NovelToon NovelToon
Kumpulan Kisah Misteri

Kumpulan Kisah Misteri

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Spiritual / Rumahhantu / Horror Thriller-Horror / Matabatin / Roh Supernatural
Popularitas:14k
Nilai: 5
Nama Author: iqbal nasution

Kumpulan kisah misteri menceritakan tentang cerita legenda misteri dan horor yang terjadi di seluruh negeri berdasarkan cerita rakyat. Dalam kisah ini akan di ceritakan kejadian-kejadian mistis yang pernah terjadi di berbagai wilayah yang konon mwnjadi legenda di seluruh negeri bahkan banyak yang meyakini kisah ini benar-benar terjadi dan sebagian kisah masih menyimpan kutukan sampai sekarang, Di rangkai dalam kisah yang menyeramkan membuat para pembaca seperti merasakan petualangan horor yang menegangkan,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iqbal nasution, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

5f. Kubu Aneuk Manyak

Malam menjelang ketika Ramli kembali ke gampong Bengkeh seorang diri. Wajahnya sengaja dibuat pucat, langkahnya gontai, seolah tubuhnya dilanda sakit berat. Ia mengetuk rumah Geucik Teungku Musa dengan suara lemah.

“Assalamualaikum, Teungku… maafkan saya kembali. Saya… saya jatuh sakit di tengah perjalanan. Badan panas, kepala pening. Murhaban dan Rizky melanjutkan jalan ke Meulaboh, sedang saya tak sanggup ikut.”

Teungku Musa menatapnya penuh iba, tak sedikit pun curiga pada dusta yang ia taburkan.

“Waalaikumussalam, Ramli. MasyaAllah, kalau sakit kenapa dipaksa berjalan jauh? Masuklah, nak. Duduklah dulu. Biar kami obati dengan yang ada.”

Ramli berpura-pura menggigil. Tubuhnya bersandar di dinding, nafasnya diatur berat-berat. Istri Teungku Musa segera mengambil ramuan tradisional dari dapur: air rebusan daun sambiloto dan jahe, lalu memberikannya kepada Ramli.

“Minumlah ini, Ramli. Memang pahit, tapi insyaAllah bisa meredakan panas badanmu.”

Ramli meneguk ramuan itu dengan wajah meringis. Dalam hatinya ia tersenyum sinis, karena kepura-puraannya begitu mudah dipercaya.

Teungku Musa kemudian berkata dengan lembut.

“Kalau benar sakit, jangan lanjut ke Meulaboh. Lebih baik pulang saja ke Pidie, beristirahat di rumah. Murhaban sahabatmu itu pasti paham keadaanmu.”

Ramli menunduk, menyembunyikan sinar matanya.

“Benar, Teungku. Itulah niat saya. Besok pagi saya akan kembali ke Pidie. Mudah-mudahan Murhaban dan Rizky selamat sampai ke Meulaboh.”

Teungku Musa mengangguk mantap, lalu menepuk bahu Ramli.

“Allah menjaga musafir. Mudah-mudahan sehatmu lekas kembali.”

Malam itu Ramli dijamu dengan makanan dan ramuan tradisional agar ia kuat kembali. Tidak ada yang tahu bahwa di balik wajah lelahnya, ia menyimpan rahasia besar—bahwa Murhaban dan Rizky tidak pernah melanjutkan perjalanan, melainkan sudah terkapar di Neungoh Ukheue Kayee, menjadi korban dari tangan sahabat yang mereka percayai sendiri.

*****

Beberapa hari setelah meninggalkan Gampong Bengkeh, Ramli akhirnya sampai ke Keumala, Pidie. Ia datang dengan wajah penuh kemenangan, membawa emas, uang, dan perhiasan hasil dari kejahatan yang disimpannya rapat-rapat. Di hadapan orang-orang kampung, ia tampak seperti lelaki sukses yang baru pulang dari perjalanan jauh. Tak seorang pun tahu bahwa semua itu berlumur darah.

Awalnya, hati Ramli dipenuhi rasa puas. Ia merasa telah berhasil menyingkirkan Murhaban dan Rizky, serta menguasai harta yang melimpah. Rumahnya kini lebih megah, makanannya lebih enak, dan kehidupannya tampak sejahtera. Namun… semua itu hanya bertahan di siang hari.

Ketika malam tiba, hidupnya berubah menjadi neraka.

Begitu matanya terpejam, mimpi buruk datang bertubi-tubi. Ia melihat wajah Murhaban dengan mata kosong penuh darah, tubuhnya terkapar dicabik parang. Lalu Rizky kecil, dengan leher tergorok, memanggil lirih,

“Abi… Abi… sakit sekali, Abi…”

Ramli terbangun dengan keringat bercucuran, jantungnya berdegup kencang. Namun bayangan itu tak hilang. Setiap kali ia menoleh ke sudut kamar, seakan ada sosok kecil berdiri sambil menangis. Suara langkah kaki kecil terdengar di malam sunyi, mengetuk lantai rumahnya.

Semakin hari, gangguan itu kian menjadi. Lampu pelita sering padam sendiri, harta yang ia simpan kadang terdengar berisik seolah ada yang mengacak-acak. Tidurnya hanya berisi jeritan, teriakan, dan bayangan berdarah.

Ramli mulai kehilangan akal sehat. Wajahnya semakin pucat, matanya cekung karena tak pernah bisa tidur dengan tenang. Harta yang awalnya membuatnya merasa berkuasa kini menjadi beban mengerikan.

Di tengah malam yang gelap, Ramli sering terdengar berteriak sendiri:

“Pergi! Jangan ganggu aku! Aku sudah dapatkan semua ini dengan tanganku sendiri! Pergi!!!”

Namun suara tangisan anak kecil dan bayangan Murhaban yang penuh darah terus menghantuinya.

Ramli sadar—meskipun ia mencoba menipu manusia, ia takkan pernah bisa lari dari balasan Allah dan perbuatan tercela yang menuntut keadilan.

Hari-hari Ramli di Keumala yang semula tampak penuh kemewahan perlahan berubah menjadi nestapa. Harta yang ia rampas tidak pernah benar-benar membuatnya bahagia. Sejak malam-malam mencekam itu, tubuhnya mulai melemah.

Awalnya hanya demam ringan, tetapi semakin lama semakin parah. Ia sering menggigil tanpa sebab, tubuh kurus, nafas pendek, dan wajah pucat seperti orang yang kehilangan darah. Setiap kali mencoba makan enak, perutnya mual seolah ada sesuatu yang mengganjal.

Lebih mengerikan lagi, jiwanya mulai terguncang.

Ramli sering tertawa sendiri di tengah malam, lalu tiba-tiba menangis meraung seperti anak kecil. Kadang ia berbicara seolah-olah Murhaban ada di hadapannya:

“Sudah kubilang, harta ini milikku! Kau sudah mati, Murhaban! Jangan ganggu aku lagi!”

Warga kampung mulai heran melihat perubahan itu. Mereka sering mendengar jeritan dari dalam rumah Ramli. Ada pula yang melihat ia berlari ketakutan di halaman rumahnya tengah malam, seolah dikejar bayangan tak kasat mata.

Tak jarang, Ramli duduk di tepi jalan dengan tatapan kosong. Dari mulutnya keluar gumaman yang tidak jelas, kadang menyebut nama Maisarah, Murhaban, dan Rizky berulang-ulang.

Lambat laun, orang-orang mulai menyadari: Ramli bukan lagi orang waras.

Ia sakit-sakitan, tubuhnya rusak dimakan penyakit, sementara pikirannya tersiksa oleh gangguan jiwa. Harta yang ia simpan pun hanya tergeletak, tidak pernah ia nikmati dengan tenang.

Masyarakat Keumala akhirnya percaya bahwa apa yang menimpa Ramli adalah balasan Allah atas pengkhianatan dan darah yang ia tumpahkan.

*****

Suatu siang yang terik, halaman rumah Ulee Balang tiba-tiba ramai. Beberapa serdadu Belanda datang dengan wajah serius, membawa kabar mengerikan.

“Tuan Ulee Balang, saat patroli di kawasan Neungoh Ukheue Kayee, kami menemukan dua mayat dalam kondisi mengenaskan. Tubuhnya hancur penuh bacokan, darah sudah mengering di tanah. Sepertinya mereka telah terbunuh secara kejam.”

Wajah Ulee Balang mengeras. Ia tahu tempat itu memang angker, tetapi kabar mayat terbunuh membuat suasana semakin genting.

“Siapa mereka? Apakah orang dari kampung ini?”

Serdadu itu menggeleng.

“Tidak jelas, Tuan. Kami hanya tahu salah satunya lelaki dewasa, satunya lagi seorang anak kecil. Pakaian mereka masih utuh, tetapi isi bungkusan tidak kami temukan.”

Tanpa menunggu lama, Ulee Balang langsung memanggil Geuchik Teungku Musa dan memerintahkan agar masyarakat Gampong Bengkeh ikut serta menuju lokasi.

Keesokan paginya, rombongan itu berangkat. Mereka menyusuri jalan setapak yang dilingkupi akar-akar besar, hingga akhirnya tiba di sebuah tanah lapang suram. Bau amis darah masih terasa, meski hari sudah berganti.

Dan di sanalah…

Dua jasad terbujur kaku.

Murhaban dan Rizky, terkapar penuh luka bacokan, wajah mereka sulit dikenali kecuali dari pakaian dan barang-barang kecil yang masih melekat.

Teungku Musa menutup mulutnya, menahan sesak di dada.

“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un… ini Murhaban… dan ini anaknya, Rizky.”

Tangisan pecah dari masyarakat Bengkeh. Mereka terkejut, tak percaya bahwa lelaki baik hati yang beberapa hari yang lalu sempat singgah di rumah geuchik kini telah menjadi korban kebiadaban.

Beberapa warga menunduk, ada yang membaca doa, sementara serdadu Belanda mencatat dan memastikan laporan.

Namun satu hal membuat hati mereka bergetar: bekal dan barang bawaan Murhaban sama sekali lenyap. Harta yang katanya akan dibawa ke Meulaboh tidak lagi ada.

Bisik-bisik mulai terdengar.

“Siapa yang tega melakukan ini?”

“Apakah perampok hutan? Atau ada pengkhianatan?”

Namun mereka tidak belum menemukan jawaban. Yang pasti, kawasan Neungoh Ukheue Kayee sejak hari itu dianggap tanah berdarah.

1
≛⃝⃕|ℙ$°Siti Hindun§𝆺𝅥⃝©☆⃝𝗧ꋬꋊ
😭😭
ginevra
kejam banget.... pantes kalau nantinya gentayangan
dilafnp
mampus lu! 😆
dilafnp
obsesi dgn cinta itu beda ya!!
Mingyu gf😘
andai murhaban lebih memahami hati ramli, dan andai ramli lebih ikhlas maka petaka itu tidak akan terjadi
Mingyu gf😘
wahh ini ternyata titik penyebab dendam bermula
rahmad faujan
mantap 🤣
Wida_Ast Jcy
tapi aku bisa lho baca isi hatimu. kamu punya niat jahat kan. dasar kawan Luknuct
Wida_Ast Jcy
Nah... ini sangat sangat betul thor. mmg sudah seharusnya begitu
Blueberry Solenne
Wtf, tak punya pilihan lain? sikat aja neng!!!
Blueberry Solenne
Rasain lu, emang enak di ikutin mulu sama Halimah.
Alna
kenapa harus orang pintar, kan lebih bagusnya ulama
Alna
maksudnya gak punya pilihan gimana?
bukan nya itu sudah kau rencanakan
Vᴇᴇ
nah ini nii yg gue tunggu" di part asal muasalnya 👀
Ani Suryani
Cornelia
Vᴇᴇ
pov : ketika nyoba ngikutin kata hati
Wida_Ast Jcy
apakah yang akan terjadi ya kira kira... oh..no🤔🤔🤔
Wida_Ast Jcy
sakitnya tuh disini 😩
Ani Suryani
untung ada yang menyelamatkan
rahmad faujan
aku takut tapi nagih🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!