Langit di seluruh dunia kini hanyalah kanvas retakan. Malam tanpa bintang. Dua puluh tahun yang lalu, peradaban manusia berubah selamanya. Sebuah lubang dari retakan dimensi yang menganga seperti luka di angkasa, memuntahkan makhluk-makhluk dari mimpi buruk.
Mereka datang dari dunia lain, tanpa nama dan tanpa belas kasihan. Mereka menghancurkan gedung pencakar langit, meratakan jalan, dan menyebarkan kepanikan di mana-mana. Separuh populasi musnah, dan peradaban manusia berada di ambang kehancuran total.
Namun, di tengah-tengah keputusasaan itu, harapan muncul. Beberapa manusia, entah bagaimana, mulai bangkit dengan kekuatan luar biasa.Mereka menjadi Pemburu. Dengan kekuatan yang setara dewa, mereka berjuang, jatuh, dan bangkit kembali.
Namun, di balik layar, rumor mulai beredar. Retakan-retakan kecil yang seharusnya stabil mulai menunjukkan tanda-tanda kegelisahan. Seolah-olah mereka adalah mata-mata dari sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang sedang menunggu di sisi lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FA Moghago, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Lahirnya Panca Merah Putih
Setelah pertemuan yang penuh ketegangan, Valerius mengundang Harsa secara pribadi ke kantor Ketua WHA. Saat Harsa datang dan duduk, Valerius langsung menyampaikan maksudnya tanpa basa-basi.
"Ketua Harsa," ucap Valerius. "Kami meminta Anda untuk mengawasi pemuda itu dari dekat. Dia sepertinya tidak biasa."
Harsa terkejut. "Memang sedikit tidak biasa, karena dalam kebangkitan pertama langsung mencapai kualifikasi SSS," jawab Harsa. "Namun, itu bukan hal yang tidak mungkin."
Valerius membuka matanya, menatap Harsa dengan tatapan dinginnya yang menusuk. "Semoga prasangkaku salah," ucapnya. "Namun, Ketua Harsa tetap harus waspada."
Setelah memberikan peringatan itu, Valerius berdiri dan keluar, diikuti oleh Kaelen yang hanya tersenyum tipis.
°°°
Keesokan harinya, Raka dan Harsa kembali ke Indonesia. Setibanya di Gedung Lembaga Pusat Pemburu, Harsa membawa Raka langsung ke kantornya. Di sana, enam pemimpin organisasi pemburu terkuat di Indonesia sudah menunggu, duduk di kursi-kursi yang melingkar.
Saat Raka berjalan masuk, semua mata tertuju padanya. "Sungguh aura yang kuat," gumam Bara.
Harsa dan Raka duduk di kursi kosong. Gatot, yang memimpin pembicaraan, tersenyum. "Sepertinya perjalanan kalian berjalan lancar. Jadi, pemuda berbakat ini bergabung dengan organisasi pemburu dunia?"
Harsa tersenyum. "Tidak, dia akan tetap di sini."
Mendengar itu, Gatot tertawa. "Hahaha... sungguh pengabdian yang tulus. Jadi, Nak, kamu mau bergabung dengan organisasi mana?"
Semua pemimpin organisasi pemburu itu langsung fokus, menunggu jawaban Raka.
Raka menjawab dengan senyuman lebar, "Sepertinya aku tidak akan bergabung dengan siapa pun, Pak. Tapi bagaimana jika kita mendirikan organisasi pemburu baru, untuk menjadi yang terkuat di dunia, dan kita dapat menguasai dunia?"
Semua yang ada di ruangan itu terkejut. Tidak disangka, seorang pemuda yang baru saja bangkit sudah berbicara tentang mendirikan organisasi.
Dengan wajah serius, Arya berbicara. "Nak, membuat organisasi tidak semudah kelihatannya, butuh waktu bertahun-tahun. Kenapa tidak bergabung dengan salah satu dari kami?"
Raka mengubah ekspresinya menjadi dingin. "Tidak perlu repot-repot, Pak. Kenapa enam organisasi pemburu terkuat di Indonesia tidak bersatu dan membuat organisasi baru? Aku hanya akan menjadi seorang pemburu biasa, kalian boleh mengambil jabatan tertingginya."
Mendengar ucapan Raka, Kinar berdiri, tatapannya penuh amarah, dan langsung keluar ruangan.
Gatot menengahi. "Nak, kami akan berdiskusi dulu dengan Ketua Harsa untuk ke depannya." Harsa lalu menyuruh stafnya untuk mengantar Raka beristirahat. Setelah Raka keluar, mereka mulai rapat, membahas rencana pembentukan organisasi baru.
Harsa dan kelima pemimpin organisasi pemburu terkuat di Indonesia menghabiskan sepanjang hari untuk berdiskusi. Keberadaan Raka yang begitu kuat dan mendadak membuat mereka menyadari perlunya perubahan besar. Setelah perdebatan panjang, mereka akhirnya mencapai kesepakatan: mereka akan membubarkan organisasi masing-masing dan membentuk sebuah organisasi pemburu baru yang akan bergabung dengan aliansi tingkat dunia.
Nama organisasi baru tersebut disepakati, yaitu Panca Merah Putih.
Mereka juga menyusun struktur organisasinya. Ada lima divisi utama:
1.Divisi Harimau Sumatera
2.Divisi Gadjah Mada
3.Divisi Kesatria Garuda
4.Divisi Pandawara
5.Divisi Bambu Kuning
Kepemimpinan organisasi akan digilir setiap lima tahun sekali, dipilih oleh ketua masing-masing divisi. Mereka sepakat bahwa Raka akan selalu menjabat sebagai wakil pemimpin, terlepas dari siapa pun yang menjadi ketua. Untuk ketua pertama, mereka memilih Gatot.
Selain itu, semua organisasi pemburu yang lebih kecil di bawah mereka juga wajib bergabung, menjadi bagian dari ranting Organisasi Pemburu Panca Merah Putih. Ini adalah langkah besar yang akan mengubah total peta kekuatan pemburu di Indonesia.
Berita tentang pembentukan dan peresmian Organisasi Pemburu Panca Merah Putih menyebar cepat ke seluruh dunia. Sebagai organisasi terkuat ke-8, keberadaan mereka dan Raka, Pemburu SSS ke-8 di dunia, menjadi topik hangat. Di tengah perayaan meriah di gedung Lembaga Pusat Pemburu, tiba-tiba kabar mengejutkan datang: delapan retakan dimensi terjadi secara serentak di seluruh Pulau Sumatra.
Seketika, pesta terhenti. Harsa bersama Gatot, pemimpin organisasi Panca Merah Putih, dan kelima ketua divisi berkumpul di ruang rapat. Mereka mulai membahas situasi genting itu.
Di tengah rapat, Hanif, ketua divisi Pandawara, mendapat kabar dari sekretarisnya bahwa Arini Prameswari, yang kini menjabat sebagai wakil ketua divisi Pandawara, telah pergi sendirian ke Sumatra.
Mendengar kabar itu, tanpa berkata apa-apa, Hanif langsung keluar dari ruang rapat. Ia bergegas membawa para pemburu dari divisinya untuk menyusul ke Pulau Sumatra. Kepergian Hanif yang tiba-tiba membuat semua orang di ruangan terdiam keheranan.
Harsa segera mendapat kabar bahwa Arini pergi sendirian, yang menjadi alasan Hanif keluar rapat. Harsa dan Gatot pun mempercepat rapat, bergegas untuk menyusul mereka.
Arini terbang cepat dari Jakarta, melintasi lautan menuju Sumatra. Wajahnya diselimuti kecemasan, ia memikirkan keluarganya. Setelah menempuh perjalanan yang memakan waktu berjam-jam, ia tiba di pesisir pantai Sumatra dan bergegas menuju rumahnya. Namun, saat memasuki kampung halamannya, ia disambut oleh pemandangan mengerikan. Puluhan monster berkeliaran, dan banyak penduduk tergeletak tak bernyawa.
Arini segera berlari ke rumahnya, hanya untuk menemukan kekosongan. Orang tua dan kedua adiknya tidak ada di sana. Ia mencari ke seluruh penjuru kampung hingga menemukan ayahnya tergeletak, berlumuran darah, memeluk adik laki-lakinya. Tak jauh dari mereka, ibunya juga terbaring tak bernyawa, memeluk adik perempuannya.
Dunia Arini terasa runtuh. Tangisannya pecah, ia memeluk keluarganya yang telah tiada, menatap langit kelam. Para monster yang mencium kehadirannya bergerak mendekat. Dengan kilatan amarah, Arini melepaskan aura energinya yang kuat, menghempaskan mereka semua.
Ia kemudian membawa jasad keluarganya ke rumah sakit di wilayah lain yang tidak terdampak retakan, tetapi ia tahu bahwa semuanya sudah terlambat. Tangisan Arini berhenti, digantikan oleh kemarahan yang dingin dan menusuk. Matanya menyala dengan aura merah bercampur putih.
Arini berjalan keluar dari rumah sakit, lalu melesat terbang menuju retakan dimensi yang berada di dekat kampungnya. Dengan kekuatan penuh, ia menerjang kerumunan monster. Setiap ayunan tombak kapaknya menghempas puluhan monster sekaligus. Auranya semakin kuat, dan ia membantai ratusan monster itu seorang diri dengan cepat dan kejam.
Kemarahannya tidak berhenti di sana. Arini menerjang ke retakan lain, menghantam semua yang ada di jalurnya. Dengan satu gerakan dan ayunan tombak kapaknya, ia menghancurkan monster, rumah, dan gedung hingga rata dengan tanah. Kemarahannya terlihat begitu dingin, seperti iblis es yang baru bangkit.
Langit bergemuruh dan hujan mulai turun. Di bawah rintikan hujan yang deras, Arini terus membantai ratusan monster, dari yang kecil hingga yang setinggi gedung, dengan brutal. Darah para monster mengalir, terbawa arus air hujan, memenuhi setiap jalan dan selokan.
Hanif dan pasukan pemburunya tiba di pesisir pantai Sumatra. Ia turun dari perahu, cemas akan keselamatan Arini. Tanpa membuang waktu, Hanif melepaskan aura energinya dan berubah menjadi manusia setengah elang berwarna emas. Bulu di tubuhnya mengeras seperti zirah besi, dan sayapnya bercahaya. Ia melesat terbang menuju kampung halaman Arini.
Setibanya di sana, Hanif terdiam. Ia melihat ratusan monster yang terbunuh dengan ganas. Retakan dimensi mulai tertutup. Ia tidak menemukan Arini, hanya tumpukan monster yang tumbang. Hanif menyusuri satu per satu retakan dimensi, hanya melihat pemandangan yang sama.
Akhirnya, ia tiba di retakan dimensi yang terakhir. Dari kejauhan, ia melihat Arini berdiri di atas tumpukan mayat monster, menatap langit yang tertutup awan hitam. Di bawah rintikan hujan deras, sekujur tubuh Arini dipenuhi darah monster.
Hanif terdiam, merasakan tekanan aura energi yang sangat kuat dari Arini. Arini menoleh, menatapnya dengan mata yang menusuk tajam dan dingin.
"Ayo kita pergi," ucap Arini.
Hanif merasakan kengerian luar biasa. Tanpa berkata apa-apa, ia mengikuti Arini dari belakang, menyadari bahwa Arini yang dulu ia kenal telah pergi, digantikan oleh sosok yang berbeda.
jangan dikasih kendor thor😁🔥