NovelToon NovelToon
Bukan Berondong Biasa

Bukan Berondong Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Identitas Tersembunyi / CEO / Romantis / Cinta pada Pandangan Pertama / Berondong
Popularitas:25.8k
Nilai: 5
Nama Author: Jemiiima__

Semua ini tentang Lucyana Putri Chandra yang pernah disakiti, dihancurkan, dan ditinggalkan.
‎Tapi muncul seseorang dengan segala spontanitas dan ketulusannya.
‎Apakah Lucyana berani jatuh cinta lagi?
Kali ini pada seorang Sadewa Nugraha Abimanyu yang jauh lebih muda darinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jemiiima__, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

No Name

Sore itu, PT Auralis Naturalis mulai lengang. Satu per satu karyawan merapikan meja lalu pulang. Di tengah keramaian yang mulai mereda, Ahmad masih saja mengikuti Detri dari jauh—membawa jejak kegigihan sejak pagi. Sarapan tadi ia taruh di meja Detri, diabaikan. Makan siang jam istirahat pun nasibnya sama. Semuanya ditolak halus, namun dingin. Kini Detri bersiap pulang. Ia menggantung tas di bahunya, merapikan poni, lalu menuju lift tanpa menoleh ke mana pun.

Ahmad melangkah cepat menghampiri, menampilkan senyuman yang paling mempesona—setidaknya menurut dirinya sendiri.

“Det, mau sampai kapan lo diemin gue kaya gini?” Suaranya terdengar sedikit memelas. “Udah dong marahnya, ya…”

Detri menghentikan langkahnya sebentar. “Gue? Marah?”

Ia menoleh tipis, menarik ujung bibirnya sekadar formalitas—senyum hambar yang jelas tidak tulus.

“Enggak kok,” katanya, lalu kembali berjalan tanpa menunggu respon.

Ting!

Pintu lift terbuka. Mereka masuk berdampingan, tapi jarak di antara mereka seperti melebar. Detri menatap angka lantai yang turun, tapi sesekali melirik Ahmad dari ujung mata.

Dalam hatinya ia mendesah, gue juga gak ngerti kenapa bisa kesel segininya....

Ia mengangkat bahunya kecil, seolah melepaskan kesal yang tak mau pergi.

Ah sudahlah bodo amat.

Lift berhenti di basement. Begitu pintu terbuka, Detri hendak melangkah cepat, tapi tangan Ahmad lebih dulu menyentuh lengannya untuk menghentikan.

“Mau ke mana? Gue anterin pulang, ya,” ujarnya pelan namun tegas.

“Gak usah. Rumah lo nggak searah sama gue.” Detri mencoba menolak.

“Mau arah rumah lo ke Ujung Genteng pun, gue anterin Det,” Ahmad menatapnya tanpa berkedip, menunjukkan bahwa ia tidak akan mundur. Akhirnya Detri mengangguk pasrah. Ahmad memutar tubuh, membuka pintu mobilnya, dan mempersilakan Detri masuk lebih dulu sebelum ia sendiri duduk di kursi kemudi.

Perjalanan dimulai dalam sunyi. Mesin mobil sesekali menggeram, klakson kendaraan lain terdengar bersahutan di antara kemacetan sore. Ahmad melirik singkat—hanya sekali—sebelum kembali fokus ke jalan, berusaha menebak cara terbaik mengembalikan suasana.

Sejenak hening. Hanya suara mesin mobil dan hiruk-pikuk lalu lintas yang mulai mereda menjelang malam. Detri akhirnya bersuara pelan, masih menatap lurus ke depan. “Kenapa lo gak mau gue marah? Kita kan cuma temen.”

Ahmad meremas ringan setir, lalu melepas napas. “Entahlah… pokoknya gue gak bisa kalau lo ngediemin gue kaya tadi.” Suaranya terdengar pelan, nyaris seperti gumaman.

Detri menghela napas pendek. “Kita cuma temen, Mad. Lo gak usah segitunya.”

Ahmad menoleh cepat. “Lo yakin kita cuma temen? Setelah apa yang kita lakuin kemaren?”

Detri terdiam. Kata-kata seolah menguap dari kepalanya, menyisakan kebingungan yang ia sendiri tak mau akui.

Ahmad menepikan mobil perlahan. Ban bergesek halus dengan pinggir trotoar taman yang mulai sepi. Langit di luar sudah memudar—jingga terakhir tersisa tipis, digantikan ungu kebiruan senja. Lampu-lampu taman mulai menyala, menyisakan cahaya lembut yang masuk ke dalam mobil.

Ahmad memutar tubuhnya, menatap Detri lekat. “Sekali lagi gue tanya… kita cuma temenan aja?”

Detri menoleh perlahan. Cahaya lampu membuat garis rahangnya terlihat jelas. Tatapan Ahmad menahannya di situ—erat, hangat, dan menuntut sesuatu yang ia sendiri takut akui.

Oke, kalau itu yang lo mau… gue ikutin, batinnya.

Sebuah senyum muncul di bibirnya, kecil tapi penuh makna. Ia mendekat sedikit, menggeser tubuhnya ke arah Ahmad. Tangan Detri terangkat, menyentuh tengkuk Ahmad dengan gerakan pelan namun pasti. Ahmad terpaku. Suara Detri nyaris seperti hembusan saat ia membisikkan di dekat telinga Ahmad, cukup dekat sampai napasnya menyentuh kulit,

“Iya… kita teman. Teman tapi… mesra.”

Ahmad memejam sebentar, merinding dari ujung leher sampai punggung. Begitu Detri menjauh sedikit, Ahmad langsung menangkap wajahnya—bukan kasar, tapi penuh rasa ingin yang menahan dirinya sejak tadi.

Ciumannya datang perlahan dulu, menyentuh lembut seperti permintaan izin. Detri membalas dengan tekanan halus yang membuat Ahmad kehilangan sedikit kendalinya. Ciuman itu menghangat, semakin dalam, semakin intens, seakan senja yang memudar memberi mereka izin untuk melepas semua batas. Waktu berjalan dan dunia terus bergeser tanpa mereka sadari.

...****************...

Keesokan paginya, cahaya matahari menerobos kaca jendela Rumah Sakit Pasteur, membuat lorong tampak lebih hidup. Suara langkah perawat dan deru troli obat, memenuhi udara.

Dari ruang rawat Dewa duduk bersandar dengan posisi sedikit tegak, sementara Lucy berdiri di sisi ranjang, memperhatikan dokter yang tengah memeriksa catatan medis. Orang tua Lucy barusan keluar untuk mencari sarapan, menyisakan mereka berdua bersama dokter dan suster yang sedang visit.

Dokter mengangguk kecil setelah memeriksa beberapa hal. “Kondisinya sudah membaik. Tidak ada masalah serius,” ucapnya sambil menutup file. Ia menoleh ke suster di sampingnya. “Siang ini pasien sudah boleh pulang. Tolong siapkan prosedur kepulangannya, ya.”

Suster segera mencatat. “Baik, Dok.”

Sebelum pergi, dokter menatap Dewa dengan nada hangat. “Ingat, jangan dipendam sendiri. Kalau ada yang mengganggu pikiran atau membuat stres, bercerita itu penting.”

Dewa mengangguk pelan, bibirnya menahan senyum. “Iya, Dok.”

Lucy menunduk sedikit sebagai tanda terima kasih. “Terimakasih sarannya, Dok.”

“Kalau begitu, saya permisi dulu.” Dokter dan suster keluar meninggalkan ruangan, pintu menutup lembut di belakang mereka.

Suasana kembali tenang.

Lucy mendekat, duduk di tepian ranjang sambil menatap Dewa penuh perhatian. Dewa ikut menatap, senyumnya muncul pelan—manis, tenang.

“Inget kata dokter,” ucap Lucy lembut. “Kalau ada apa-apa itu cerita...”

Dewa tergerak mengusap kepala Lucy pelan, gerakannya santai tapi tulus. “Iya, Lulu… iya. Kali ini gue bakal cerita apa pun sama lo.”

Lucy langsung mengerutkan kening, bingung. “Lulu?” suaranya pelan, matanya menyipit sedikit.

Dewa mengangguk kecil sambil menahan senyum, matanya memperhatikan reaksi Lucy. “He’em. Mulai sekarang gue panggil lo Lulu," Ia mencondongkan badan sedikit, nada suaranya menggoda halus. “Kenapa, mantan lo dulu manggilnya gitu juga?”

Lucy terkekeh pelan, senyumnya muncul tanpa ia tahan. “Engga… ini pertama kalinya ada yang manggil gue Lulu.”

Dewa ikut tersenyum, sorot matanya menghangat saat memandangnya. “Bagus,” ujarnya pelan tapi mantap. "Yang manggil lo Lulu memang cuma gue. Gak boleh ada yang lain lagi.”

Nama itu menggantung di udara, sederhana tapi terasa dekat—seakan Dewa baru saja menandai posisi istimewanya di hidup Lucy. Lucy refleks menunduk, pipinya memerah samar, lalu menatap Dewa lagi dengan senyum yang lebih lembut daripada sebelumnya.

Hening sejenak di antara mereka sebelum Dewa bergumam sambil mengendus dirinya sendiri. “Sebelum pulang...gue kayanya mandi dulu deh. Gak enak banget, dua hari gak mandi.”

Lucy langsung refleks menegakkan badan. “Jangan! Nanti aja di rumah. Cuci muka aja.” Ia meraih handuk kecil dan menyodorkannya ke Dewa.

Dewa menghela napas pasrah. “Hmm… yaudah deh.”

Lucy menatapnya penuh curiga. “Bisa sendiri?”

Dewa mengangkat alis, "Bisa..,"

"Atau lo mau bantuin gue? Sekalian bantu yang lain?” senyumnya nakal.

Lucy memukul pelan lengannya. “Omes lo! (otak mesum) Sana ke air!"

Dewa tertawa kecil sebelum akhirnya melangkah menuju kamar mandi.

Lucy mulai sibuk membereskan pakaian Dewa, melipat baju dan memasukkannya ke travel bag satu per satu. Suasana kembali tenang sampai ponsel di meja tiba-tiba bergetar. Ia sempat mengabaikannya, tapi getaran itu muncul lagi. Lucy menoleh. Ponsel itu milik Dewa.

Satu panggilan tak terjawab.

Lalu satu pesan masuk.

Ragu, Lucy mengambil ponsel itu hanya untuk melihat notifikasinya. Layarnya menyala, menampilkan deretan angka tanpa nama.

Lucy membeku. Ujung jarinya ikut terhenti.

0821-xxxx-xxxx

Long time no see! I miss you, Bebe. ❤

(Lama tak jumpa! Aku merindukanmu, Sayang)

Dadanya menegang, napasnya sempat terhenti sepersekian detik. Rasanya seperti ditampar udara.

...----------------...

Detri-Ahmad official pacaran nih? Menurut kalian gimana? 😂

Duh.. pasutri muda kita baru aja adem ayem 🙃 kira-kira siapa ya yang kirim pesan ke ponsel nya Dewa itu?

Halo halo...

Apa kabarnya readers? Semoga semuanya dalam keadaan baik dan sehat yaa 🤍

Ikuti terus kisah Dewa-Lucy, masih banyaaak kejutan-kejutan lain yang akan mulai bermunculan, semoga gak bosen-bosen ya 🥰

Jangan lupa untuk sertakan vote like dan komentar, supaya author semangat up nya🔥

Terimakasih! 💕

1
Drezzlle
Benci banget emang cewek kaya gini tuh
Drezzlle
Kan kan bukan di dekati cari tahu malah ngluyur pergi Lucy
Ari Atik
senang lihat karakter mertua dewa,nggak boleh ada yg merendahkan menantunya.....
NH..8537
smg ada restu dari mama..mu ya dewa🥹 lanjuttt Kaka 👍👍👍
nuraeinieni
mama mu datang mau kenalan sama menantunya dewa,srmoga saja mamanya dewa baik dan menerima lucy
bunda n3
mamahnya dewa kira kira antagonis atau protagonis ya? 🤭
ginevra
bener kata temen Lo....mending kamu dengerin deh ...
ginevra
idih.... yang reservasi siapa yang bayarin siapa ... udah keliatan redflag... mending putusin aja ..putusin
ginevra
baru melihat sekali udah terbayang2 aja bang ... tanda bucin ini
Dini Anggraini
Semoga mamahnya dan papahnya dewa gak kayak mertua di sinetron ya judes, galak suka menghina merendahkan bahkan bila punya menantu miskin. Ortunya dewa baik2 sama lucy ya kasihan lucy dulu sudah di hina oleh keluarganya mantan sekarang kebahagiaan yang akan lucy dapatkan. Amien. 🤲🏻🤲🏻🤲🏻🤲🏻😍😍😍😍
Ilfa Yarni
akhirnya dewa bertemu mamanya udah sekian lama trus gmn ya tanggapannya dgn lucu jgn sampe lucu dihina ya Thor aku ga rela
TokoFebri
hadduh mbak detri.. sama siapee nih..
TokoFebri
thank you om, emang bener sih om, sebagai orang tua kalau lihat anaknya menikah itu harus lepas tangan. maksudnya ga ganggu mereka terus. tinggal mantau saja. kalau ada yang ga bener di kasih tau. kalau ga bisa di kasih tau yaudah wkwkw.
TokoFebri
lucy kalau udah tau gini, aku harap kamu mau menemani dewa. jangan biarkan dia merasa hidup dalam kesendirian
Afriyeni Official
iyeess mantap dewa, kata kata begini yg Oma mau dengar 🤭 lanjutkan perjuangan mu nak/Determined/
Afriyeni Official
ngomong cinta mu bikin Oma baper,, yang jelas dong ngomongnya ah,,
Afriyeni Official
Lo sakit ya Andika, moga Lo betah di penjara
Ari Atik
ya..itulah seorang ibu.....
apapun kondisi anaknya,hati seorang ibu tetaplah tulus pada anaknya....
Avalee
Kirain ada motif macan tutulnya
Avalee
Keknya ahmad titisan buaya sii ini 🗿
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!