Reina masuk kedalam tubuh sang tokoh antagonis yang merupakan tunangan dari tokoh utama pria yang sangat obsess pada sang tokoh wanita. Takdir dari buku yang dibacanya harus mati dengan keadaan menyedihkan. Tapi Reina tidak ingin takdir buruk itu terjadi. Salah satunya dengan merubah takdirnya dengan memutuskan pertunangannya dengan Nico sang tokoh utama. Sayangnya perubahannya membuat pria gila berbarik tertarik padannya dan berjanji tidak akan melepaskan. Rencana hidup tenangnya harus hancur dengan pria gila yang malah obsesi padanya bukan pada kekasih kakaknya. Tidak sampai disitu saja masalah dalam hidupnya silih berganti. Berbagai karakter muncul yang tak seharusnya ada di cerita.
"Mari kita batalkan pertunangan ini."
"Tidak akan pernah, kamu sudah masuk ke dalam duniaku dan cara untuk keluar hanya dengan kematian. Sayangnya aku tidak akan membiarkan kematian merenggut kelinci kesayangan itu."
"Kenapa alurnya jadi berubah."
"Semua usahaku sudah selesai , mari kita putus."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewisl85, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 31 : Penolakan
Nico menatap tajam sahabatnya, kedua tangan terlipat di dadanya. Kerutan di wajahnya yang terus muncul saat mendengarkan penjelasa sahabatnya. Sedangkan dua sahabat lainnya terkejut mendengar fakta yang dibeberkan oleh Shaka beberapa waktu lalu.
“Pernikahan bukan permainan Shaka. Aku tidak bisa membiarkanmu bersama adikku. Aku tahu seberapa buruk dirimu itu untuk adikku.” Ucap Nico dengan tajam. Ia tahu seberapa buruk hidup seorang Shaka beberapa tahun ini. Walaupun ia tahu pria itu tidak pernah benar-benar bermalam dengan para wanita itu. Tapi ia tidak yakin pria itu bisa keluar dari kehidupan malamnya.
“Shaka, kamu tahu seberapa besar aku mencintai Nina.” Ucap Shaka yang masih mencoba mendapatkan restu dari sahabatnya.
“Cinta, aku tidak yakin itu. Kehidupanmu terlalu liar untuk adikku Shaka. “ucap Nico dengan tersenyum merendahkan sahabatnya itu. Ia penasaran seberapa gigih pria itu mendapatkan restunya.
“Kalau begitu aku tidak akan merestui adikku bersamamu.” Ancaman Shaka yang membuat lawan bicarannya tertawa keras dan menatap remeh sahabatnya.
“Shaka, kamu tahu sedang mengancam siapa saat ini? Tidak sulit untukku menjadikan Reina sebagai istriku tanpa restu kalian keluarga Laksana.” Ucap Nico dengan santai yang membuat Shaka mengepalkan kedua tangannya. Ia mengakui kekuasaanya tidak sebesar Shaka. Pria itu benar, mendapatkan adiknya tidak sulit. karena kekuatannya dengan mudah menghancurkan keluarganya. Bagaimanapun Nico adalah sang tuan muda yang berkuasa di dunia bisnis dan dunia bawah.
“Nico, aku sebenarnya sudah melakukan itu dengan Nina.” Ucap Shaka mengakui kesalahannya yang mendasari dia ingin melamar kekasihnya itu.
“Sialan kamu Shaka.” Ucap pria itu langsung menarik kerah baju sahabatnya. Nico tidak bisa menahan amarahnya kembali. Shaka tidak melawan dari serangan yang diberikan oleh sahabatnya. Ia mengakui kesalahannya, Jujur sekarang ia merasa bebannya sedikit menghilang.
“kakak.” Teriak seorang wanita yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu. Hal itu juga yang membuat pukulan Nico terhenti saat melihat kedatangan kekasihnya.
“Kenapa kalian bertengkar?”
“Kakakmu membuat Nico marah Reina.” Perkataan yuda dengan santai yang membuat Reina menyadari hal apa yang membuat kekasihnya itu kesal.
“kakak aku sudah tahu perlakuanmu pada Nina. Aku kecewa pada kakak. Kenapa kaka melakukan hal itu?”tanya Reina pada kakaknya yang tidak dijawab apapun. Keheningan melingkupi ruangan itu, tidak satupun yang berani mengeluarkan suara. Hingga kedatangan seseorang yang langsung berlari kea rah shaka.
“kalian tidak perlu menyalahkan kak Shaka. Kita melakukannya dalam keadaan sadar dan saling menginginkannya. Jadi tidak ada yang perlu disalahkan.” Ucap Nina yang membuat Nico pusing mendengar perkataan adiknya. Kenapa kedua orang itu memiliki karakter yang sama. Selalu membuatnya pusing melihat tingkah Nina dan Shaka.
“Kalau begitu kamu harus menerima pernikahan itu.” Ucap Nico yang membuat Nina menatap takut pada kakaknya. “Apa? kamu ingin menolak pernikah itu. Nina kamu gila.”
“kak aku..”
“Kamu takut, lalu kenapa kamu melakukannya.” Ucap Nico yang menatap lelah adiknya. Ia melangkah keluar dari ruangan kerjanya. Reina menatap kedua orang yang sangat disayangkan.
“Pernikahan memang hukuman yang tepat untuk kalian berdua.” Ucap Reina memilih keluar dari ruangan itu. Ia harus menyusul Nico. Pria itu pasti membutuhkannya.
“Nico.” Panggil Reina saat melihat pria itu sudah menyalakan rokoknya. Nico melirik sekilas kekasihnya dan langsung mematikan rokoknya setelah meyesah sekali. Tangannya menghilangkan asap di sekitarnya agar Reina tidak menghirup nikotin itu.
“Kenapa ?” tanya Nico pada sahabatnya.
“Kak Nico boleh bersandar padaku.” Ucap Reina sambil menepuk bahunya dengan senyuma manisnya. Saat itu tatapan tajam Nico perlahan menghilang. Senyuman tipis di wajah pria tampan. Wanitanya selalu tahu cara meredakan amarahnya.
“Sayang.” Ucap Nico yang langsung menarik tubuh Reina kedalam pelukannya. Ia merasakna kehangatan yang sangat disukainya.
"Kejadian ini menjadi pelajaran untuk kita, tidak ada yang perlu disalahkan. Kak Shaka dan Nina melakukannya secara sadar. Biar mereka bertanggung jawab atas perbuatanya. Aku yakin pernikahan ini akan menjadi awal kisah keduannya untuk menjadi orang yang lebih baik lagi." jelas Reina yang mengelus punggung kekasihnya. Ia tahu perasaan yang dirasakan Nico saat ini. Rasa kecewa dan gagal karena tidak bisa menjaga adiknya dengan baik.
"sayang, aku mencintaimu." ucap Nico yang mengecup pipi kekasihnya yang membuat senyuman terbit di wajahnya.
"Aku juga mencintaimu Nic." gumam Reina pelan yang tidak begitu terdengar oleh Nico. Tapi pria itu tidak memperdulikannya. Karena ia tahu wanitannya memiliki perasaan yang sama dengannya.
Akhirnya Nina menerima lamaran Shaka setelah perdebatan panjang. Alasan besar wanita itu tidak menerima lamaran kekasihnya karena rasa takut mengenai komitmen. Kenangan buruk di masa lalu membuatnya takut untuk melangkah ke hubungan yang lebih serius. Karena itu juga ia menerima cinta seorang Shaka yang selalu dirinya anggap tak akan pernah serius mengenai hubungan keduannya. Sebuah rahasia yang hanya diketahui oleh dirinya saja selama ini.
"Reina, pilihanku ini tepatkan?" tanya Nina pada sahabatnya yang berbaring di sampingnya. Reina tidak langsung menjawab pertanyaan sahabatnya. Ia menatap langit kamar Nina di kediaman Nico.
"Entahlah Nina." ucap Reina asal yang membuat Nina menggulingkan tubuhnya. Sekarang tubuhnya menyamping menghadap Reina.
"Reina, aku bertanya benar-benar."
"Nina, kamu mencintai kak Shaka ?"
"Tentu saja, walaupun aku tidak suka hubungan serius. Tapi aku sangat mencintai kak Shaka. Kamu juga tahu sejak dulu aku mencintai kakakmu." jelas Nina yang sekarang duduk menghadap sahabatnya. Saat itu dia terdiam saat melihat wajah bingung Reina.
"aku percaya mengenai hubungan kalian."
"Lalu apa yang membuatmu termenung seperti saat ini? " tanya Nina yang menyadari keadaan sahabatnya setelah kembali dari kamar kakaknya. Ia sudah mengenal lama seorang Reina. Tidak sulit untuk membaca setiap ekspresi sahabatnya itu.
"Nina, Cinta dan Obssesi berbeda bukan ?"tanya Reina yang membuat Nina terdiam. Seakan kata-kata itu seperti panah yang tepat menancap hulu hatinya.
"Apa maksudmu Reina? aku benar-benar mencintai kakakmu." ucap Nina.
"Aku tahu itu, tapi aku tidak yakin hubunganku."
"Reina"
"Aku tidak yakin dia benar-benar melupakan wanita itu. " ucap Reina pada sahabatnya. Ingatannya telah kembali semua dan saat itu sebuah kenyataan yang menyadarkan mengenai hubungannya dengan pria itu.
"Reina, kakak aku mencintaimu."
"Entahlah Nina." ucap wanita itu yang memilih menutup kedua matannya. Ia tidak ingin berdebat lagi dengan sahabatnya. Karena saat kenangan itu silih datang hanya membiarkan luka yang selama ini dipendamkannya terbuka kembali.
Bersamaan itu sebuah pesan masuk ke dalam handphonennya. Sebuah pesan yang tak ingin dirinya baca kembali.
-Caca-
‘Reina, aku menyangimu seperti keluargaku. Aku menyarankan kembali untuk mempertimbangkan hubunganmu. Kisah mereka belum sepenuh selesai.’