Untuk membalaskan dendam keluarganya, Swan Xin menanggalkan pedangnya dan mengenakan jubah sutra. Menjadi selir di Istana Naga yang mematikan, misinya jelas: hancurkan mereka yang telah membantai klannya. Namun, di antara tiga pangeran yang berebut takhta, Pangeran Bungsu yang dingin, San Long, terus menghalangi jalannya. Ketika konspirasi kuno meledak menjadi kudeta berdarah, Swan Xin, putri Jendral Xin, yang tewas karena fitnah keji, harus memilih antara amarah masa lalu atau masa depan kekaisaran. Ia menyadari musuh terbesarnya mungkin adalah satu-satunya sekutu yang bisa menyelamatkan mereka semua.
Langkah mana yang akan Swan Xin pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
“Perintah penangkapan resmi untuk Anda, Yang Mulia… akan dikeluarkan sebelum fajar.”
Hanya satu kalimat. Namun, dampaknya jauh lebih merusak daripada benturan seratus pedang. San Long tidak bergerak. Udara malam yang dingin tampak membeku di sekitar tulang pipinya yang tajam. Ia adalah orang yang tidak pernah membiarkan emosinya terlihat, tetapi Swan bisa merasakan amarah dan kengeriannya yang dingin, menusuk. Perangkap ini sangat cerdik, menjebak dirinya dalam fitnah ayahnya, Jenderal Xin.
“Fitnah ini bukan hanya menargetkan saya,” desis San Long, suaranya seperti serutan es. “Ini menargetkan ibuku. Dan ini adalah kejatuhan yang didambakan Zheng Long sejak lama.”
Swan tidak buang waktu untuk mengasihani. Waktu mereka telah habis, dan taruhannya baru saja melesat dari risiko politik menjadi hukuman mati. Jika Zheng Long bergerak cepat, penangkapan San Long akan terjadi dalam hitungan jam.
“Ini sempurna,” kata Swan, kepalanya sedikit mendongak, matanya berkilat di bawah cahaya redup.
Prajurit Bayangan itu tersentak. San Long menoleh, tatapannya membakar. “Kau menyebut ini sempurna?”
“Sempurna, karena sekarang kita tahu batasan waktu kita,” koreksi Swan. “Zheng Long bergerak karena dia mengira dia aman dan posisinya tak terhindarkan. Kita harus menghantamnya saat dia sedang merayakan. Dia gak akan melihatnya datang jika kita menyerang faksi yang berbeda terlebih dahulu.”
“Kau masih bicara soal Jiang Long?” tanya San Long skeptis.
“Tentu saja.” Swan melangkah mendekat, auranya yang biasa selengekan kini sepenuhnya digantikan oleh ketenangan militer. “Jiang Long bukan ancaman kekaisaran sejati, kau benar. Tapi dia adalah fondasi status quo. Dia adalah cermin dari para menteri lama yang berorientasi pada status. Jika dia jatuh, otoritas status itu goyah. Itu menciptakan kekacauan, dan kekacauan adalah selimut yang kita butuhkan untuk menyembunyikan langkah kita dari Zheng Long.”
Prajurit Bayangan itu mendengarkan dengan seksama, mengagumi alur pemikiran Swan yang brutal namun strategis.
“Kalo begitu, malam ini aku tidak perlu menyerbu ruang interogasi itu?” tanya San Long.
“Tahan rencanamu melawan Zheng Long, Yang Mulia,” kata Swan tegas. “Jika kau ditangkap sebelum aku kembali, kita kalah total. Prioritas pertama: ciptakan perisai politik untukmu. Perisai itu harus datang dari kehancuran sainganku.”
“Tapi bagaimana kau akan memicu kehancurannya dalam waktu singkat ini?” desak San Long. “Jiang Long dijaga oleh reputasi kesombongannya yang murni. Dia sangat populer di kalangan menteri keuangan. Kecuali kau memiliki bukti kuat—”
“Aku punya bukti, Yang Mulia,” potong Swan dengan senyum dingin. “Apa yang kau pelajari tentang dirinya selama bertahun-tahun, aku pelajari hanya dalam seminggu dari Pasukan Bayangan: Jiang Long fokus pada kemewahan, dan kemewahan membutuhkan keuangan gelap.”
Ia menoleh pada Prajurit Bayangan. “Hubungi Komandan Lei segera. Aku butuh semua salinan data yang kami temukan dari kasus suap Menteri Su Yang, khususnya yang melibatkan dana transfer besar ke perbatasan Utara dalam enam bulan terakhir. Fokuskan pada proyek restorasi Paviliun Teratai Timur yang dibiayai oleh Jiang Long. Aku butuh nama menteri yang menyetujui anggaran, besok pagi sebelum sidang kabinet.”
Prajurit itu membungkuk cepat, rasa hormat yang mendalam terlihat jelas. “Siap, Nona Swan.”
Pagi hari tiba dengan lapisan embun yang tebal menyelimuti marmer Istana Naga. Ketegangan mencekik udara. Para menteri berbisik-bisik, tidak menyadari ancaman penangkapan yang membayangi Pangeran Bungsu. Mereka lebih peduli pada insiden kecil semalam: pertengkaran dramatis antara dua pelayan senior yang ternyata mata-mata yang berusaha saling memfitnah atas perintah Nyonya mereka. Seolah-olah mereka merayakan kehampaan di tepi jurang.
Swan menunggu di Ruang Tunggu Kekaisaran, tempat berkumpulnya Selir dan Nyonya dari kalangan terhormat, menunggu Kaisar (atau pangeran yang mewakilinya) keluar dari rapat pagi. Hari itu, Pangeran Sulung Jiang Long yang bertindak sebagai wakil. Dia berjalan ke aula dengan angkuh, tersenyum palsu kepada setiap wanita yang dilewatinya, kecuali Swan.
Swan sudah menduga ini. Dia adalah selir baru, tanpa dukungan klan yang kuat selain nama Guru Besar Wen—yang di mata Jiang Long, hanya seorang intelektual tua. Baginya, Swan hanyalah masalah yang harus ia singkirkan sebelum mencapai puncak. Terutama setelah insiden racun palsu yang diatur Selir Agung—Jiang Long yakin Swan terlalu merepotkan.
“Selir Xin,” sapa Jiang Long, suaranya merdu, namun terdengar sangat condescending. Ia sengaja menghentikan langkah di depan Swan, memaksanya mendongak.
“Yang Mulia Pangeran Sulung,” balas Swan, suaranya tenang. Ia pura-pura tersenyum, memainkan peran selir yang naif dan sopan.
“Aku mendengar keributan yang kau ciptakan beberapa hari lalu terkait perselisihan kecil di Harem. Itu cukup memalukan bagi Istana, Selir,” lanjutnya, mengamati reaksinya seolah ia sedang mengamati seekor tikus dalam labirin.
“Itu adalah pertahanan diri, Yang Mulia. Bukan keributan,” ujar Swan.
“Pertahanan diri? Atau kegilaan?” Jiang Long tertawa ringan, membuat beberapa Selir lain ikut tersenyum dengan enggan. “Hati-hati, Selir Xin. Istana Naga ini tempat yang suci. Kaki tangan yang terputus, fitnah racun yang tak beralasan, dan klaim berlebihan atas posisi yang tak kau miliki, itu semua dapat merusak reputasimu.”
Jiang Long mencondongkan tubuh sedikit, wajahnya merengut serius. “Dan yang lebih buruk, itu bisa merusak nama Guru Besar Wen, mentor muliamu. Apakah kau ingin pahlawan lama itu ternoda karena kenakalan seorang selir muda yang ceroboh?”
Inilah yang ia tunggu. Serangan yang tidak berdasar, tetapi didasarkan pada ancaman terhadap orang-orang yang dicintai Swan.
Jangan biarkan kemarahan muncul, Swan. Kau harus tenang dan kejam.
“Yang Mulia benar,” kata Swan, menghela napas yang tampak menyerah. “Saya mungkin muda dan ceroboh. Saya mungkin hanya seorang selir baru, tidak berdaya dan terperangkap dalam intrik wanita di belakang tirai sutra.”
Jiang Long tersenyum puas. Ia berhasil membuatnya tunduk.
“Namun,” sambung Swan, suaranya tiba-tiba berubah, menajam seperti pedang yang dicabut, “walaupun saya tidak mengerti intrik Harem, saya kebetulan memiliki bakat luar biasa dalam memahami hal-hal yang benar-benar penting bagi negara ini. Hal-hal yang berada di luar tirai sutra. Hal-hal yang melibatkan keuangan.”
Wajah Jiang Long mengeras. Mata kecilnya mulai menunjukkan tanda-tanda kecemasan. Perubahan nada Swan yang mendadak membuatnya tidak nyaman.
“Apa maksudmu, Selir Xin?” tanyanya, suaranya menjadi tegang.
“Saya membaca catatan,” jawab Swan, menatapnya lurus-lurus, tidak berkedip. “Malam ini saya membaca catatan. Tentang renovasi Paviliun Teratai Timur.”
Keheningan jatuh. Hanya ada bunyi nafas tersendat dari Selir di dekatnya.
“Paviliun Teratai Timur sudah direnovasi tahun lalu, Selir,” jawab Jiang Long, berusaha mempertahankan otoritasnya. “Apa hubungannya renovasi paviliun dengan perilaku histerismu?”
“Saya bertanya-tanya, Yang Mulia,” Swan memiringkan kepalanya, senyum kecilnya tampak polos namun mematikan. “Jika proyek renovasi menelan biaya tiga ratus ribu koin perak untuk memperbaiki genteng dan mengecat ulang pilar… Mengapa kas kekaisaran harus mengeluarkan uang enam ratus ribu koin emas?”
Napas Jiang Long tersangkut di tenggorokannya. Matanya melebar, memantulkan ketakutan. Dia tidak bisa percaya apa yang dia dengar.
“Itu adalah dana tambahan untuk peningkatan mutu,” ia mencoba berdalih, tetapi suaranya pecah.
“Tiga ratus ribu koin perak sudah merupakan standar mutu terbaik, Yang Mulia,” balas Swan cepat. “Tambahan enam ratus ribu koin emas? Angka itu seharusnya bisa membangun seluruh kediaman baru di tepi Sungai Panjang, lengkap dengan patung emas seukuran kaisar.”
Swan maju selangkah. “Saya bahkan lebih terkejut lagi, Pangeran Sulung, saat menemukan bahwa dana tersebut dialokasikan melalui jalur rahasia Menteri Su Yang, tanpa melalui pengawasan resmi, dan tanpa izin eksplisit dari Kaisar yang sedang sakit. Proyek itu sudah rampung, tapi setengah dari dana tambahan itu tidak pernah meninggalkan perbendaharaan Su Yang.”
Jiang Long kehilangan semua warna di wajahnya. Dia melihat ke sekeliling, berharap tidak ada menteri yang mendengar, tetapi para Selir lain telah menjadi saksi bisu kejatuhannya.
“Kau berani memfitnah Pangeran Kerajaan?!” bentak Jiang Long, suaranya tinggi dan melengking, menunjukkan ia panik total.
“Saya hanya membandingkan anggaran, Yang Mulia,” jawab Swan, tanpa nada bersalah sedikit pun. “Sebagai cucu Guru Wen, saya diajari bahwa menjaga perbendaharaan sama sucinya dengan menjaga tahta.”
Swan menusuknya lebih dalam. “Lagipula, mengapa kau menggunakan kas gelap untuk proyek sekecil itu, Pangeran Sulung? Apakah kau mencoba menyembunyikan dana dari ayahmu, sang Kaisar? Atau dari rakyat yang membutuhkan di Utara?”
Ini bukan lagi soal gosip harem. Ini adalah pengkhianatan finansial yang terbuka di depan umum.
Jiang Long mengambil langkah mundur, tangannya mengepal begitu erat hingga urat-urat biru menonjol di lengannya. Semua rencananya untuk mempermalukan Swan, memaksanya untuk memohon perlindungan di bawah kekuasaannya, kini hancur berkeping-keping. Dia telah direduksi menjadi seorang penipu murahan.
“Kau akan menyesali ini, Selir Xin!” ancamnya, berbisik, tetapi amarahnya memancar begitu kuat hingga para pelayan gemetar. “Kau pikir nama keluarga Ayahmu bisa melindungimu? Aku akan membocorkan ke seluruh Istana bahwa kau bukanlah seorang selir terhormat, melainkan boneka yang dipersiapkan oleh seorang Guru tua yang mencoba bermain-main dengan takhta. Dan kakek angkatmu itu akan diseret dan diinterogasi di depan publik. Siapa kau sebenarnya, dan dari mana asal usul kekayaan kakekmu yang tersembunyi?”
Swan hanya mengangkat bahu, menunjukkan sikap bosan yang mematikan. “Kau dipersilakan melakukannya, Yang Mulia. Sayangnya, saya punya informasi lain, yang jauh lebih merusak. Informasi yang menunjukkan bahwa Pangeran Sulung bukan hanya mengalokasikan dana, tetapi ia menggunakan sebagian dari kas itu untuk mendanai pengadaan sejumlah kecil tentara bayaran di perbatasan Utara…”
Ucapan itu tidak terucap dengan ancaman, melainkan disampaikan dengan nada seorang wanita yang menyampaikan gosip santai. Tetapi implikasinya? Menggunakan uang kekaisaran untuk membeli pasukan pribadinya adalah high treason.
Jiang Long membeku. Kengerian yang sesungguhnya kini melanda wajahnya, menyadari bahwa wanita yang ia anggap remeh ini telah melakukan penggalian yang sangat dalam ke dalam urusan pribadinya yang paling gelap. Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain mundur sebelum ada yang secara resmi mendengar kata ‘tentara bayaran’.
Wajahnya yang tadinya arogan kini berwarna merah padam karena penghinaan. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia berbalik, melangkah pergi dengan langkah kaku, meninggalkan Ruang Tunggu Kekaisaran. Kegagalan ini, bukan hanya sebagai pangeran tetapi sebagai seorang manipulator, akan menyebar lebih cepat daripada api padang rumput di kalangan para menteri.
Swan menarik napas pelan. Perisai politik San Long kini sudah terbentuk. Hari ini, para menteri tidak akan memikirkan fitnah, tetapi siapa yang telah mencuri perbendaharaan negara. Kehancuran Jiang Long telah menenggelamkan isu apa pun tentang Selir atau Pangeran Bungsu. Misi tercapai.
Ia berjalan perlahan ke jendela besar di ujung lorong, merasakan otot-ototnya rileks setelah perang saraf yang intens itu. Kebrutalan emosional itu melelahkan, tetapi sangat diperlukan. Ia telah membuktikan bahwa Jiang Long hanya tertarik pada status, uang, dan permukaan—tidak akan pernah menjadi ancaman tahta sejati. Dia terlalu dangkal.
Tepat ketika ia menoleh ke sudut lorong, matanya menangkap siluet.
San Long. Dia berdiri di balik pilar besar, tenggelam dalam bayangan seperti biasa. Swan tahu dia pasti menyaksikan seluruh konfrontasi itu.
Ia tidak mengatakan apa-apa. San Long juga tidak. Selama beberapa detik yang hening, hanya ada mereka berdua, dipisahkan oleh jarak beberapa meter, dan semua lapisan kepura-puraan yang melilit hidup mereka.
San Long kemudian melakukan sesuatu yang belum pernah dilihat Swan sebelumnya—dan sesuatu yang bertentangan dengan semua persona dinginnya. Dia menghela napas panjang, dan sebuah sudut bibirnya terangkat tipis, sangat tipis. Bukan senyum palsu atau mengejek. Itu adalah senyum persetujuan, kekaguman, dan pemahaman yang dalam. Sebuah pengakuan.
Sebelum Swan bisa bereaksi terhadap isyarat pribadi yang begitu kuat itu, San Long mendorong dirinya keluar dari bayangan pilar, mengambil langkah cepat ke arahnya.
“Jiang Long telah tereliminasi sebagai ancaman. Langkah selanjutnya?” tanyanya, suaranya rendah dan serius, menghilangkan semua formalitas di antara mereka.
“Langkah selanjutnya,” balas Swan, membalas tatapan intensnya, “adalah Zheng Long.”
San Long mengangguk, menyadari bahwa perisai itu hanya bertahan sementara. “Kau akan tetap menjalankan rencana lama? Menyerbu penjara bawah tanah untuk menemukan bukti asli?”
“Aku harus,” jawab Swan. “Jika dia sudah memegang pengakuan paksa itu, maka besok fajar terlalu terlambat. Aku harus mencari bukti yang bisa menyangkalnya. Kau harus menghilang malam ini, San Long. Pergilah ke desa luar seperti yang sering kau lakukan. Jika mereka mencarimu besok, Istana harus percaya kau kabur sebelum mereka bisa mengeluarkan surat penangkapan.”
“Dan kau?” tanya San Long. Jarak di antara mereka telah menyusut. Ketegangan fisik antara Pangeran dan Selir itu kembali hadir, menutupi kecanggungan Jenderal dan Sekutu politik.
“Aku harus menyelesaikan tugas ini sebelum mereka menyadari aku tahu,” jawab Swan. “Setelah bukti ada di tanganku, kita akan kembali dan membersihkan nama ayahmu, dan tentu saja, ibumu. Kita harus bersihkan Istana ini, mulai dari dasarnya, tempat darah pertama tumpah delapan tahun lalu.”
San Long mengangkat tangan, ujung jarinya bergerak ke arah wajah Swan. Gerakannya sangat perlahan, seolah ia khawatir akan melanggar keheningan suci yang telah tercipta.
“Kau benar-benar Jenderal Xin dalam bentuk yang berbeda, Swan,” bisiknya, matanya tidak lagi dingin, tetapi dipenuhi rasa hormat yang mendalam. Ia menjulurkan jarinya, tetapi ia berhenti tepat sebelum menyentuh kulitnya.
“Hati-hati,” katanya, memperingatkan, “kau memasuki sarang penyiksa.”
“Dan aku tidak takut,” balas Swan, merasakan panasnya napas San Long di wajahnya. “Tapi aku butuh bantuan untuk menenangkan emosi malam ini. Ada yang bisa kaukabulkan sebelum aku menjalankan misi berbahaya itu, Yang Mulia?”
San Long menggeser pandangannya ke bibir Swan. Tiba-tiba, hasrat yang selama ini mereka kubur di balik kecerdasan, strategi, dan politik, muncul ke permukaan, tidak tertahankan lagi.
“Apa pun,” janji San Long, suaranya serak.
“Aku hanya ingin tahu satu hal,” desis Swan. “Saat aku kembali… akankah kau berada di sini, atau kau akan berada di Utara, menungguku sebagai penguasa yang telah membersihkan namanya?”
San Long memejamkan mata, wajahnya hanya beberapa inci dari wajah Swan. Jari-jarinya gemetar, memutuskan untuk tidak menyentuh. Ini bukan saatnya untuk romansa. Ini adalah malam operasi militer.
“Jika kau gagal…” ia mulai, suaranya penuh perjuangan.
“Aku tidak akan gagal,” potong Swan. “Tapi katakan padaku janji itu.”
San Long membuka matanya. Pandangan matanya penuh gejolak emosi. Ia membuka mulutnya, bersiap mengucapkan kata-kata itu—janji yang mengikat masa depan mereka, pengakuan romantis dan politiknya, yang akan memicu Babak baru—
“Aku janji, setelah kau kembali, aku akan—
trmkash thor good job👍❤