Di era teknologi yang melesat bak roket, manusia telah menciptakan keajaiban: sistem cerdas yang beroperasi seperti teman setia. Namun, Arcy, seorang otaku siswa SMA kelas akhir, merasa itu belum cukup. Di puncak gedung sekolah, di bawah langit senja yang memesona, ia membayangkan sistem yang jauh lebih hebat—sistem yang tak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada kekuatan energi spiritual, sebuah sistem cheat yang mampu merajut takdirnya sendiri. Mimpi itu, terinspirasi oleh komik-komik isekai kesukaannya, membawanya ke petualangan yang tak terduga, sebuah perjalanan untuk mewujudkan sistem impiannya dan merajut takdir dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evolved 2025, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Arcy Sekarat
Pagi harinya, tampak kerumunan orang berdiri di depan rumah yang ambruk. Reruntuhan bangunan berserakan di mana-mana. Beberapa Polisi tampak sibuk mengatur lalu lintas dan memasang garis polisi.
Salah satu Polisi berteriak, "Jangan mendekat! Ini berbahaya!
Polisi lain mendekat, melapor, "Sepertinya tidak ada korban, Pak. Hanya puing-puing."
Tiba-tiba, seorang Relawan berteriak. "Tunggu! Disini ada orang!"
Semua mata tertuju kearahnya. Beberapa relawan mulai menggali. Tak lama kemudian, mereka menemukan seorang wanita yang tertimbun reruntuhan. Kakinya tertimpa beton, namun untungnya wajahnya terlindungi oleh kayu.
Relawan berteriak, "Cepat! Kita butuh bantuan! Ada korban!"
Sebuah mobil merah melaju kencang di jalanan kota. Suara deru mesin memecah kesunyian.
Di dalam mobil, dua orang tampak tegang.
Seorang bos besar mengumpat dengan nada tinggi. "Sialan! Lihat apa yang kalian lakukan! Rumahku hancur!" teriaknya marah. "Saya sudah dibilang berhenti, tapi kalian tidak mendengarkan!"
Salah satu anak buahnya mencoba membela diri. "Kami juga tidak mau seperti ini, Bos. Tapi kalau kami tidak melawan, kami bisa celaka."
"Bodoh! Kalian semua bodoh! Tidak becus mengurus seorang bocah saja!" bentak si bos, emosinya meluap-luap.
Matanya memancarkan amarah yang membara. "Anak itu... Dia sudah membuatku rugi besar. Aku akan habisi dia!" Pandangannya lalu menerawang keluar jendela, berkata dengan wajah serius, "Kita harus cepat. Organisasi hunter bisa datang kapan saja."
"Siap, bos," jawab yang lain singkat.
Ditempat lain, di atap gedung, Elis berdiri di dengan elegan. Angin bertiup mengibas-ngibaskan rambutnya. Ia menerima telepon.
"Ya, saya Elis."
Suara dari seberang telepon, "Elis, kami punya masalah. Terjadi kekacauan..." orang itu menyebutkan lokasi kejadian, "Kami butuh kau untuk membereskannya."
Elis terdiam sejenak, "Arcy... Aku menduga ini ada hubungannya dengan dia."
Suara di telepon, "Kami akan mengirimkan koordinatnya, dan juga-"
Elis memotong, "Kirim beberapa orang untuk membawa Reno yang telah kukalahkan. Dia ada di sini."
"R-reno?!" Orang diseberang telepon kaget.
Di belakang Elis, seorang pria terkapar lemah. Wajahnya babak belur. Orang itu adalah Reno yang merupakan Hunter kriminal kelas A+.
Elis menutup telepon, berbicara pada diri sendiri, "Arcy, kau benar-benar membuat masalah besar kali ini."
Elis berbalik dan melompat dari atap gedung, menghilang di antara gedung-gedung tinggi kota.
***
Seorang anak lelaki, Arcy, berjalan sempoyongan melewati gang sepi. Tangannya memegangi bahu yang terkilir. Tubuhnya penuh luka dan darah mengalir bagai keringat. Ia begitu kelelahan, energi spiritualnya terkuras habis.
"Aku tidak menyangka akan berakhir seperti ini," gumamnya lirih. Ini pertama kalinya ia mengalami hal seperti ini, dan rasanya begitu menyakitkan.
Tubuhnya limbung dan hampir jatuh, namun ia berusaha sekuat tenaga untuk berdiri kembali. Dengan langkah tertatih-tatih, ia melanjutkan perjalanan.
Tiba-tiba, muncul panel sistem, META memperingatkan-
[Terdeteksi! Niat jahat mendekat!]
"Apa?" Arcy terkejut.
Ia melihat siluet seseorang berdiri di depannya. Penampilannya tidak jelas karena tertutupi bayangan, hanya seringainya yang tampak putih mencolok.
Arcy menghentikan langkahnya. "Siapa kau?" tanyanya waspada.
Orang itu berjalan mendekat. "Aku tak menyangka seorang Awakener pemula sepertimu bisa selamat dari 'si kembar maut'," ucapnya dengan nada mengejek.
Arcy mengerutkan kening, tidak mengerti.
Orang itu kemudian menjelaskan sedikit tentang dua orang yang dikenal kuat dan kejam itu. "Kekuatan mereka saling melengkapi, membuat mereka menjadi tim yang tak terkalahkan. Kabarnya, mereka berdua memiliki kemampuan unik untuk menjebak lawannya."
Orang itu semakin mendekat.
"Mereka tidak punya belas kasihan. Mereka akan menyiksa lawannya sampai mati hanya untuk bersenang-senang," lanjutnya, seringainya semakin lebar. "Banyak Awakener berpengalaman yang menjadi korban mereka. Fakta bahwa kau bisa selamat dari mereka... itu cukup mengesankan."
Semakin orang itu mendekat, semakin besar rasa khawatir Arcy.
Tanpa berpikir panjang, Arcy berbalik dan berlari. Namun, orang itu tiba-tiba muncul di hadapannya dan langsung menyerang, sambil menyeringai sinis, "Kau tidak pantas bersama Elis. Elis adalah milikku!" desisnya dengan nada obsesif.
Sementara di apartemen ibu Arcy, tampak ibu Arcy sedang menyiapkan sarapan untuk suami dan putrinya. Tiba-tiba, saat menuangkan air panas, gelas yang dipegangnya tumpah dan pecah di lantai.
Suami dan putrinya terkejut. "Hati-hati, Ma!" seru suaminya.
Ibu Arcy tampak kebingungan. Entah kenapa, tiba-tiba ia teringat pada anaknya, Arcy.
Ia mulai membersihkan pecahan gelas, namun tangannya terluka dan sedikit merintih.
Suaminya langsung menghampirinya. "Sudah, biar aku saja yang bereskan. Kamu duduk saja," katanya khawatir.
Ibu Arcy yang mulai khawatir dengan Arcy, mulai mencoba meneleponnya, namun tak ada jawaban. Dengan perasaan cemas yang semakin menjadi, ia kemudian menelepon Elis.
Di tempat lain, Elis baru saja tiba di depan rumah yang ambruk, memantau situasi. Ia melihat sebuah ambulans melaju keluar gerbang. Ia tidak merasakan keberadaan Arcy di tempat itu. Tiba-tiba, ponselnya berdering. Ia sedikit terkejut melihat nama ibu Arcy tertera di layar. Ia kemudian mengangkat telepon.
"Halo, Elis?" sapa ibu Arcy dengan nada cemas. "Apa Arcy bersamamu? tante sudah menghubunginya, tapi tidak aktif."
Elis terdiam sejenak. "...maaf, Tan. Arcy tidak bersamaku."
Ibu Arcy mengerti, "Oh, begitu. Ya udah, makasih Elis."
"Iya, Tante."
Ibu Arcy menutup telepon dengan perasaan semakin gundah. Ia bergegas hendak pergi ke apartemen Arcy. Namun, suaminya menahanya bertanya, "Kamu mau ke mana?" melihat kegelisahan di wajah istrinya.
"Aku menelepon Arcy, tapi dia tidak menjawab," jawabnya dengan nada khawatir.
Suaminya mencoba menenangkan. "Mungkin dia sedang tidur. Jangan terlalu khawatir."
Namun, ibu Arcy tetap merasa tidak tenang dan ingin segera menengok Arcy di apartemennya.
Lisa, adik Arcy, mendekat dan bertanya, "Ada apa, Bu?"
"Tidak apa-apa, Sayang. Kamu berangkat sekolah saja, nanti terlambat," jawab ibunya sambil tersenyum berusaha menutupi kegelisahannya.
Lisa mengangguk mengerti dan berpamitan untuk berangkat ke sekolah.
Sementara itu, Elis yang juga merasa khawatir dengan Arcy, mulai mencarinya ke berbagai tempat. Semakin lama, ia merasakan keberadaan Arcy semakin melemah. Sebagai seorang Awakener, ia tahu betul bahwa jika keberadaan seorang Awakener melemah, itu berarti dia sedang sekarat atau jauh dari deteksi jangkauannya.
Digang sepi, Arcy dihajar habis-habisan oleh pria itu, ia mencoba bertahan tetapi pria itu terlalu kuat. Setiap pukulan yang mendarat di tubuhnya terasa seperti hantaman palu godam. Arcy terhuyung mundur, mencoba menjaga jarak, tetapi pria itu terus mengejarnya tanpa ampun.
"Kau lemah!" ejek pria itu, suaranya penuh cemoohan.
Pria itu terus menyerang Arcy tanpa henti. Arcy mencoba membalas, tetapi serangannya terlalu lemah dan mudah ditepis. Tubuhnya terasa sakit dan lelah, tetapi ia tidak menyerah.
Dia ditendang, tubuhnya tersungkur ke tanah. Arcy merasakan darah mengalir dari kepala dan hidung nya. Ia mencoba bangkit, tetapi tubuhnya terlalu lemah. Pria itu mendekat, berdiri di atasnya dengan seringai puas.
Pria itu mengangkat kakinya tinggi-tinggi, lalu menendang Arcy lagi dengan keras hingga terguling-guling.
"Ups, maaf. Apa tendanganku terlalu keras? Jangan khawatir, aku masih punya banyak lagi untukmu." Pria itu tertawa terbahak-bahak, menikmati pemandangan Arcy yang kesakitan dan tak berdaya.
Pria itu mendekatinya sambil berkata, "Kau tahu, aku sebenarnya kasihan padamu. Kau punya potensi, tapi sayang sekali kau memilih menjadi musuhku. Sekarang, lihatlah dirimu. Tergeletak seperti sampah." Ia menyeringai, "Tapi sudahlah, tidak ada gunanya menyesali apa yang sudah terjadi. Yang penting sekarang adalah aku bisa bersenang-senang denganmu."
Pria itu kembali mengangkat kakinya, siap untuk menendang Arcy lagi. Arcy memejamkan mata, pasrah dengan nasibnya.
Sementara itu Elis yang sedang berlari cepat mengikuti hawa keberadaan Arcy, mendadak, Elis berhenti. Matanya membelalak, merasakan hawa keberadaan Arcy lenyap sepenuhnya. Matanya menyipit tajam, "Tidak mungkin!" Dengan gerakan sangat cepat, ia bergerak mencari sumber hilangnya energi itu dengan wajah panik.
"Tidak mungkin... Arcy..."