Cerita ini mengisahkan tentang Mawar. Menikah muda dengan Aditya walaupun sudah di larang oleh kedua orang tuanya.
Setelah berjuang ingin bangkit dari kemiskinan, rela berjualan kripik singkong agar suaminya bisa kuliah. Untuk menepis keraguan orang tuanya.
Namun, setelah berhasil. Apa jadinya jika sang suami malah menikah lagi?
Kita ikuti yuk kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trisubarti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehadiran Keluargaku.
"Kapan kamu mau menggantikan Papa memimpin konveksi ini Bim?" tanya Papa.
Abim hanya diam berpikir sejenak.
"Abim mau saja Pa, tapi bukan sekarang" sahutnya tegas.
"Daripada kamu bekerja di tempat orang lain, menurut Papa sih lebih baik di perusahan sendiri, walaupun tidak besar seperti perusahan Johan." titah Pak Wahit.
"Abim pulang duluan ya Pa, mau ada keperluan lain" pungkasnya tidak menjawab nasehat Papanya.
"Ya, hati-hati" ucap Pak Wahit hanya menggelengkan kepala menatap kepergian anaknya.
Sementara Abim menjalankan mobilnya, ia berjanji menonton dengan Diah, mereka akan ketemuan di mall dekat tempat tinggal Diah.
Abim juga ingin bertanya tentang hubungan Adit dengan Mawar. Sebab, Diah pernah bercerita bahwa Mawar adalah kakak iparnya.
Abim sampai di mall pandanganya mengedar mencari sosok kekasihnya, terasa ada yang memeluk dari belakang Abim cepat memutar tubuhnya.
"Heis, nggak boleh peluk-peluk, belum waktunya" ucap Abim menyinkirkan tangan Diah.
Abim selama ini menjalin hubungan yang sehat, akan selalu menjaga kehormatan kekasihnya hingga menikah nanti. Tetapi Diah selalu kesal, setiap Abim menolak jika di sentuh Diah.
"Sudah, jangan cemberut, lebih baik kita cari makan yuk" ucap Abim kemudian menuju restoran Mal.
Mereka pun memesan makanan. "Kamu jangan cemberut terus kek, setiap ketemuan tuh, kamu selalu marah" kata Abim heran, ada masalah sedikit saja kekasihnya itu marah kadang sampai berhari-hari.
"Kamu yang selalu munafik, pura-pura nggak mau di sentuh!" ketus Diah.
"Atau ada wanita lain di luar sana?! tuduh Diah.
Membuat Abim terkejut. "Diah! kamu nggak boleh gitu dong, jangan seperti anak kecil, sedikit, sedikit marah" nasehat Abim.
"Brak" Diah menggebrak meja hingga menjadi pusat perhatian.
"Astagfirlullah... Diah!" Abim rasanya malu sekali menjadi tontonan.
"Kita nggak jadi makan! kita putus!" Bentak Diah kemudian pergi meninggalkan Abim. Abim berlari mengejar sampai halaman mall. Namun Diah cepat naik taksi.
Abim menghela nafas panjang menatap taksi yang di tumpangi Diah hingga hilang dari pandangan.
Abim kemudian masuk kedalam mobil, sepanjang jalan ia berpikir, hubungan dengan Diah sudah tidak benar. Diah tipe orang yang pemarah manja, dan selalu di turuti kemauanya.
Diah juga wanita yang agresif berkali kali merayu Abim ingin minta lebih.
Abimanyu pria yang selalu menjunjung norma agama. Didikan dari Papa Wahit dan Mama Sahina sungguh di terapkan kepada kedua anaknya.
Tidak terasa mobil Abim sampai di halaman rumahnya.
Setelah memakirkan mobil, Abim bergegas naik keatas.
"Kenapa kak, pulang-pulang mukanya kusut begitu?" tanya Intan ketika berpapasan di tangga terakhir.
"Nggak apa-apa" sahut Abim datar.
Intan mengikuti langkah kakaknya masuk kedalam kamar.
"Eh mau ngapain loe ikut masuk?" tanya Abim kesal.
"Elah kak, kok jadi marah sih? biasanya juga gue sering masuk kok" sahut Intan. "Pasti lagi ada masalah sama Diah kan?" selidik Intan.
"Keppo loe" sahut Abim kemudian menjatuhkan tubuhnya di kasur.
"Bukan begitu kak, gue tuh tahu siapa Diah" sahut Intan kemudian duduk di ranjang.
"Eh gue mau tanya sesuatu nih?" Abim melupakan Diah kemudian mengalihkan pembicaraan.
"Apaan kak?" tanya Intan mendekati kakakya.
"Loe kan sahabat Mawar, berarti loe tahu dong siapa suami Mawar?" tanya Abim.
"Belum pernah lihat suaminya sih kak, memang kenapa kakak tiba-tiba bertanya tentang kak Mawar? biasanya kalau kak Mawar main kesini, kak Abim juga nggak pernar menyapa" sahut Intan.
"Besok kamu tanya dech, siapa suaminya"
"Iya, tapi kenapa kak?"
"Nggak usah banyak tanya, yang penting tanya saja siapa suaminya" ucap Abim kemudian kekamar mandi. Mandi mungkin akan membuat badanya segar.
*******
Lima hari kemudian, tepatnya jam lima pagi, Mawar baru selesai shalat subuh kemudian membuat sarapan pagi. Mawar berhenti sejenak tatkala mendengar ketukan pintu.
Mawar segera berjalan kedepan membuka kunci kemudian menarik handle pintu.
Ceklek.
Mawar terbelalak tatkala melihat siapa yang datang.
"Bapak... Ibu... " Mawar memeluk Ibu, Bapak kemudian Melati bergantian.
"Bapak, sama Ibu sehat?" tanya Mawar masih enggan melepas pelukan hangatnya.
"Alhamdulillah sehat" sahut Bapak dan Ibu.
"Rencana Mas Adit mau ajak aku menjemput Bapak sama Ibu besok pagi, eh ternyata sudah sampai" kata Mawar mengurai pelukanya.
"Suamimu kemana nak?" tanya Pak Sutisnya, bersikap biasa saja seolah tidak ada masalah apa-apa, padahal tanganya sudah gatal ingin menghajar menantunya.
"Di ruang kerja Pak, kerjaan banyak seminggu ini kurang fokus kerjanya" sahut Mawar.
"Mari masuk" ucap Mawar memeluk pinggang Ibunya dari samping kemudian masuk kedalam.
"Duduk dulu, Pak, Ibu" ucap Mawar.
"Bapak numpang kekamar mandi dulu ya Maw" ucap Bapak.
"Oh silahkan Pak" Bapak kekamar mandi kemudian Mawar kedapur membuat teh manis disusul Ibu dan juga Melati.
"Kakak masak apa? baunya wangi?" tanya melati melihat omlet yang masih di penggorengan kemudian mencoba sedikit.
"Kebiasaan ini anak, bukan cuci tangan dulu" cegah Ibu Riska menyentil tangan Melati.
"Hehehe, iya, iya, lupa" nyengir.
"Maw, kamu baik-baik saja kan nak?" tanya Ibu Riska lembut.
Mawar menoleh cepat. "Maksud Ibu?"
"Jangan sembunyikan apa pun nak, aku Ibumu, siap menampung keluh kesah kamu, walaupaun kamu sudah dewasa bukan berarti semua masalah kamu telan sendiri, tidak mau berbagi dengan Ibumu"
"Memang kenapa Bu, Mawar tuh nggak kenapa-kenapa kok" elak Mawar.
"Sudah kak, nggak usah di tutup-tutupi kami sudah tahu kok, kalau kak Adit menikah lagi" melati menimbrung.
"Sok tahu kamu" sangkal Mawar.
"Adikmu benar nak, ceritakan sama Ibu" Ibu mengelus kepala Mawar.
"Ibu tahu dari mana?" pada akhirnya Mawar bicara.
"Ibu tahu dari mana, itu tidak penting nak" sahut Ibu.
"Ayo duduk di depan saja Bu" Mawar kemudian membawa nampan kedepan meletakkan di atas meja, kemudian ketiganya duduk.
Mawar menarik nafas kemudian menceritakan semuanya tidak ada yang di tutup-tutupi.
Ibu Riska manggut-manggut mendengar penuturan anaknya.
"Terus sekarang apa yang akan kamu lakukan nak?" tanya Ibu sedih. "Bapakmu marah-marah terus" sambung Ibu khawatir.
"Sudah menjadi keputusan Mawar Bu, Mawar akan jalani kehidupan ini" ucap Mawar tak ada keraguan.
"Ya Allah nak... tapi apa kamu yakin? dan kuat dengan keputusan kamu?" "Menurut dari beberapa orang yang berbagi suami itu berat menjalaninya nak." Ibu memberi gambaran yang pahit, sambil mengusap-usap punggung anaknya.
"Do'akan saja Bu, andai wanita itu keadaanya bukan seperti Mbak Silfi, mungkin aku juga akan mundur"
"Aku sasihan sama madumu kak, tapi aku lebih kasihan kepada kakak" sambung Melati. Melati dari tadi menyimak dengan rasa sesak. Andai dirinya yang mengalami kisah seperti kakak perempuan satu-satunya tentu dia tidak akan sanggup.
"Kamu harus tahu Mel, akan ada hikmah atas setiap kejadian" "Meskipun sulit kita terima saatnya nanti hati kita telah lapang dan sepenuhnya ikhlas akan ketetapan NYA" "Kita akan mengerti dari sedih terdapat kebaikan yang takkan pernah kita duga sebelumnya."
"Jika kita di suguhi dua gelas minuman pahit dan juga manis, ada kalanya kita pilih yang pahit"
"Tidak semua minuman pahit akan beracun justru kadang yang pahit akan menjadi obat yang mujarab." begitu juga minuman manis hanya enak di mulut namun kita akan merasakan efek buruk setelahnya."
"Kakak...hiks hiks" Melati menghambur ke pelukan kakaknya begitu juga Ibu.