Keinginan besar Rere untuk memiliki anak dari suaminya sendiri memaksa dirinya menjebak seorang wanita cantik yang bekerja sebagai cleaning service di sebuah hotel mewah tempat ia menginap.
"Kau harus mengandung bayi dari suamiku jika tidak ingin masuk penjara...!" titah Rere pada Aleta yang cukup terkejut dengan permintaan gila wanita kaya di depannya.
"Ikuti cerita seru kedua wanita yang memperebutkan Fahri dan Aleta harus merelakan anaknya untuk bersama pria yang telah mencuri hatinya...!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sindya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Akhir Cerita
Setelah mendapatkan penanganan optimal melalui teknologi canggih yang dimiliki oleh rumah sakit internasional itu, namun keadaan Rere bukan makin membaik namun makin memburuk. Kellen sudah mengajukan permohonan untuk Rere agar berobat ke luar negri namun sang kepala sipir melarang hal itu karena Rere adalah seorang narapidana. Kellen terlihat frustrasi. Namun Rere hanya sedang menunggu ajalnya penuh ketenangan.
"Apa yang bisa kulakukan untukmu, Rere?" tanya Kellen dengan suara yang nyaris tenggelam.
"Jangan terlalu memikirkan diriku. Aku sudah siap mati jika Allah memanggilku", ucap wanita cantik itu yang sudah hijrah. Sekarang ia mengenakan hijab.
"Tolong jangan menyerah...! ajal milik Allah. Kamu harus tetap ikhtiar...!" pinta Kellen.
"Aku ingin kembali ke penjara. Di dalam sana lebih tenang. Di sini aku takut pikiran ku berubah. Aku tidak mau ingin menjadi jahat", ucap Rere.
"Tapi kamu masih butuh perawatan, Rere...!" ucap Kellen.
"Tidak perlu. Aku sudah merasa lebih baik", Rere memejamkan matanya. Dia tidak ingin Kellen terus berjuang untuknya. " Kellen, kamu berhak bahagia. Aku tidak pantas kamu perjuangkan. Aku begitu malu untuk berada di sampingmu", batin Rere sambil menahan bulir bening yang sudah memenuhi kelopak matanya.
Kellen meninggalkan ruang rawat itu. Sang sipir masuk kembali ke dalam kamar rawat Rere. Sepeninggal Kellen, Rere akhirnya menangis. Betapa rapuh dirinya saat ini. Namun ia tidak mau menunjukkan kelemahannya di depan Kellen.
Revan dan Aleta menempati rumah baru mereka. Aleta tidak mau tinggal di rumah bekas Rere tinggal. Revan sangat paham atas keinginan istrinya. Saat mereka sedang makan malam, tiba-tiba saja ada tamu yang datang. Aleta terkesiap melihat kedatangan ayahnya.
"Ayah....!" Aleta berdiri dengan perutnya terlihat membuncit. Wajah Aleta memucat. Revan menggenggam tangannya. Tuan Andre menatap keduanya dengan tatapan dingin.
"Maaf sayang...! aku memberitahu ayah kalau kita tinggal di sini", ucap Revan. Mata Aleta membulat. Nafasnya seakan mau berhenti saat ini. Aleta sudah tahu cerita tentang ayahnya yang sengaja memisahkan dirinya dan Revan paskah ia melahirkan. Wajahnya tertunduk takut. Tuan Andre bisa melihat ketakutan putrinya saat ini.
"Kurangajar....! apakah aku ini penjahat bagimu sehingga kamu tidak mau memelukku?" omel tuan Andre.
Aleta mengangkat wajahnya perlahan lalu melirik suaminya yang hanya tersenyum samar sambil mengangguk. Aleta melangkah perlahan. Ia tidak kuasa menahan air matanya yang mulai jatuh.
"Ayah.....!" Aleta memeluk ayahnya kuat. Menangis di dada itu. Revan ikut memeluk keduanya.
"Maafkan Aleta ayah. Tolong jangan pisahkan aku dengannya...!" bisik Aleta dengan suara bergetar.
"Badebah ini sudah memberi cucu untukku lagi. Dan itu sangat membebaniku. Bagaimana mungkin ayah memisahkan kalian lagi", ucap tuan Andre. Revan merasa sangat lega karena ayah mertuanya tidak segalak itu.
"Daddy...!" panggil Fatih yang baru bangun tidur.
Ketiganya menoleh ke arah suara itu dan Aleta cukup kaget melihat putranya sudah bisa berjalan. Padahal selama ini mereka sudah berupaya agar Fatih bisa berjalan di usianya satu tahun. Rupanya Fatih baru bisa berjalan di usianya 14 bulan. Fatih lebih cepat belajar bicara ketimbang berjalan.
"Sayang. Lihat...! Fatih sudah bisa jalan...!" pekik Aleta lalu berlutut menyambut putranya. Begitu juga dengan Revan yang sangat girang melihat pertumbuhan putranya.
Fatih melangkah perlahan namun bukan menuju ke pelukan kedua orangtuanya, malah ia berjalan sambil menatap wajah sang kakek yang sedang terpana menatapnya. Pria senja itu yang pernah menyembunyikan dirinya. Bahkan mengatakan kalau dirinya sudah meninggal dunia. Sungguh kakek yang sangat kejam.
Revan dan Aleta saling menatap lalu kembali melihat si kecil yang mengangkat kedua tangannya agar sang kakek menggendongnya.
"Endong...!" pinta nya sambil tersenyum melihat beberapa gigi susu yang tumbuh rapi.
Sang kakek terlihat berkaca-kaca lalu mengangkat tubuh gempal itu dengan kedua pipi seperti bakpao. Kelihatan sangat mengemaskan.
"Oh malaikat kecilku...!" Tuan Andre merangkul tubuh kecil itu penuh sayang. Revan dan Aleta saling merangkul sambil merasakan kebahagiaan mereka yang kembali berkumpul.
"Kakek, kita main mobilku yok..!" ajak si kecil. Sang kakek mengangguk dengan senang hati.
...----------------...
Tiga bulan kemudian, keadaan Rere makin memburuk. Ia dilarikan lagi ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Kellen tidak ada di sampingnya saat ini. Pria itu sedang melakukan bedah pada seorang pasien. Tiba-tiba saja perasaannya sangat gelisah.
"Dokter Kellen, apakah anda baik-baik saja?" tanya rekannya.
"Entahlah. Perasaan ku sangat tidak enak. Aku merasa tiba-tiba sangat sedih saat ini", ucap Kellen.
"Sebaiknya dokter istirahat saja. Biar saya yang menjahit luka pasien...!" bujuk dokter Faisal.
"Terimakasih dokter. Maafkan saya...!" dokter Kellen segera keluar dari ruang operasi. Ia mengambil ponselnya untuk menghubungi kepala sipir penjara. Namun melihat pesan dan panggilan masuk yang banyak sekali, dokter Kellen membuka pesan itu. Betapa terkejutnya dokter Kellen saat mengetahui Rere dalam keadaan kritis.
Ia segera ke ruang IGD. Namun saat tiba di sana, Kellen melihat Rere sudah bisa membuka matanya. Melihat Kellen, Rere memberi isyarat agar Kellen mendekatinya.
"Sayang, bertahanlah demi aku...! aku sangat mencintaimu Rere...!" ucap Kellen dengan bibir bergetar.
"Aku minta maaf atas semua kesalahan ku padamu. Aku sudah membunuh bayi kita. Aku juga sangat mencintaimu Kellen", bisik Rere lemah.
"Aku sudah memaafkan mu Rere. Jika kamu ingin menebus kesalahanmu padaku, tolong bertahanlah sayang...!" pinta Kellen lirih.
"Aku mau pulang Kellen. Aku sudah siap. Aku ingin pergi dengan tenang. Tolong tuntun aku, Kellen....! kamu bisakan?" pinta Rere sambil berdesis menahan sakit.
Kellen menggelengkan kepalanya. Ia masih berharap ada keajaiban untuk Rere. Namun sebagai dokter Kellen bisa melihat diagram jantung Rere makin melemah. Ditambah saturasi nya makin menurun." Ya Allah...!" keluh Kellen sambil terisak.
Kellen mulai membisikkan kalimat tahlil kepada Rere dengan perlahan. Rere mengikutinya dengan fasih. Bersamaan dengan akhir kalimat itu, Rere menghembuskan nafasnya terakhir. Kellen meraung di ruangan itu seperti anak kecil. Ingin rasanya ia memeluk dan mencium Rere namun mengingat Rere bukan mahram nya, Kellen harus bisa menahan diri untuk menghargai Rere yang sudah berhijrah sampai ajal menjemputnya.
Jika Kellen didera duka mendalam atas meninggalnya Rere namun tidak dengan Revan yang saat ini sedang menyambut kelahiran anak keduanya berjenis kelamin perempuan. Ia sedang mengazankan putri cantiknya itu penuh suka cita. Sementara itu Kellen mengurus pemakaman Rere pagi itu. Air mata tidak berenti mengiringi sang kekasih sampai tanah itu sudah menjadi gundukan dihiasi taburan bunga.
"Andai saja aku lebih berani saat itu untuk memaksamu menikah denganku, mungkin tidak ada perpisahan yang menyakitkan seperti ini Rere. Tapi aku bersyukur kepada Allah karena Dia memberikan kesempatan padamu untuk bertobat. Selamat jalan kekasihku. Semoga surga menantimu aamiin...!" Kellen meninggalkan pusara Rere setelah meletakkan setangkai bunga mawar putih di atas pusara Rere.
End
apalah daya bunda x menjaga dr singa betina