"Sampai kapan kamu akan berlindung di ketiak mama? Kalau sikap kamu manja seperti ini mana ada laki-laki yang mau menikahi kamu. Abang tahu kamu sering dimanfaatkan oleh pacar-pacar kamu itu 'kan?"
"Abang, jangan meremehkan aku. Aku ini bukan gadis manja seperti yang kau tuduhkan. Aku akan buktikan kalau aku bisa mandiri tanpa bantuan dari kalian."
Tak terima dianggap sebagai gadis manja, Kristal keluar dari rumahnya.
Bagaimana dia melalui kehidupannya tanpa fasilitas mewahnya selama ini?
Yang baca wajib komen!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nirwana Asri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyesalan Agung
"Bang, aku mau pulang duluan."
Alex berjalan menghampiri Kristal. "Kamu menginap lagi di sana?" tanyanya dengan nada pelan. Kristal mengangguk.
"Sebaiknya jangan." Alex melarangnya karena merasa apa yang dilakukan oleh adiknya itu berlebihan. Kristal menautkan alisnya. "Kenapa, Bang?" tanya Kristal tak mengerti.
"Kamu ini bukan apa-apa bagi keluarganya Ruli. Biarkan anggota keluarganya saja yang menjaga. Bukankah dia masih punya orang tua?" Kristal terdiam sejenak.
Alex memegang kedua bahu adiknya. "Abang tahu kamu peduli sama pacar kamu itu, tapi menjenguknya tiap hari saja sudah cukup Kristal. Kamu juga punya orang tua yang mencemaskanmu di rumah. Bukankah kemaren kamu tidak pulang ke rumah? Papa dan mama pasti merindukan anaknya. Belum saatnya kamu berbakti pada Ruli. Kamu ngerti kan maksud Abang?" Alex meminta adiknya untuk berpikir.
Kristal menghela nafas beratnya. "Baiklah, aku akan menjenguk dia sebentar lalu pulang," ucapnya dengan wajah sendu. Setelah itu gadis itu pergi.
"Adek lo kenapa Lex?" tanya Andi yang melihat wajah Kristal tiba-tiba muram setelah Alex berbicara padanya.
"Urusan kakak adek," jawab Alex dengan santainya.
Ketika berada di rumah sakit Kristal berjalan sambil merenungkan omongan abangnya. "Selamat sore, Tante," sapa Kristal. Dia melihat Amara juga berada di sana. Tak lupa dia tersenyum ke arah sang kekasih.
"Baru pulang kerja ya, Nak?" tanya Lira. Kristal mengangguk lalu duduk dan meletakkan tasnya.
"Kapan Mas Ruli boleh pulang?" tanya Kristal.
"Mungkin dia tiga hari lagi," jawab Lira.
Kristal sebenarnya berat menyampaikannya tapi apa yang dikatakan Alex itu benar. "Tante, hari ini aku tidak bisa menunggui Mas Ruli."
Ruli menautkan alisnya. Dia mengira kalau Kristal akan menemaninya sampai sembuh. Akan tetapi Lira bisa memahami Kristal masih milik orang tuanya. "Tidak apa-apa sayang, masih ada Tante dan Amara yang bisa bergantian jaga."
Kristal melihat ke arah Amara. Gadis itu pun mengangguk mengiyakan omongan sang ibu.
"Kenapa sayang?" tanya Ruli. Dia sedikit kecewa dengan keputusan Kristal.
"Aku belum pulang dari kemaren, Mas. Orang tuaku mengkhawatirkan aku. Tapi aku janji padamu aku akan mengunjungimu tiap hari sepulang kerja." Kristal berusaha membujuk pacarnya itu.
Sekarang Ruli paham. Dia juga tidak bisa menyuruh-nyuruh Kristal seenaknya. Status mereka hanya pacaran tidak lebih. Ruli tersenyum pada Kristal. "Tidak masalah sayang, lagi pula aku tidak akan lama lagi keluar dari rumah sakit. Sebenarnya aku sudah tidak tahan dengan bau obat di sini, tapi dokter belum mengizinkan."
"Jangan memaksakan diri untuk pulang kalau belum diizinkan sama dokter." Kristal memberi saran.
"Oh, ya Tante mau pulang sebentar ada barang yang mau kami ambil. Nanti malam balik lagi ke sini. Kamu nggak apa-apa kan Tante tinggal Kristal?" tanya Lira pada kekasih anaknya itu.
"Iya, Tante. Kalian pulangnya hati-hati. Lira dan Amara pun keluar setelah berpamitan.
"Mas Ruli sudah makan? Maaf aku ke sini buru-buru tadi jadi nggak sempat beli sesuatu buat kamu," kata Kristal.
"Kalau makan kamu boleh nggak?" Goda Ruli.
"Makan tuh yang bikin kenyang. Mana ada makan orang yang bikin kenyang," cibir Kristal. Dia pura-pura tidak tahu maksud Ruli.
"Duduk sini! Kupaskan aku apel itu," tunjuk Ruli pada buah yang ada di atas nakas. Kristal pun menuruti perintah kekasihnya.
Dua jam kemudian Amara masuk kembali ke ruangan Ruli. "Kamu sudah datang?" tanya Kristal.
Amara mengangguk. "Kakak boleh pulang sekarang," ucapnya dengan lembut.
"Mas aku pamit ya. Sekali lagi maaf karena aku tidak bisa menjagamu di sini malam ini," kata Kristal yang merasa tidak enak.
"Tidak apa-apa. Pulangnya hati-hati jangan ngebut kalau bawa mobil," pesan Ruli pada Kristal.
"Mana ada. Aku tidak pernah ngebut," elaknya.
"Tidak ngebut apanya," gumam Ruli lirih sambil melihat kepergian Kristal. Dia ingat Kristal selalu membawa mobil dengan kecepatan tinggi.
Sesampainya di rumah, Berlian menyambut kedatangan putrinya. "Mama kira kamu tidak pulang hari ini," ucapnya.
Kristal memeluk ibunya erat. "Aku masih menjadi anak mama, belum waktunya aku berbakti pada orang lain selain orang tuaku."
"Terima kasih sayang masih ingat orang tuamu ini. Mama bangga sama kamu." Berlian mencium kening putri kesayangannya itu.
"Tapi bolehkah aku mengunjungi Mas Ruli tiap hari, Ma?" Kristal meminta izin pada orang tuanya.
"Boleh, apa perlu mama temani juga?"
Kristal menggelengkan kepalanya. "Aku hanya mampir sebentar sepulang kerja."
Selama dua hari terakhir Kristal selalu mampir ke rumah sakit tiap kali pulang kerja. Hal itu tidak luput dari pengamatan Agung. Dia penasaran pada mantan kekasihnya itu ke mana saja setelah pulang bekerja. Karena mobil Kristal selalu menuju ke arah yang berlainan dari jalan pulangnya ke rumah. Jadi Agung mengikuti mobil Kristal. Ternyata dia ke rumah sakit.
"Begitu perhatiannya kamu sama pacar kamu itu Kristal," gumam Agung sambil tersenyum miring. Hatinya sedikit iri. Dia merasa menyesal telah putus dengan Kristal. Padahal dulu Kristallah yang mengejar Agung.
Sampai akhirnya ada suatu kejadian yang membuat mereka putus. Kristal tak sengaja mendapati Agung tengah mencium gadis lain ketika sedang ada acara berkemah yang diadakan oleh pihak kampusnya. Saat itu Kristal sengaja menyusul ke bumi perkemahan tempat diadakannya acara tersebut.
"Apakah aku boleh mencicipi bibirmu ini?" tanya Agung pada gadis yang selalu mengejarnya di kampus tanpa sepengetahuan Kristal. Namun, Alex dan yang lainnya tahu kalau Agung memiliki fans berat.
Selain mudah bergaul Agung juga tipe pemuda yang tampan dan modis di setiap penampilannya.
Gadis itu mengangguk. Tentu saja kesempatan ini tidak disia-siakannya. Kapan lagi bisa merebut hati laki-laki yang diincarnya selama ini.
Sedangkan Agung sangat penasaran bagaimana rasanya berciuman. Sebagai laki-laki normal dia pun ingin merasakannya. Semenjak berpacaran dengan Kristal dia tidak pernah menyentuh gadis itu kecuali hanya bergandengan tangan dan berpelukan.
Tentu saja karena dia menghormati Alex yang tak lain adalah kakak kandung Kristal sekaligus teman baiknya. Agung juga tidak mau merusak kekasih kecilnya itu. Mengajari ciuman berarti telah membuat pikirannya terkontaminasi. Dia tidak mau Kristal berpikir macam-macam padanya. Meskipun setiap kali melihat Kristal hasrat untuk mendapatkan sentuhan lebih dari pelukan itu ada tapi sebisa mungkin dia tahan.
Saat itu Agung dan gadis itu berada di tempat yang sepi. Mereka berciuman. Ini pertama kali baginya tapi dia mengikuti nalurinya. Agung merasakan sesuatu yang berbeda ketika sedang berciuman. Sesuatu yang baru pertama kali dia rasakan. Dan itu tidak pernah dia dapatkan dari Kristal.
"Mas Agung ke mana Bang?" tanya Kristal pada Alex yang baru saja tiba bersama sahabatnya. Alex menggedikkan bahu. Lalu Kristal memutuskan untuk mencari ke sekeliling bumi perkemahan itu.
Kristal tiba-tiba terpaku di tempat ketika melihat seorang laki-laki yang dia kenal sedang menempelkan bibirnya pada gadis lain. Kristal menajamkan matanya dan penglihatannya itu tidak salah.
"Mas Agung," teriak Kristal. Agung dan gadis itu terperanjat kaget.
Agung pun meninggalkan gadis itu dan memilih mengejar Kristal.
"Kristal tunggu! Aku bisa jelaskan."
Kristal berhenti lalu menampar pipi Agung. "Kita putus!" Serunya sambil berderai air mata.
Semenjak saat itu Agung merasa sangat menyesal karena telah mengkhianati wanita yang dia cintai.