Setelah Malam Pertama
Jadikan masa lalu sebagai kenangan dan pembelajaran.
Tataplah masa depan dan raihlah kebahagiaan.
***
Happy Reading ....
Seorang wanita bersurai coklat duduk di sebuah bangku panjang di pinggir jalan. Terlihat asyik membaca sebuah novel berukuran tebal yang ada di dalam genggamannya.
Semilir angin sore meniupkan beberapa helai rambut panjangnya yang tergerai. Daun kering berguguran dari atas pohon yang kini menaunginya.
Tiba-tiba ia merasakan ada sebuah tangan yang menutup kedua matanya dari belakang. Tanpa di beritahu, wanita itu sudah paham siapa sosok itu.
Ia tersenyum, mengabaikan novel yang sedari tadi menemaninya. Menyentuh tangan yang masih menutupi penglihatannya.
“Mas, jangan bercanda.” ujarnya lembut.
“Yah ketahuan ....” desah seorang pria yang berada di belakang wanita itu. Ia menurunkan tangannya, berjalan mengelilingi bangku panjang yang sedang di duduki kekasihnya dan kini ia pun ikut mendaratkan tubuh di sebelah wanita yang kini tengah mengulas senyum hangat menatapnya.
“Kenapa kamu bisa mengenaliku? Padahal aku belum bersuara sama sekali.”
“Aku bisa mengenalimu meski aku tak melihatmu. Aku tak perlu mendengar suaramu karena aku akan selalu mengenalimu.” ujarnya tanpa menghilangkan senyum manis yang selalu terbingkai indah di wajahnya.
“Ya ... Ya ... penulis mah gitu. Kata-katanya selalu wow.”
“Apa sih, mas. Aku hanya mengatakan apa yang ingin aku katakan.” elak wanita itu seraya terkekeh geli melihat bibir pria di sebelahnya yang kini cemberut.
“Iya, paham. Tapi mas bingung.”
Wanita itu mengernyitkan dahi.
“Bingung? Bingung gimana?”
“Mas tidak paham apa yang kamu katakan.”
Ucapan pria yang ada di sampingnya itu seketika membuat wanita itu tergelak.
“Astaga mas. Intinya, aku akan selalu mengenali mas. Dah gitu aja pokoknya.” memasukkan novel miliknya ke dalam tas sandang berwarna hitam.
“Aisyah ....” lirih pria itu seraya meraih jemari wanita yang tengah menatapnya.
“Ya mas. Kenapa?”
“Aku mencintamu.”
Wanita yang bernama Aisyah itu tersenyum, mengusap lembut punggung tangan yang sedang menggenggam jemarinya.
“Aku lebih mencintaimu.” balasnya.
“Menikahlah denganku.”
Mendadak tenggorokan wanita itu terasa tercekat. Ini semua terasa sangat tiba-tiba baginya. Bahkan kini netranya melebar, di dera rasa terkejut dan tak percaya.
“Mas ....” hanya itu yang sanggup keluar dari bibirnya. Tak terasa bulir bening itu turun tanpa permisi, hatinya tersentuh dan sangat terharu. Kedua tangannya menggenggam lebih kuat.
“Iya, sayang.” pria itu mengusap pelan bulir bening yang membasahi wajah kekasihnya. Mengecup kedua mata wanita yang ia cintai itu.
“Jangan menangis. Nanti di kira orang mas berbuat macam-macam kepadamu.” menoel hidung bangir milik Aisyah.
“Mas apa kau yakin ingin menikahiku?”
Pria itu menatap Aisyah penuh tanya.
“Kenapa kau bertanya seperti itu sayang? Harusnya kamu jingkrak-jingkrak atau salto karena aku mengajakmu menikah. Ini kok malah bertanya yakin apa tidak?”
“Mas sudah sangat yakin, sayang. Bahkan ini semua sudah mas pikirkan dari beberapa bulan lalu.” imbuhnya seraya mengusap lembut wajah Aisyah.
“Mas, aku tidak sedang tidur kan?”
“Astaga sayang. Kamu kira semua ini mimpi?”
Aisyah mengangguk.
“Astaga kekasihku yang cantik, baik hati dan tidak sombong. Ini bukan mimpi, aku Arzan Denandra melamarmu. Maukah kamu, Aisyah Azura menerima lamaranku dan menikah denganku? Menghabiskan sisa usia bersama hingga maut memisahkan dan mengarungi bahtera rumah tangga bersama pria menyebalkan sepertiku?” ada rasa lucu ketika pria itu mengatakan bahwa dirinya menyebalkan. Tapi rasa haru dan bahagia lebih mendominasi perasaan wanita yang telah berurai air mata itu. Dengan cepat ia mengangguk.
“Will you marry me?” tanya Arzan sekali lagi. Netranya menatap dalam ke manik coklat milik Aisyah, penuh harap.
“Yes, i Will.”
Tanpa aba-aba, pria itu menarik Aisyah ke dalam pelukannya. Mencium lamat-lamat pucuk kepala kekasihnya.
“Terima kasih, sayang. Terima kasih karena telah menerimaku. Maaf aku bukan pria romantis, yang hanya bisa melamarmu di bawah pohon Trengguli di pinggir jalan. Bahkan di bangku yang di penuhi debu jalanan.” ujarnya setelah melepaskan pelukan.
“Astaga, mas. Aku tidak perlu lamaran yang romantis. Aku sudah bahagia seperti ini.” senyum kebahagiaan tak luntur dari wajah teduh Aisyah. Sudah sejak lama ia menunggu hari di mana akan di lamar oleh kekasihnya. Menjalin hubungan selama satu tahun, tanpa berbicara mengenai pernikahan. Dan kini, akhirnya hari yang ia nantikan tiba jua. Hingga ia tak bisa menahan rasa bahagia yang menggulung hatinya.
Seperkian detik berikutnya, senyum itu berubah menjadi hambar. Wajahnya tiba-tiba menjadi pucat ketika mengingat sesuatu.
“Mas,”
“Iya, sayang.”
“A-apa aku boleh bertanya sesuatu?” ujarnya ragu.
“Tentu. Kamu mau bertanya apa?”
“A-aku ....” Aisyah terlihat ragu. Sementara Arzan menunggu apa yang akan di tanyakan kekasihnya itu.
“A-apa kamu mau menerima masa laluku?”
“Aku akan menerima semua masa lalu kamu, sayang.” jawab Arzan meyakinkan.
“Masa lalu ku sangat buruk, mas. Apakah nantinya kamu tidak akan menyesal jika tahu semuanya?” tanya Aisyah lagi.
“Biarkan masa lalu menjadi sebuah kenangan, dan jadikan masa lalu sebuah pembelajaran. Sekarang, aku masa depanmu. Aku akan menerima semuanya, sayang. Baik buruknya kamu di masa lalu, aku akan menerimanya.” ucap pria itu seraya mengecup telapak tangan sang kekasih. Ucapan Arzan yang sangat meyakinkan, membuat Aisyah lega. Ia pun kini bisa mengulas senyum sempurna.
Ia segera menepis segala keraguan yang menggerogoti hatinya. Apakah aku harus menceritakan semuanya?
Ah, ingat Aisyah. Allah saja menutupi aibmu, kenapa kamu malah mau membukanya? Bukankah Arzan pun sudah mengatakan bahwa ia akan menerima semua masa lalumu? Bisiknya dalam hati.
“Ayo pulang.”
Aisyah mengangguk, ikut berdiri dan melangkah beriringan bersama sang calon suami.
“Aku akan meminta restu pada Ayahmu. Semoga saja beliau merestui kita.”
“Aku yakin, Ayah pasti akan merestui hubungan kita.”
“Yah, semoga saja.” Arzan kembali mencium punggung tangan Aisyah. Menyalurkan kebahagiaan dan rasa cinta yang semakin menggebu. Akhirnya, ia akan melepaskan masa lajang tahun ini. Bersama wanita yang satu tahun ini menemaninya. Hanya Tuhan yang tahu tentang perasaannya saat ini.
Keduanya menghampiri sepeda motor yang terparkir tak jauh dari tempat mereka duduk tadi. Memasangkan helm pada Aisyah, memastikan helm itu terpasang dengan benar.
“Terima kasih, calon suami.” goda Aisyah, sehingga membuat Arzan terkekeh geli.
“Sama-sama calisku.”
“Calis? Calis itu apa mas?” tanya Aisyah seraya duduk di jok belakang.
“Calis itu calon istri, sayang.” sontak saja kata-kata Arzan membuat wajah Aisyah bersemu. Semburat merah sangat kentara di wajah bersih milik wanita itu.
“Ayo, kita berangkat. Meminta restu pada calon mertua.” Kekeh Arzan yang langsung mendapat tepukan ringan di bahunya. Melajukan motor besarnya membelah jalanan kota Surabaya yang cukup padat. Membawa harapan besar demi masa depan.
❤️❤️❤️
Hai all ...
Semoga kalian suka dengan cerita baru ku ya🤭
Jangan lupa dukungannya.
Like, komentar, gift dan vote.
Karena dukungan dari kalian semua merupakan hal yang sangat berharga untuk author 😘
Salam sayang untuk kalian semua😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
🍁𝐀𝐑𝐀❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
kayaknya Aisyah menyimpan rahasia besar ini
2023-05-01
2
🍁𝐀𝐑𝐀❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
ayoo semangat lagiii
2023-05-01
1
🍁𝐀𝐑𝐀❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
izin mampiiir kak
2023-05-01
1