Untuk melunasi hutang Ayahnya, Silvi terpaksa menikah dengan Andika. Sejak saat itu hidupnya seperti di neraka. Dia hanya menjadi pemuas Andika yang memang seorang casanova itu. Meski sudah memiliki Silvi tapi dia masih saja sering mengajak wanita lain ke apartemennya.
Silvi merasa tidak sanggup lagi dengan kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan Andika, akhirnya dia kabur. Andika terus mencari dan ingin membawanya kembali. Di saat itulah Andika merasa kehilangan.
Berbagai cara sudah Andika lakukan untuk mendapatkan Silvi lagi. Apakah Silvi mau kembali dengan Andika atau Silvi lebih memilih bersama Dion, sahabat yang selalu setia menemaninya dan juga mencintainya dengan tulus?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
Setelah dua tahun usia pernikahan mereka berlalu, kini Silvi dan Andika tinggal di rumah Pak Adi yang telah di renovasi. Rumah itu menjadi mewah dan luas dengan dua lantai.
Sampai dua tahun terlewati, Silvi dan Andika belum juga diberikan momongan. Mereka sudah periksa ke Dokter Kandungan dan semua dinyatakan sehat.
Silvi kini juga sudah lulus pendidikannya di kampus.
"Sayang, kenapa melamun?" Andika baru saja pulang dari kantornya sore hari itu. Akhir-akhir ini dia memang sering melihat Silvi melamun.
"Eh, Mas, udah pulang?" Silvi membalikkan badannya lalu mencium punggung tangan Andika. Dia membantu Andika melepas jas kemudian meletakkan tas dan jas Andika pada tempatnya.
"Mas mau makan sekarang?" tanya Silvi.
"Aku mau mandi dulu terus aku mau mengobrol sama kamu. Jangan kemana-mana." Andika mencium singkat pipi Silvi lalu dia masuk ke dalam kamar mandi.
Silvi hanya duduk di tepi ranjang sambil menunggu Andika membasuh dirinya.
Tak butuh waktu lama, Andika keluar dari kamar mandi. Dia bertelanjang dada sambil mengeringkan rambutnya. Setelah itu dia letakkan handuk basah di tempatnya lalu menyisir rambutnya.
"Sayang, jangan melamun terus." Andika kini duduk di samping Silvi dan memeluknya dari samping. "Kenapa?"
Silvi hanya menggeleng pelan..
"Kan, kamu sudah lulus kuliah. Besok kita cari tempat untuk sanggar tari kamu ya."
Silvi hanya menganggukkan kepalanya pelan.
"Kamu mikirin apa?" Andika menangkup kedua pipi Silvi dan menatapnya lekat.
"Aku..." Silvi menghela napas panjang. "Rasanya aku sangat ingin sekali cepat punya anak, Mas."
Seketika Andika memeluk Silvi dengan erat. "Iya, aku mengerti apa yang kamu rasakan. Semua materi yang aku beri buat kamu gak akan bisa menggantikan keinginan kamu itu. Kita sudah periksa ke Dokter, semua baik-baik saja dan sehat. Kita juga sudah mengikuti anjuran Dokter. Memang belum waktunya saja. Sabar ya..."
Silvi menganggukkan kepalanya lagi.
"Mungkin, Allah masih belum percaya sama aku. Karena aku telah mencelakai anak pertama aku dulu. Maafkan aku. Ini semua terjadi karena aku. Andai saja waktu itu aku gak kasar sama kamu, umur anak kita udah dua tahun lebih."
Air mata itu kembali terjatuh di pipi Silvi. Dadanya terasa sangat sesak. "Mas, jangan ingatkan aku tentang masalah itu lagi. Ini bukan salah Mas Dika. Ini sudah takdir."
"Iya, maaf ya." Andika mengusap lembut rambut Silvi. "Jangan menangis lagi. Kita harus terus berusaha sama-sama dan berdo'a." Andika melepas pelukannya dan menghapus sisa air mata Silvi yang masih membasahi pipinya.
"Tapi, kalau seandainya sampai bertahun-tahun aku tidak bisa memberikan keturunan, bagaimana? Apa Mas Dika akan..."
"Sssttt.." Andika menutup bibir Silvi dengan telunjuknya. "Aku akan tetap sama kamu. Jangan dipikirkan lagi. Masih banyak jalan agar kita bisa mendapatkan buah hati. Aku juga sudah atur jadwal dengan Dokter, jika memang sampai tahun kita belum mendapatkan buah hati, kita bisa melakukan program bayi tabung."
Silvi mengangguk pelan.
"Jangan didengerin omongan siapapun tentang masalah ini. Justru, kita bisa menikmati waktu berdua kita dulu." Andika tersenyum penuh arti lalu dia mendekatkan wajahnya. Mencium lembut bibir tipis yang telah menjadi candu itu. Satu tangannya menyentuh punggung Silvi dan bergerak pelan naik turun.
Silvi semakin menikmati setiap sentuhan Andika. Kedua tangan Silvi kini berada di punggung Andika yang masih polos dan bergerak kecil menyusuri tulang selangka.
Suara decapan semakin terdengar memenuhi kamar mereka. Ciuman Andika kian turun dan menyusuri leher putih Silvi.
Beberapa saat kemudian ponsel Andika berbunyi dengan keras. Awalnya Andika biarkan saja tapi bunyi itu berulang lagi.
Akhirnya Andika melepas ciumannya dan meraih ponselnya. "Iya, hallo Ron... Astaga, aku hampir lupa soal makan malam itu. Thanks udah kamu ingetin." Kemudian Andika mematikan panggilannya dan meletakkan kembali ponselnya di atas nakas.
"Ada apa, Mas?" tanya Silvi.
"Ada acara makan malam dengan pemilik PT Hadi Utama. Sekarang, kamu siap-siap ya. Kita datang sebentar saja lalu kita pulang dan lanjut adegan barusan."
Silvi tersenyum kecil sambil mencubit dada Andika. Kemudian Silvi berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh dirinya terlebih dahulu.
ditgg karya selanjutnyaaaa