NovelToon NovelToon
Mahar Pengganti Hati

Mahar Pengganti Hati

Status: tamat
Genre:Perjodohan / Pengganti / CEO / Dijodohkan Orang Tua / Ibu Pengganti / Tamat
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Husna, putri bungsu kesayangan pasangan Kanada-Indonesia, dipaksa oleh orang tuanya untuk menerima permintaan sahabat ayahnya yang bernama Burak, agar menikah dengan putranya, Jovan. Jovan baru saja menduda setelah istrinya meninggal saat melahirkan. Husna terpaksa menyetujui pernikahan ini meskipun ia sudah memiliki kekasih bernama Arkan, yang ia rahasiakan karena orang tua Husan tidak menyukai Arkan yang hanya penyanyi jalanan.
Apakah pernikahan ini akan bertahan lama atau Husna akan kembali lagi kepada Arkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31

Jovan masuk ke rumah dengan wajah sedikit putus asa, tangannya memegang kantong kecil berisi permen mangga.

Husna yang sedang duduk di sofa menoleh, matanya berbinar begitu melihat suaminya.

“Van…?” tanyanya dengan nada campur penasaran dan geli.

Jovan mengangkat bahu sambil menghela napas panjang.

“Aku udah keliling tiga toko, Na. Mangga muda? Nggak ada. Salju tebel di luar, penjual mangga pun nggak ada. Ini satu-satunya yang bisa aku dapat,” ujarnya sambil menunjuk kantong kecil itu.

Husna menahan tawa, bibirnya menekuk jadi senyum imut.

“Permen mangga? Hahaha. Van, kamu lucu banget,” katanya sambil tertawa kecil.

Jovan menggigit bibirnya, setengah malu, setengah lega karena istrinya tak marah.

“Yah, daripada nggak sama sekali, kan? Demi ngidam calon bayi kita,” ujarnya sambil menyerahkan permen itu ke Husna.

Husna mengambil satu permen, menatapnya sebentar, lalu tersenyum tipis.

“Ya udah, aku makan. Karena kamu udah berusaha, Van,” ucapnya lembut.

Ia membuka bungkus permen dan memasukkannya ke mulut, lalu menatap Jovan dengan mata berbinar.

“Lucu ya, aku makan permen sambil bayangin mangga asli,” bisiknya sambil tertawa kecil lagi.

Jovan tersenyum, duduk di sampingnya, memeluk Husna dari belakang.

“Kalau ngidam lagi, bilang aja, Na. Aku siap berburu apa pun,.meski harus keliling dunia,” ucapnya sambil mengecup pipi istrinya.

Husna menepuk tangan suaminya dengan lembut, tertawa kecil sambil tetap menikmati permen mangganya.

“Baik, Van. Tapi jangan berharap aku nggak ngidam lagi ya,” katanya sambil tersenyum manis.

Jovan hanya bisa geleng-geleng kepala sambil tertawa kecil, merasa bahagia bisa membuat istrinya tersenyum meski hanya dengan permen mangga.

Jovan dan Husna bersandar di sofa, suasana hangat menyelimuti ruangan.

Mereka masih tertawa kecil sambil mengingat-ingat momen permen mangga tadi, saling melempar komentar lucu satu sama lain.

Husna, yang kelelahan setelah seharian bermain dengan Ava dan berburu “mangga”, akhirnya menutup matanya.

Tertawa kecilnya mereda, napasnya semakin tenang, dan perlahan ia tertidur pulas di bahu suaminya.

Jovan menatap wajah istrinya dengan lembut, senyum tipis menghiasi bibirnya.

Ia menepuk punggung Husna perlahan, membiarkan istri tercintanya beristirahat sambil tetap berada di pelukannya.

Di luar sana, dunia mungkin ramai dan penuh keributan, tapi di momen kecil ini, hanya ada Jovan, Husna, dan ketenangan yang begitu hangat.

Keesokan paginya, sinar matahari menembus lembut dari celah tirai kamar.

Husna perlahan membuka matanya, meregangkan tubuh sambil menarik napas panjang.

Tiba-tiba hidungnya menangkap aroma segar yang begitu familiar.

"Aroma mangga…?" gumamnya pelan.

Ia segera bangun, berjalan ke arah pintu kamar, dan begitu membuka pintu matanya langsung berbinar.

Mama Riana berdiri di sana dengan senyum hangat, membawa nampan berisi potongan mangga segar yang tampak menggoda.

“Mama tahu kalau kamu pengen mangga,” ujar Mama Riana sambil tersenyum lembut.

Husna menutup mulutnya menahan tawa haru, matanya sedikit berkaca-kaca.

“Ma, dari mana Mama dapet ini? Kan susah banget nyari mangga di sini,” ucapnya tak percaya.

“Mama minta tolong teman Mama yang baru pulang dari Indonesia. Katanya ini mangga harum manis, favorit kamu, kan?”

Husna langsung memeluk ibunya erat, tak kuasa menahan senyum bahagia.

“Terima kasih, Ma. Husna nggak nyangka Mama inget,” ucapnya pelan.

Jovan yang baru keluar dari kamar mandi hanya bisa tersenyum melihat dua perempuan yang ia cintai berbagi kebahagiaan kecil di pagi hari itu semua karena sepiring mangga yang penuh cinta.

Di ruang makan, aroma mangga segar memenuhi udara.

Husna duduk di kursi sambil menikmati potongan mangga satu per satu, wajahnya tampak begitu bahagia.

Mama Riana tersenyum melihat putrinya yang lahap makan, sementara Burak membaca koran di ujung meja sambil sesekali melirik penuh sayang.

Tiba-tiba terdengar suara kecil, “Mamaaa… gendong…”

Ava yang baru bangun dari tidurnya merentangkan tangan ke arah Husna, matanya masih setengah terpejam.

“Aduh, sayang, mama lagi makan nih,” ucap Husna lembut.

Tanpa menunggu lama, Jovan berdiri dari kursinya dan menghampiri sang putri.

“Ava sini sama ayah dulu ya,” ucapnya sambil mengangkat bayi mungil itu ke pelukannya.

Ava tertawa kecil begitu berada di gendongan Jovan, kedua tangannya memegang pipi ayahnya.

Jovan menatap wajah putrinya dengan penuh kasih, lalu mencium keningnya.

“Mau mangga juga, ya?” goda Jovan sambil tersenyum.

Ava hanya tertawa dan mengoceh lucu, membuat seluruh ruangan dipenuhi tawa hangat dan suasana keluarga yang begitu damai.

Setelah sarapan dan bermain sebentar dengan Ava, Jovan melihat jam di pergelangan tangannya.

Ia menarik napas pelan, lalu berdiri sambil merapikan jas kerjanya.

“Sayang, aku berangkat dulu ya,” ucapnya lembut sambil menatap Husna yang masih duduk di ruang makan dengan Ava di pangkuannya.

Husna menoleh, senyumnya hangat namun matanya tampak sedikit khawatir.

“Iya, Van… hati-hati di jalan ya. Jangan ngebut, dan jangan lupa makan siang,” pesannya sambil menatap suaminya penuh perhatian.

Jovan tersenyum tipis, lalu menghampiri mereka. Ia menunduk dan mencium kening Husna, kemudian pipi kecil Ava.

“Ayah berangkat kerja dulu ya, Putri kecil ayah,” katanya lembut pada Ava yang hanya tertawa dan menggeliat kecil.

“Tenang aja, Na,” lanjut Jovan sambil menatap istrinya dalam-dalam.

“Aku akan pulang cepat hari ini.”

Husna mengangguk pelan, senyum lembutnya masih terukir.

“Aku tunggu di rumah.”

Jovan melangkah keluar rumah, melambaikan tangan sebelum masuk ke mobil.

Sesampainya di kantor, Jovan berjalan cepat menuju ruangannya sambil menenteng map berisi berkas-berkas penting.

Namun langkahnya terhenti begitu melihat seseorang sudah duduk di kursinya sosok yang tak asing baginya.

“Arkan?” ucap Jovan, nada suaranya datar namun penuh tanda tanya.

Arkan berdiri perlahan, matanya tajam menatap Jovan.

“Kita perlu bicara,” katanya tanpa basa-basi.

Jovan menatapnya hati-hati, kemudian melangkah masuk dan menutup pintu ruangannya.

“Tentang apa lagi, Arkan?”

Arkan menatap Jovan lama sebelum akhirnya berkata pelan namun tajam,

“Ceraikan Husna.”

Dahi Jovan berkerut, rahangnya menegang. “Apa maksudmu?”

Arkan tersenyum sinis, lalu mengeluarkan ponselnya dari saku.

“Kamu kira Husna itu gadis baik? Kamu nggak tahu siapa dia sebenarnya.”

Jovan menyipitkan mata, nadanya mulai dingin.

“Maksudmu apa, Arkan?”

Tanpa menjawab, Arkan membuka sebuah video di ponselnya dan meletakkannya di atas meja.

Layar itu menampilkan rekaman yang langsung

membuat Jovan terdiam sebuah video lama, saat

Husna masih bersama Arkan, tampak mereka berbicara dan tertawa bersama dengan keakraban yang sulit disangkal.

“Ini, kamu dapat dari mana?” tanya Jovan dengan suara berat.

Arkan bersandar di kursi, senyumnya kecut. “Kamu lihat sendiri, kan? Dia dulu milikku, Van. Dia mencintaiku lebih dulu. Kau cuma datang di saat aku hilang ingatan.”

Jovan mengepalkan tangannya di sisi meja, menatap layar itu dengan campuran emosi marah, bingung, dan terluka.

Tapi jauh di lubuk hatinya, ia tahu kalau video itu hanyalah masa lalu, dan cinta yang kini ada di antara mereka bukan lagi milik masa lalu.

Ia menatap Arkan dengan mata tajam. “Kalau kamu pikir video itu bisa mengubah apa pun antara aku dan istriku kamu salah besar.”

Suasana kantor yang awalnya tenang berubah tegang dalam sekejap.

Arkan menatap Jovan dengan mata menyala penuh emosi.

“Kamu nggak pantas buat dia! Dia milikku, Van! Kau cuma numpang di atas penderitaanku!”

Jovan berdiri dari kursinya, menatap Arkan dengan tatapan membara.

“Cukup, Arkan! Husna bukan barang yang bisa kau rebut seenaknya! Dia istriku, dan aku mencintainya!”

“Cinta?!” Arkan tertawa sinis.

“Kalau dia benar cinta kamu, kenapa dia masih simpan semua foto kami!? Kenapa dia masih…”

“Berhenti, Arkan!” bentak Jovan sambil menepis tangan Arkan yang menuding wajahnya.

Pertengkaran itu semakin panas dorongan kecil berubah jadi saling tarik, kemudian pukulan pertama melayang.

Suara benda jatuh, meja terguncang, dan berkas-berkas beterbangan ke lantai.

“Jangan sebut namanya lagi!” teriak Jovan sambil menahan bahu Arkan.

Arkan membalas dorongan itu lebih keras, hingga keduanya kehilangan keseimbangan.

“Van, lepaskan aku!”

Tapi sebelum sempat ada yang menahan, kaki mereka sama-sama terpeleset di ujung anak tangga depan ruang kerja.

Brugh! Brakkk!

Tubuh keduanya jatuh menghantam anak tangga keras, berguling hingga ke dasar.

Suara benturan membuat semua karyawan menjerit panik.

“Pak Jovan! Pak Arkan!” teriak salah satu staf sambil berlari menghampiri.

Keduanya tergeletak di lantai marmer, tak sadarkan diri dengan darah mengalir dari pelipis Jovan, sementara Arkan tak bergerak sama sekali.

Sementara itu di rumah, Husna baru saja selesai menidurkan Ava di buaian. Ia hendak menutup tirai ketika ponselnya berdering.

“Hallo?” ucapnya pelan, khawatir suara kecilnya membangunkan bayi.

“Bu Husna, i-ini dari kantor Pak Jovan,.maaf, tapi, Pak Jovan jatuh dari tangga! Beliau tidak sadarkan diri!” suara panik dari seberang membuat wajah Husna langsung pucat.

“A—apa?!” serunya, tangannya bergetar hebat.

Tanpa menunggu lebih lama, Husna berlari keluar kamar.

“Papa!” panggilnya pada Burak yang sedang duduk di ruang tamu.

Burak menoleh cepat, wajahnya langsung berubah tegang.

“Ada apa, Nak?”

“Papa, Jovan jatuh dari tangga di kantor! Dia nggak sadar!”

Burak langsung berdiri, mengambil kunci mobil tanpa banyak bicara.

“Cepat, kita ke rumah sakit sekarang!”

Mama Riana keluar tergesa sambil menggendong Ava, wajahnya ikut panik.

Husna menatap putrinya sejenak, menahan air mata yang hampir jatuh.

“Tolong jaga Ava, Ma. Aku harus ke Jovan,” ucapnya gemetar.

Dan tanpa pikir panjang, ia berlari keluar bersama Burak, berharap semua itu hanya mimpi buruk yang segera berakhir.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!