Masa putih abu-abu adalah masa paling indah setiap remaja begitu pula yang dialami Bunga. Cinta yang membara dan menggebu serta pengaruh darah muda yang bergejolak membuatnya dan sang kekasih terhanyut dalam pusaran dosa manis yang akhirnya membuat hidupnya penuh luka.
Bunga hamil. Kekasihnya pergi. Keluarga kecewa dan membenci lalu mengusirnya. Terlunta-lunta di jalanan. Kelaparan. Dicaci maki. Semua duka dan luka ia hadapi seorang diri. Ingin menyerah, tapi ia sadar, dosanya sudah terlampau banyak. Ia tak mungkin mengabaikan permata indah yang telah tumbuh di rahimnya. Tapi sampai kapankah ia sanggup bertahan sedangkan semesta sepertinya telah terlampaui jijik kepadanya?
Inilah kisah Bunga dan lukanya.
Jangan lupa tap love, like, komen, vote, dan hadiahnya ya biar othor makin semangat update!
Bacanya jangan skip, please! Jangan boom like juga! soalnya bisa menurunkan kualitas karya di NT! Terima kasih. 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. XXXII Protes Putri
Malam ini Nathan memilih tidak pulang ke rumah orang tuanya. Ia memilih pulang ke apartemen pemberian sang ayah atas kembalinya ia ke Indonesia. Bila sebelum-sebelumnya ia memilih pulang ke rumah orang tuanya karena di sana untuk melepaskan dahaga kerinduan setelah sekian tahun terpisah dengan orang tuanya, maka tidak dengan malam ini. Ia memilih mengurung diri di sana untuk menumpahkan segala sesak yang sejak tadi ditahannya. Lebih tepatnya sepulangnya dari rumah kontrakan Bunga. Sesak setelah tahu cerita singkat bagaimana kehidupan yang dijalaninya setelah terusir dari rumah orang tuanya.
Di apartemen yang sunyi dan sepi itu, Nathan menumpahkan segala sesaknya melalui bulir-bulir bening yang kian deras saat membayangkan betapa sulit dan rumitnya kehidupan Bunga kala itu.
Nathan sengaja tak menyalakan lampu, hanya ada bias dan pantulan cahaya temaram yang berasal dari kelap-kelip lampu gedung-gedung bertingkat yang tak jauh dari apartemennya.
Setibanya di apartemen, tubuh gagahnya langsung luruh di lantai, bersandar di tepi ranjang. Ia meraung, menjerit, dan berteriak untuk menumpahkan sesak dan nyeri di dadanya. Betapa perjalanan hidup Bunga sungguh menyakitkan. Betapa kehidupan Bunga selama ini sangat menyedihkan. Nathan bingung, bagaimana caranya untuk menebus segala salah, dosa, dan khilafnya, sedangkan luka yang ia gores saja benar-benar luar biasa.
"Bunga, maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku ... " lirih Nathan dengan berurai air mata.
"Aaargh ... kau memang brengsekkk, Nath! Kau memang bajingaan. Gara-gara kau, Bunga diusir dari rumahnya. Gara-gara kau, Bunga dan Putri harus hidup menderita. Kau memang tak pantas dimaafkan, Nath. Mati saja kau! Aaaaakh ... "
Nathan terus meraung, menjerit, dan menghentakkan kepalanya di tepi ranjang. Bahkan ia tanpa ragu memukul-mukul wajahnya sendiri kemudian meninju lantai hingga buku-buku jarinya memar dan berdarah.
Sungguh, ia benar-benar menyesal. Hatinya pun hancur dan terluka saat mengetahui perjalanan hidup Bunga setelah terusir dari rumahnya sendiri. Itu baru sebagian cerita, belum benar-benar seluruhnya. Perjalanan hidupnya selama 6 tahun ini belum diceritakannya. Bahkan tentang anak laki-lakinya yang telah pergi sebelum sempat lahir ke dunia pun belum Bunya ceritakan. Mungkin, Nathan akan makin hancur bila tahu mengenai hal tersebut.
Bunga sengaja tidak menceritakan keseluruhan penderitaan hidupnya selama ini sebab ia tahu, hati Nathan itu rapuh bila hal tersebut berhubungan dengan dirinya, tapi ia justru begitu keras dengan orang lain. Pernah ada seorang yang tidak sengaja menabrak bahunya sehingga kepala Bunga terbentur dinding. Ia sangat khawatir dan panik. Bahkan tanpa sungkan ataupun malu, Nathan membopong Bunga ke ruang UKS. Setelah Bunga mendapatkan perawatan, Nathan segera pergi mencari laki-laki yang menyebabkan Bunga terluka kemudian menghajarnya hingga babak belur. Andai tak ada Aryo dan Andra, mungkin laki-laki itu akan berakhir masuk UGD.
...***...
Sudah 3 hari Nathan tidak pulang ke rumahnya. Stefani yang tidak mendapatkan kabar setelah 3 hari yang lalu Nathan mengabarkan kalau ia akan tidur di apartemen, seketika cemas. Ia pun bergegas mendatangi apartemen Nathan untuk memeriksa keberadaan putranya itu sebab semenjak hari itu juga, Nathan tak kunjung bisa dihubungi.
Stefani yang memiliki akses masuk ke apartemen Nathan pun masuk begitu saja dan menyalakan semua lampu. Apartemen itu terasa begitu sepi dan sunyi. Ia pikir, Nathan tidak berada di sana. Namun, saat membuka pintu kamar Nathan dan menyalakan lampunya, Stefani sontak membelalakkan matanya. Rasa panik menyergap seketika. Bagaimana Stefani tidak khawatir saat mendapati putra semata wayangnya tengah tergelak di atas lantai dengan mata terpejam, wajah yang sangat pucat, tubuhnya dingin, dan tangan penuh luka.
Seketika pikirannya berkecamuk.
"Nathan, sayang, bangun, nak! Kamu kenapa, sayang? Mama mohon buka matamu, sayang. Ini mama. Mama mohon, bukalah matamu!" lirih Stefani sambil mengguncang-guncangnya pelan pundak Nathan. Namun Nathan tak bergeming. Ia tetap setia menutup matanya.
Khawatir terjadi sesuatu yang buruk pada putra tunggalnya tersebut, Stefani pun segera menghubungi Alan, suaminya. Tak butuh waktu lama, Alan pun datang diikuti beberapa perawat laki-laki dan sebuah brankar untuk membawa Nathan ke dalam mobil ambulance.
20 menit kemudian, Nathan pun berhasil dibawa ke rumah sakit tempat Alan bekerja untuk menjalani pemeriksaan.
Sementara itu, di kontrakan minimalis tempat Bunga dan Putri tinggal, tampak seorang gadis kecil yang sedang duduk termenung sambil memeluk boneka sapi kesayangan yang ia bernama Coco. Padahal baru 3 hari Putri tidak melihat kedatangan sang ayah, tapi ia sudah begitu merindukannya.
Tidur tak tenang, makan tak lahap, pikiran tak konsen, semuanya terfokus pada sesosok pria yang baru ia ketahui merupakan ayah kandungnya sendiri.
"Put, makan yuk!" bujuk Bunga lembut. Tapi Putri justru menggeleng. Entah mengapa, perasaan gadis kecil itu terasa tak nyaman. Namun ia tidak mengerti alasannya. Pikirannya kini hanya dipenuhi oleh sosok ayahnya. Ayah yang telah lama ia rindukan dan harapkan kehadirannya.
"Putri kenapa? Ada yang sakit?" tanya Bunga cemas melihat raut sendu di wajah Putri.
Putri mengangguk, membuat Bunga kian khawatir.
"Yang mana yang sakit sayang?"
Lalu Putri menunjuk dadanya yang berdegup dengan kencang.
"Ma, kok dada Putri dug dug dug dug melulu ya? Apa karena Putri kangen papa? Papa kemana sih? Kok papa nggak datang-datang? Atau mama marahin papa lagi jadi papa nggak berani datang?" tutur Putri dengan wajah polosnya.
Bunga mengerjapkan matanya, ia pikir Putri tidak akan menanyakan kenapa ayahnya tak kunjung datang 3 hari ini, tapi ternyata dugaannya salah. Putri justru sangat merindukan ayah biologisnya itu.
Seketika, dada Bunga terasa sesak. Ia pun sebenarnya penasaran, kemana Nathan hingga 3 hari ini tidak ada kabar berita sama sekali. Ingin menghubungi, tapi ia tidak memiliki nomor ponsel Nathan. Kalaupun punya, rasanya ia terlalu enggan untuk menghubunginya.
"Ma, kok mama diam aja sih?"
"Eh, iya, ada apa sayang?" tanya Bunga gelagapan.
"Ma, Putri kangen papa, papa kemana? Kok nggak datang-datang sih?" lirih Putri yang matanya sudah memerah.
"Oh itu ... papa kayak bisa, sibuk, sayang. Jadi nggak bisa datang kemari. Putri yang sabar ya! Doakan saja supaya papa sehat-sehat selalu. Putri kan sayang papa," ujar Bunga lembut mencoba memberi pengertian.
"Telepon papa dong, ma! Bilangin papa buruan pulang, Putri kangen," lirih Putri dengan wajah memelas dan mengiba.
Bunga menghela nafasnya, bingung itu yang ia rasa.
"Tapi mama nggak punya nomor papa, Put."
Mendengar hal tersebut, Putri berdecak lalu membaringkan tubuhnya membelakangi Bunga.
"Mama aneh, masa' nomor hp papa nggak punya, giliran nomor om Edgar disimpan," protes Putri membuat Bunga menggaruk tengkuknya sendiri. Ia tak menyangka, ternyata gadis kecilnya itu begitu kritis dan bisa protes bila keinginannya tidak bisa terwujud.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...
tapi yg bikin seneng tetep hepi ending.makasih thor ud kasih bacaan yg bagus.terus semangat berkarya...♥️♥️