NovelToon NovelToon
Om Duda Genit

Om Duda Genit

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Aurora Lune

Punya tetangga duda mapan itu biasa.
Tapi kalau tetangganya hobi gombal norak ala bapak-bapak, bikin satu kontrakan heboh, dan malah jadi bahan gosip se-RT… itu baru masalah.

Naya cuma ingin hidup tenang, tapi Arga si om genit jelas nggak kasih dia kesempatan.
Pertanyaannya: sampai kapan Naya bisa bertahan menghadapi gangguan tetangga absurd itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora Lune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ternyata Duda, Mit!

"Eh lo tau gak, Mit!" seru Nayla tiba-tiba, wajahnya serius tapi matanya berbinar. Ia duduk menghadap Mita sambil mencondongkan tubuhnya ke depan, seperti ingin menceritakan hal besar.

Mita langsung menatap curiga. "Apaan lagi, Nay? Kok nada lo udah kayak mau bongkar rahasia negara aja."

Nayla mengambil napas dalam-dalam, lalu berkata pelan tapi penuh drama, "Ternyata..."

Mita langsung menyambar, "Ternyata apa? Lo hamil?!"

"Ih, amit-amit, Mit! Mulut lo ya, bisa gak dikontrol dikit!" Nayla langsung memukul pelan lengan sahabatnya itu.

"Haha ya kan gue penasaran! Ternyata apa?" ucap Mita sambil nyengir.

Nayla menatap Mita lama, lalu dengan suara bergetar, lebih ke kesel sih daripada sedih, dia berkata, "Ternyata dia tuh... om itu duda, Mit."

Mita langsung melotot. "WHAT?! Serius lo, Nay?!"

"Iya!" jawab Nayla sambil mengangguk cepat. "Gue dikasih tau sama ibu nasi uduk. Katanya mereka udah lama cerai."

"Pantes aja..." ucap Mita, matanya membulat. "Pantes aja dia berani genit-genit ke lo! Gak takut dosa karena udah gak punya istri ternyata."

"Ihh Mit!" Nayla langsung menepuk meja sambil manyun. "Gue tuh bukan korban godaan bapak-bapak genit ya! Gue tuh cewek baik-baik, tau."

Mita ngakak. "HAHA! Ya gue gak bilang lo korban, tapi sumpah Nay, tuh orang kayak nya kan ganteng banget, cool, tajir lagi. Mungkin dia beneran naksir lo."

"Apaan sih!" Nayla menutupi wajahnya dengan buku. "Gak mungkin lah Mit. Gue ini siapa? Anak kontrakan yang sarapan telur satu biji aja udah alhamdulillah. Sedangkan dia? Mobilnya aja bisa buat DP rumah kontrakan gue!"

"Justru mungkin dia suka lo karena lo beda, Nay," ucap Mita dengan nada menggoda. "Cewek kayak lo tuh langka, rame, lucu, dan ngomong gak pake filter. Biasanya cowok cool suka yang gitu."

Nayla langsung mendengus. "Iya suka bikin sakit kepala kali!"

Mita menahan tawa. "Tapi ya Nay, kalo dipikir-pikir, lo sama dia tuh lucu loh. Lo yang bawel, dia yang dingin. Lo yang cegil, dia yang sok cool tapi ternyata genit."

"HAHA jangan gitu dong, Mit!" Nayla menatap sahabatnya dengan wajah merah padam. "Gue tuh kalo inget dia rasanya kesel, tapi entah kenapa suka senyum-senyum sendiri. Gila gak sih?"

"Gila, tapi bukan lo doang yang gila. Dia juga," balas Mita cepat. "Orang yang bisa tahan sama kelakuan lo tuh udah jelas gak normal!"

"Ih, nyebelin banget sih lo!" Nayla mencubit lengan Mita. "Udah ah, gue gak mau ngomongin dia lagi. Tiap ngomongin tuh orang, jantung gue kerja lembur mulu!"

"Kerja lembur atau deg-degan karena naksir, Nay?" goda Mita dengan tawa jahil.

Nayla langsung berdiri sambil menatap Mita garang, "MITA! Sekali lagi lo ngomong gitu, gue tumpahin es krim ke rambut lo!"

Mita justru tambah ngakak. "HAHAHAHA, yaudah, yaudah, gue diem. Tapi serius, Nay, hati-hati ya. Bisa-bisa nanti lo beneran jatuh cinta sama tetangga cool-genit lo itu."

"Enggak akan!" Nayla menepuk dadanya sendiri. "Gue Nayla, cewek kuat, tahan godaan, anti baper!"

Tapi tak lama kemudian, ia menunduk pelan dan bergumam, "...tapi kalo dia senyum lagi, kayaknya pertahanan gue bakal jebol juga deh."

Mita ngakak sampai nangis. "HAHAHA! Astaga Nay, lo emang gak ada obat!"

*****

Setelah selesai sarapan, Arga dan Raka berjalan keluar dari restoran mewah itu. Udara pagi masih terasa segar, cahaya matahari menembus kaca besar restoran dan memantul lembut di jas hitam yang dikenakan Arga.

"Udah kenyang?" tanya Arga dengan nada tenang, suaranya dalam dan datar seperti biasa, tapi di matanya ada tatapan lembut saat melihat anaknya.

Raka mengangguk sambil mengusap perutnya. "Udah banget, Pa. Enak banget roti sama jus nya."

"Bagus," jawab Arga singkat, lalu menatap jam di pergelangan tangannya. "Kalau gitu, kita berangkat sekolah, ya."

"Let's go, Pa!" seru Raka penuh semangat. Anak kecil itu berjalan cepat ke arah parkiran, langkahnya ringan dan matanya berbinar, membuat Arga tanpa sadar tersenyum tipis melihat tingkahnya.

Mereka melangkah beriringan, Arga dengan langkah mantap dan postur tegapnya, sementara Raka sedikit berlari-lari kecil di sampingnya. Perpaduan keduanya seperti potret sempurna antara ayah keren dan anak menggemaskan.

Beberapa orang di sekitar restoran yang masih duduk di meja makan memperhatikan mereka.

"Ganteng banget ya..." bisik seorang wanita muda sambil melirik ke arah Arga.

"Iya, anaknya juga lucu banget. Kayak boneka," sahut temannya dengan nada kagum.

"Dia kan Pak Arga, CEO perusahaan besar itu. Katanya orangnya dingin banget," timpal yang lain, menatap punggung Arga yang semakin menjauh.

"Dingin sih, tapi tetap aja... beruntung banget istrinya. Udah ganteng, mapan, aura-nya juga beda banget," gumam salah satu wanita dengan tatapan iri sekaligus kagum.

Arga yang mendengar bisikan samar itu hanya melirik sekilas tanpa ekspresi. Ia tidak suka jadi pusat perhatian, apalagi di tempat umum. Tapi ia tetap berjalan tenang sambil menggenggam tangan kecil Raka.

Begitu sampai di parkiran, Raka langsung membuka pintu mobil sambil berseru kecil, "Pa, cepet dong, nanti telat!"

Arga tersenyum samar, menyalakan mesin mobil. "Santai aja, kita masih sempat."

Mobil hitam itu meluncur keluar dari area restoran dengan mulus. Dari balik kaca, Raka menempelkan wajahnya dan melihat keluar dengan kagum, sementara Arga fokus menyetir, wajahnya tetap tenang dengan sorot mata serius namun teduh.

Sesekali, Raka bersenandung kecil di kursinya, dan tanpa disadari, Arga menatapnya melalui kaca spion, sudut bibirnya terangkat tipis sesuatu yang jarang terjadi.

Mobil mereka semakin menjauh, meninggalkan kerumunan yang masih membicarakan mereka. Di luar sana, dunia hanya melihat sosok Arga yang dingin dan sulit didekati. Tapi di dalam mobil itu, bersama Raka, sisi lain Arga muncul sosok ayah yang hangat, penuh kesabaran, dan diam-diam selalu menikmati setiap momen kecil bersama anaknya.

Mobil hitam mewah itu berhenti perlahan di depan gerbang sekolah dasar yang cukup ramai. Anak-anak berlarian ke arah teman-teman mereka, sementara para orang tua sibuk menurunkan tas, menyiapkan bekal, dan bercakap-cakap di halaman.

Begitu mobil Arga berhenti, beberapa kepala langsung menoleh.

"Eh... itu kan Pak Arga..." bisik seorang ibu sambil menyikut temannya.

"Ya ampun, iya beneran! Masih sempat nganter anaknya juga, padahal sibuk banget katanya."

"Duh, tiap liat dia rasanya pengen... absen tiap

hari di gerbang sekolah," ucap salah satu ibu dengan nada bercanda tapi mata berbinar.

Pintu mobil terbuka, dan keluarlah Raka dengan senyum cerahnya. Anak kecil itu mengenakan seragam rapi, rambut disisir ke samping, dan sepatunya mengilap.

"Pa, turun dong, Raka pengen diantar sampe kelas!" serunya manja.

Arga, yang sedang merapikan jasnya, menghela napas kecil. "Bukannya kamu udah besar?"

"Tapi hari ini Raka mau papa yang nganter, soalnya hari ini Raka tampil di depan kelas," katanya sambil menggandeng tangan Arga.

Tanpa banyak bicara, Arga keluar dari mobil. Begitu ia berdiri tegak dan berjalan beriringan dengan Raka, semua mata seakan tertarik otomatis ke arah mereka. Jas hitamnya kontras dengan suasana sekolah yang cerah, langkahnya mantap, dan senyum tipis yang muncul setiap kali Raka bicara membuat auranya makin sulit diabaikan.

"Ya ampun... liat deh, kayak aktor drama Korea."

"Kalem banget jalannya, tapi aura bosnya tuh dapet banget!"

"Coba ya, suamiku kayak gitu dikit aja... udah aku beliin jas tiap hari."

Bisikan-bisikan kecil itu terdengar samar, tapi Arga tetap berjalan dengan ekspresi datar, seolah tidak terganggu sama sekali.

Sampai di depan kelas, Raka menatap ayahnya dengan semangat.

"Pa, nanti Raka cerita tentang pahlawan! Papa pahlawan Raka!" katanya sambil menepuk dadanya sendiri.

Arga menatapnya dan mengacak rambut anak itu pelan. "Lakukan yang terbaik, ya."

Raka tersenyum lebar. "Iya, Pa!"

Beberapa guru memperhatikan dari kejauhan, termasuk Bu Rini wali kelas Raka. Ia menghampiri dengan senyum sopan.

"Selamat pagi, Pak Arga. Terima kasih sudah menyempatkan waktu antar Raka."

"Pagi, Bu Rini," jawab Arga dengan nada tenang dan senyum singkat. "Saya titip Raka, seperti biasa."

Suara dan cara bicaranya yang lembut tapi berwibawa membuat Bu Rini sempat kikuk sejenak. "Tentu, Pak. Raka anak yang sangat menyenangkan kok," katanya dengan sedikit gugup.

Raka melambai ke ayahnya. "Dadah, Pa!"

"Dadah, Raka." Arga mengangguk sekali, lalu berbalik menuju mobilnya.

Begitu ia melangkah pergi, beberapa ibu-ibu langsung mendekat ke Bu Rini.

"Bu, itu beneran Pak Arga ya? Yang punya perusahaan besar itu?"

"Bener, Bu! Dingin banget ya orangnya..."

"Dingin sih, tapi liat deh... dia ganteng banget!"

Arga membuka pintu mobilnya dengan tenang, memasuki kabin, dan menutup pintu. Dari kaca, ia sempat melihat Raka melambai lagi sambil tertawa. Untuk sesaat, ekspresi Arga melunak senyum kecil terlukis di wajahnya.

Namun begitu mesin mobil menyala dan ia keluar dari area sekolah, wajahnya kembali datar seperti biasa. Dunia luar hanya melihat sosok pria dingin yang misterius. Tapi bagi Raka, ia tetap "Papa terbaik di dunia."

1
Lembayung Senja
ceritanya mulai seru... semangat buat novelnya.....😍
Jen Nina
Jangan berhenti menulis!
Yusuf Muman
Ini salah satu cerita terbaik yang pernah aku baca, mantap! 👌
Yuri/Yuriko
Bikin baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!