang sedang menyeruput kopi di cangkirnya langsung melirik sahabatnya, Fandy, yang kalau bicara tidak pernah ada filternya.

"Emangnya semalam abis berapa duit?"

Kali ini, seraya meletakkan kembali cangkirnya di atas meja, Armand mengarahkan pandangan lurus ke depan, dimana Daffa, yang asyik mengupas kulit kacang rebus.

Sejak beberapa belas menit yang lalu, Armand hanya bertindak sebagai pendengar. Ia tak ingin menyela kalau tak mau diisengi oleh Fandy, yang notabenenya selalu suka merecoki kehidupan pribadi mereka semua.

"Nggak banyak-banyak amat kok."

"Berapa emangnya?" tanya Daffa lagi dengan tangan yang tetap sibuk mengupas kulit kacang dan kemudian memasukkan kacang tersebut ke dalam mulutnya.

"Kurang lebih 5 juta."

"Sekali 'servis'?

Fandy mengangguk seraya mengambil cangkir kopinya di atas meja dan menyeruput kopinya perlahan.

"Habis berapa ronde semalam?"

Untuk pertanyaan yang satu itu, Fandy tak berniat mengeluarkan suara. Sebagai gantinya, Fandy mengangkat tangan kirinya, menunjukkan tiga jari sebagai jawaban.

Sontak saja jawaban berupa 3 jari yang ditunjukkan tersebut tak hanya membuat Daffa yang menghela nafas, tapi Armand juga melakukan hal yang sama.

Sungguh, Armand tak habis pikir mengenai kesenangan duniawi yang dinikmati oleh sahabatnya itu, yang mana tak segan-segan menggelontorkan uang yang tak sedikit hanya demi untuk mencari kesenangan sesaat.

"Hati-hati kena penyakit loh, Fan."

Celetukan bernada lembut namun terdengar serius di saat bersamaan tersebut membuat Armand, Fandy dan Daffa langsung menoleh ke asal suara.

Ketiga pria yang sama-sama berusia matang tersebut tersenyum saat melihat Faris, si duda beranak satu, entah sejak kapan sudah berdiri di tengah pintu. Sosok Faris yang selalu tampak kalem, tidak hanya penampilan tetapi juga ekspresi wajah, membuat mereka selalu menjuluki Faris sebagai lelaki paling enak dipandang diantara mereka berempat.

Dengan menjadikan rumah Faris sebagai tempat pertemuan mereka sore ini, dimana mereka kompak memilih duduk di halaman belakang rumah, jadilah sesi pamer Fandy pun dimulai.

"Nggak bosan apa, Fan, sama kesenangan sesaat yang kau pilih itu?" Faris bertanya seraya menarik satu kursi yang tersisa dan duduk di sana. "Coba kau liat Armand, meski sudah lama menduda, dia nggak pernah tuh bersenang-senang dengan cara begitu.

"Eh bapaknya Naura diam aja. Duda yang belum lama ini di... " Fandy langsung mengatup rapat bibirnya.

"Apa?" tanya Faris seraya mengedikkan dagunya.

Fandy mengunci bibirnya rapat-rapat. Hampir saja tadi ia keceplosan mengutarakan kalimat yang tak boleh dibicarakan. Sungguh, Fandy jadi merasa serba salah, Fandy tak tahu lagi bagaimana harus menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Bukan karena tidak ada bahan yang bisa dibicarakan, hanya saja Fandy takut asal nyeletuk, yang nanti malah membawa-bawa kehidupan pernikahan Faris, yang mana baru beberapa bulan lalu istrinya meninggal dunia.

"Udahlah, nggak usah ngomongin Fandy dan caranya mencari kesenangan." Armand akhirnya buka suara karena tak tega melihat si cerewet Fandy tiba-tiba jadi bisu dan tak tahu harus mengatakan apa. "Bagaimana keadaan putrimu, Ris? Demamnya sudah turun atau belum?" tanya Armand untuk mengalihkan pembicaraan.

"Udah agak mendingan. Setelah minum obat tadi, dia langsung tidur. Makanya aku bisa lurusin penggung sebentar di sini." Faris menghela napas berat. "Sejak ibunya meninggal, Naura jadi gampang sakit. Biasanya berdiri di bawah hujan berjam-jam pun dia tahan. Sekarang... "

"Yang sabar ya, Ris." Armand menepuk lembut bahu sahabatnya itu.

"Coba ajak ibumu tinggal sama kalian. Mungkin aja dengan adanya ibumu, Naura bisa mendapatkan lagi kasih sayang seorang ibu yang beberapa bulan terakhir telah hilang darinya." Daffa memberi saran.

"Aku setuju." tiba-tiba saja Fandy yang tadinya cosplay jadi orang bisu langsung buka suara.

"Setuju apanya?" Daffa mendengus sebal si cerewet sudah kembali bersuara.

"Ya itu, Faris minta ibunya buat tinggal di sini. Selain bisa merhatiin Naura, gadis manis itu nggak akan lagi kesepian kalau ditinggal bapaknya yang lagi kerja."

"Aku udah nyoba buat bujuk ibuku untuk tinggal di sini, tapi dia bilang nggak betah tinggal lama-lama di kota."

"Pakai Naura sebagai alasan." Armand turut memberikan sedikit solusi. "Bilang aja kalau anakmu itu benar-benar butuh perhatian dari beliau dan gunakan juga alasan soal Naura yang jadi sering sakit setelah ibunya meninggal dunia."

"Nanti aku coba ngomong lagi sama ibuku." Faris menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. "Kita lupakan dulu soal masalah. Soalnya ada satu soal yang udah lama buat aku penasaran."

"Apa tuh?"

"Apa itu?"

Baik Fandy maupun Daffa kompak menyuarakan tanya yang hampir serupa.

Kali ini helaan napas berat terdengar dari hembusan napas Armand.

Walau Faris tidak mengatakan secara langsung mengenai soal apakah yang membuatnya penasaran serta kepada siapa rasa penasaran tersebut diarahkan, entah mengapa Armand sudah bisa menebak jika Faris ingin menanyakan sesuatu padanya.

Sesuatu yang sebenarnya sangat tidak ingin Armand bahas ataupun kenang.

"Soal bagaimana akhirnya aku bisa bercerai dari Lina?" tebak Armand langsung. Begitu melihat ketiga sahabatnya sama-sama mengarahkan atensi penuh padanya, helaan napas Armand semakin terdengar berat.

"Iya, aku juga sangat penasaran soal itu. Gimana sih caranya, Man, kau akhirnya bisa lepas dari perempuan sinting dan nggak tau malu itu?" sesuai julukannya, Fandy tak merasa harus memfilter perkataannya.

"Hooh, aku juga penasaran." Daffa tak lagi sibuk mengupas kulit kacang rebus kesukaannya. "Bukannya waktu itu kau keliatan sangat nggak berdaya sama semua ancaman mantan istrimu itu?"

"Nah, bapak Armand Rizaldi yang terhormat, waktu dan tempat kami persilahkan untuk menjawab hingga tuntas rasa penasaran kami."

Armand mendengus kesal. Perkataan Faris barusan membuatnya tak memiliki cela untuk kembali menghindar. Pasalnya, sudah tak terhitung berapa banyaknya pertanyaan yang sama yang mereka ajukan selama 6 tahun terakhir. Karena dirasa tak lagi memiliki alasan untuk melarikan diri, Armand menatap secara bergantian ketiga sahabatnya.

"Cepetan dong, Man, kasih tau kami. Jangan sampai kami jadi arwah penasaran karena nggak pernah tau gimana caranya kau bisa terlepas dari perempuan bi... "

"Aku mendapat telpon dari ibuku. Entah beliau mendapatkan firasat seperti apa, tiba-tiba saja beliau berpesan kalau aku harus lebih mementingkan kebahagiaan diriku sendiri. Beliau bahkan bilang kalau janji nggak selamanya harus ditepati, jika memang janji tersebut hanya akan membuat aku nggak bahagia."

"Hanya itu?" Faris lebih dulu bersuara setelah melihat Armand tak lagi bersuara.

"Nggak ada drama bunuh diri atau apalah gitu?" Fandy gregetan sendiri jadinya melihat ekspresi Armand yang datar, sedatar tembok yang ada belakangnya.

"Minimal ada aksi teriak-teriak kayak orang gila lah." Daffa ikut menimpali.

"Tentu aja kalian pikirkan itu benar-benar terjadi." jawab Armand seraya perlahan menyandarkan punggungnya.

"Lalu?"

"Karena udah mendapatkan dukungan dari ibuku, nggak peduli Lina sedang dirawat karena overdosis akibat obat tidur yang diminum nya, aku tetap kekeuh berpisah. Meski keluarganya mengecam tindakanku yang mereka anggak nggak berbelas kasihan, tega, dan masih banyak kata-kata buruk lainnya, aku tetap dengan keputusanku untuk berpisah." Armand menjawab pertanyaan Faris dengan menghela napas berat berulang kali. "Udah, segitu aja ceritanya. THE END! Nggak ada lagi sambungannya." imbuh Armand lagi dengan nada suara tak ingin dibantah.

Lalu, baik Fandy, Daffa, dan juga Faris tak lagi bisa menanyakan apapun kepada si juragan tanah serta pemilik perkebunan kopi dan juga kelapa sawit itu.

1
Ana Umi N
lanjut kak
y0urdr3amb0y
Wuih, penulisnya hebat banget dalam menggambarkan emosi.
Alucard
love your story, thor! Keep it up ❤️
PenulisGaje: makasih udah mau mampir dan baca cerita saya 🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!