Seorang pendekar tua membawa salah satu dari Lima Harta Suci sebuah benda yang kekuatannya bisa mengubah langit dan bumi.
Dikejar oleh puluhan pendekar dari sekte-sekte sesat yang mengincar harta itu, ia memilih bertarung demi mencegah benda suci itu jatuh ke tangan yang salah.
Pertarungan berlangsung tiga hari tiga malam. Darah tumpah, nyawa melayang, dan pada akhirnya sang pendekar pun gugur.
Namun saat dunia mengira kisahnya telah berakhir, seberkas cahaya emas, menembus tubuhnya yang tak bernyawa dan membawanya kembali ke masa lalu ke tubuhnya yang masih muda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon biru merah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 29. Keluar Dari Makam
Keadaan tempat penyimpanan Kitab Raja Obat kini benar-benar kacau balau. Roh penjaga makam bangkit dengan kekuatan luar biasa, membuat semua orang berlarian menyelamatkan diri, termasuk Lin Yan.
Cun Yin, yang sejak awal membawa pasukan dari Sekte Gunung Rembulan, juga telah memutuskan menarik semua bawahannya dan melarikan diri ke jalur yang mereka lewati sebelumnya. Ia tahu situasi ini sudah di luar kendali.
Sementara itu, roh penjaga masih sibuk menyerang Tan Ko yang kini sudah tidak bisa bergerak. Tubuh Tan terlentang di tanah, tak sanggup bangkit. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan hanyalah menunggu kematian menjemputnya.
Lin Yan, yang menyadari kesempatan itu, segera bergerak. Ia kembali menyusuri lorong menuju tempat ia sebelumnya bertarung melawan Harimau Es Abadi. Di belakangnya, beberapa orang ikut melarikan diri, tak tahu lagi ke mana arah yang aman. Namun Lin Yan tidak peduli. Fokusnya hanya satu—keluar dari tempat ini.
Getaran hebat mengguncang seluruh makam. Dinding-dinding batu mulai retak, serpihan mulai runtuh dari langit-langit. Tanpa memedulikan suara jeritan orang-orang di belakang, Lin Yan terus berlari, melewati jalur yang sudah dikenalnya.
Akhirnya, ia tiba di depan pintu masuk goa. Di luar dugaan, bukan hanya di dalam makam yang terguncang hebat—tanah di luar pun berguncang, seolah seluruh tempat ini akan runtuh.
Di tempat lain, Guru Bai yang juga tengah mencari jalan keluar tiba-tiba melihat sosok tergeletak tak jauh dari jalurnya. Ia berhenti sejenak.
“Itu… bukankah dia Tetua Sekte Seribu Teratai? Tetua Du Long?” gumam Guru Bai terkejut.
Ia mendekat, memeriksa nadi Tetua Du Long yang ternyata masih berdetak, meski sangat lemah. Mengingat hubungan baik antara Sekte Pedang Suci dan Sekte Seribu Teratai, Guru Bai tidak tega meninggalkannya. Dengan hati-hati, ia mengangkat tubuh Du Long ke punggungnya dan kembali berlari menuju pintu keluar.
Hal yang sama juga dilakukan Lan Zhi dan Xing Feng. Mereka tidak berniat mengambil risiko dan segera meninggalkan tempat itu ketika gempa besar mulai menghancurkan makam dari dalam.
Kembali ke Lin Yan, yang kini sudah mendekati gerbang keluar makam. Beberapa kali ia berpapasan dengan orang-orang yang juga berlari panik, namun ia tidak memperdulikan mereka.
Berbekal peta makam dewa yang telah berada di tangannya, Lin Yan dapat dengan mudah menemukan jalur tercepat menuju keluar.
Namun saat kakinya baru saja menapaki tanah di luar makam, serangan mendadak melesat ke arahnya.
Sreeet!
Serangan itu hanya berhasil melukai pipinya, namun cukup membuatnya berhenti dan waspada.
Puluhan pendekar dari aliran hitam ternyata telah menunggu di luar. Mereka mengincar semua orang yang keluar dari makam—target mereka adalah rampasan, harta, atau benda berharga yang berhasil dibawa keluar.
Situasi langsung berubah menjadi kacau. Beberapa pendekar dari aliran putih dan netral menolak menyerahkan barang mereka, sehingga bentrokan tak terelakkan.
Lin Yan mengedarkan pandangan. Ia tahu, ini bukan waktu yang tepat untuk bertarung. Namun begitu melihat sosok yang tadi menyerangnya melangkah maju, ia tak bisa menahan amarahnya.
“Tsk… bahkan sebelum sempat bernapas lega, aku sudah disambut orang gila…” desisnya sambil mencabut Pedang Merah Membara dari pinggangnya.
Ting!
Dua pedang beradu.
“Kalau kau ingin tetap hidup, serahkan semua barang yang kau bawa dari dalam!” seru pendekar hitam yang menyerangnya.
Lin Yan tidak membalas. Ia langsung menebas dari sisi kanan.
“Tarian Pedang Laut,” bisiknya.
Serangan-serangannya tajam, cepat, dan presisi. Gelombang serangan datang bertubi-tubi, menekan lawannya tanpa memberi jeda.
“Ugh… Apa-apaan ini? Kekuatan macam apa ini…?” seru lawannya, mulai mundur setengah langkah. “Mustahil… Dia hanya di tingkat bumi menengah!”
Namun setiap kali ia mencoba membalas, serangan Lin Yan selalu datang lebih dulu—menyerang titik lemah, membuatnya terus bertahan. Napasnya mulai ngos-ngosan.
“Tidak masuk akal… Aku, pendekar langit menengah, ditekan bocah ini!?”
Satu tebasan menyambar dari arah bawah.
Slash!
Lengan kirinya putus. Darah menyembur ke udara.
“ARGHH!!!” jeritnya, mundur dengan wajah pucat. Namun belum sempat ia melangkah jauh, Lin Yan sudah berputar dan melompat ke atas, lalu menebas lurus ke arah leher.
Darah memercik.
Selesai.
Lin Yan menarik napas pendek, lalu mengedarkan pandangan. Pertarungan masih berlangsung di sekelilingnya, namun ia memilih untuk segera menjauh.
Namun langkahnya tidak benar-benar tenang.
Seseorang mengikuti dari belakang.
“Pedang merah menyala… Itu dia. Bocah itu yang membunuh muridku,” gumam seseorang dengan suara dingin dan penuh dendam.
Sosok itu adalah Fang Xi, salah satu tetua dari Sekte Iblis Darah, sama seperti Tan Ko. Awalnya ia tidak tertarik pada Lin Yan. Tapi setelah mengamati pedang yang digunakan dan gerakan bertarungnya, semua cocok dengan laporan anak buahnya.
Tanpa pikir panjang, Fang Xi mulai mengejar.
Lin Yan menyadari kehadiran pengejarnya, namun tidak memperlambat langkah. Ia melompat di antara pepohonan, berusaha meninggalkan Fang Xi di belakang.
Namun Fang Xi bukan lawan sembarangan. Sebuah serangan jarak jauh dikeluarkannya dari kejauhan—angin tajam meluncur seperti bilah pisau.
Lin Yan melompat ke samping, menahan serangan itu dengan pedangnya. Tapi kekuatan serangan itu cukup untuk membuatnya terlempar ke belakang.
Fang Xi langsung mengejar. Begitu jarak mereka cukup dekat, ia mencabut pedangnya sendiri dan mulai menyerang secara langsung.
Serangan Fang Xi sangat rapi dan cepat. Satu tebasan ke leher, satu tusukan ke dada, lalu sapuan horizontal ke pinggang. Lin Yan menahan semua itu dengan tenaganya yang tersisa, bertahan mati-matian.
Dentingan pedang terdengar berulang-ulang, tiap benturan membuat telapak tangan Lin Yan memanas. Getaran dari bentrokan senjata membuat jarinya sedikit kesemutan.
Namun matanya tetap tajam. Ia tahu pertarungan ini akan berakhir buruk jika ia bertahan terlalu lama.
“Dasar bocah keras kepala!” teriak Fang Xi, menyerang lagi dengan kombinasi tiga tebasan lurus yang diakhiri dengan putaran pedang ke arah kaki.
Lin Yan melompat mundur, lalu berputar dan menangkis dari atas.
Benturan keras kembali terjadi, membuat tanah di bawah mereka retak.
Pertarungan itu berlanjut, membuat keduanya terus bergerak di antara pepohonan, bayangan pedang berkelebat cepat, suara ledakan tenaga dalam sesekali terdengar menghantam tanah dan pohon di sekitar mereka.
Lin Yan mulai berpikir keras. “Aku harus mengakhiri ini cepat… Jika tidak, dia bisa memanggil bantuan.”
Dengan segenap tenaga, Lin Yan mulai mengalirkan tenaga dalamnya ke kedua kaki. Ia melesat seperti anak panah dan menghantam Fang Xi dengan satu tebasan lurus.
Namun Fang Xi menangkis dengan satu tangan dan mengarahkan tendangan ke perut Lin Yan.
Bugh!
Tubuh Lin Yan terdorong ke belakang, namun ia berputar di udara dan mendarat dengan ringan.
Mata mereka bertemu lagi.