Jika perselingkuhan, haruskah dibalas dengan perselingkuhan ...
Suami, adalah sandaran seorang istri. tempat makhluk tersebut pulang, berlabuh dan tempat penuh kasih nan bermanja ria juga tempat yang sangat aman.
Namun, semua itu tak Zea dapatkan.
Pernikahannya adalah karena perjodohan dan alasannya ia ingin melupakan cinta pertamanya: Elang. teman kecilnya yang berhasil meluluh lantahkan hatinya, yang ditolak karena sifat manjanya.
Namun pernikahan membuat zea berubah, dari manja menjadi mandiri, setelah suaminya berselingkuh dengan wanita yang ternyata adalah istri dari teman kecilnya.
Haruskah zea membalasnya?
Ataukah ia diam saja, seperti gadis bodoh ...
Novel ini akan membawamu pada kenyataan, dimana seorang wanita bisa berubah, bukan saja karena keadaan tapi juga karena LUKA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suamiku bukan milikmu.
Jalan ini sangat rumit membuatku tak sanggup untuk melewatinya, tapi Tuhan itu ada Dia Maha Melihat. Hanya saja aku sudah terlalu lelah untuk hidup, dada ini kian sesak untuk sekedar bernafas.
Suara penolakanku pun tak ia dengar, makin ku lawan makin ia bisa menenggelamkanku kedalam luka batin yang dalam. Tenaganya terlalu kuat untuk bisa kukalahkan, ia merobek baju yang masih melekat dibadanku tanpa rasa iba sedikitpun. Dia tersenyum seakan semua yang kumiliki adalah miliknya.
Tak ada kelembutan yang biasa suamiku berikan, hanya ada sikap kasar yang ingin menerkam bak singa yang sedang lapar. Aku masih meronta-ronta berusaha menghentikannya, namun tetap saja aku kalah, ia meraih tanganku dan memegangnya ke atas dengan kuat.
Ia menyambar bibirku dengan paksa, meraba dengan tangan satunya, lalu berhasil meraih melon yang tersembunyi dibalik pakaianku. Malam ini waktu terasa lambat, setiap titik sensitifku berhasil ia dapatkan tak peduli aku berteriak, memelas , bahkan menangis memintanya untuk menyudahinya.
Penyatuan ini tak ku inginkan, ini menyakitkan. Tak ada rasa nikmat yang kurasakan, yang ada hanya rasa perih yang dipaksa untuk memuaskan hasrat gilanya.
Ia mulai menggerakkan pinggulnya, naik turun ia menghujam tubuhku dengan begitu semangatnya. Sampai waktu berlalu dan akhirnya bibitnya tumpah dirahimku.
Untuk pertama kali dalam hidupku, ia memperlakukanku layaknya pelacur. Melayaninya dan memuaskannya diatas ranjang empuk, yang menjadi saksi bagaimana ia memperlakukanku dengan buruk.
"Sudah sayang, jangan menangis. Kita masih sah suami istri, jadi aku tak memperkosamu melainkan memberikan nafkah batin," katanya, memeluk tubuhku dari belakang sembari mengelus perut bawahku.
Seakan ia berdo'a, adanya benih yang tumbuh dirahimku, tapi aku berdo'a sebaliknya. Aku muak dengan caranya yang seperti ini.
Ia masih memainkan leherku, memberi cap disana seperti yang dulu ia lakukan. Dulu aku senang, namun kini aku benci.
"Aku akan tidur disini, sudah lama sekali kita tak melakukannya," ucapnya lagi, memelukku semakin kuat, disaat isakanku belum reda.
"Aku suka tubuhmu, Zea. Kau harus tetap jadi milikku, selamanya. Aku bodoh karena terlalu percaya pada Alana, aku sudah bosan dengannya," ujarnya lagi.
"Kalau begitu lepaskan Alana, lepaskan dia demi aku! Jika kamu memang mencintaiku, buktikan itu untukku," pintaku bukan dalam hati tapi aku ingin lihat benarkah apa yang diucapkannya.
Katanya, istri yang mempertahankan rumah tangganya saat suaminya ketahuan selingkuh bahkan sampai punya anak, ia adalah istri yang tak punya harga diri. Tapi, jika istri pergi karena suaminya selingkuh ia adalah istri yang hebat, karena sudah membuang pengkhianat pada tempatnya.
Tapi bagiku, semua tak seperti yang dikatakan orang. Harga diri seorang istri adalah bagaimana ia bisa menjaga martabat dan kehormatannya sebagai seorang wanita yang sudah terikat pernikahan.
Dan pelakor adalah wanita yang tak punya harga diri, karena ia tak bisa menahan dirinya demi sehembus nafsu yang sesaat, atau karena ia menjual tubuhnya demi segepok rupiah.
"Baiklah, aku akan lakukan. Jadi jangan bicarakan soal perceraian lagi, Zea. Aku mencintaimu," ucapnya, kembali mendaratkan ciuman di pipiku.
"Bagaimana, jika kita lanjut ronde dua?" ajaknya.
Aku segera bangun dan duduk, "Besok aku ada meeting, jadi aku harus berangkat lebih awal," ucapku, tentu aku berbohong.
"Begitu, baiklah. Setidaknya kita sudah akur lagi." mas Reza tersenyum, dia ikut bangun dan duduk dibelakangku.
Ia enggan melepaskan aku, lagi ia memelukku dari belakang. "Kamu cantik, sayang. Aku salah menilaimu, kau lebih sempurna dari Alana. Terima kasih karena memberiku kesempatan."
Cup
Lagi ia mendaratkan ciuman, kali ini dipundakku dan aku masih diam membiarkannya melakukan itu. Sebodoh inilah diriku.
"Aku mandi dulu, badanku sangat lengket," ujarku pamit untuk mandi.
"Iya sayang, mandilah," ucap mas Reza, masih tersenyum.
Kakiku melangkah masuk kedalam kamar mandi, disana aku menatap wajahku dicermin, aku terlihat sangat menyedihkan. Tubuhku berguncang, aku menangis lirih. Tubuhku rasanya kotor dan aku benci diriku yang lemah ini.
"Bagaimana jika aku hamil?" tanyaku pada diri sendiri.
Walau pun meminum pil kontrasepsi, tak ada jaminan salah satu benih mas Reza tidak tumbuh. Anugerah itu kadang datang ketika manusia lupa dan seakan tak ada harapan ketika mereka sangat menginginkannya.
Aku merendam tubuhku cukup lama, milikku terasa lecet karena diperlakukan kasar. Juga kami sudah lama tak melakukan hubungan badan, dalam satu tahun pun masih bisa terhitung oleh lima jari tangan.
Sembari memikirkan langkahku selanjutnya.
Selesai mandi kulihat suamiku sudah tidur, ia begitu lelap sampai ponselnya berdering pun tak ia dengar. Aku mengambilnya, sambil melirik pada mas Reza aku membaca pesan yang dikirim dari Alana.
"Mas, kamu dimana? Sudah seminggu tak tidur di apartemenku,"
Begitulah pesan yang dikirimkan Alana.
Aku penasaran, hanya pesan itu yang bisa kubaca didepan layar utama. tetiba sebuah ide terbersit diotakku, aku mengambil ponselku dan akan aku screenshot pesan-pesan mereka sebagai bukti tentang perselingkuhan mereka.
Pola yang menjadi kunci ponsel milik suamiku masih sama, tak ada yang berubah selain adanya foto Alana dan putrinya di galeri handphone yang begitu banyaknya, semetara potretku dan Arsya sama sekali nihil.
Hingga hal yang tak terduga pun aku temukan, ada video mereka saat bermain diranjang tak hanya satu tapi puluhan. semuanya aku share ke ponsel milikku.
"Ini gila," umpatku dalam hati, aku hampir percaya dengan omongan mas Reza, tapi video malapetaka ini menjadi bukti jelas betapa suamiku pandai berbohong.
Aku menggigit kukuku, tanganku gemetar melihat video dua iblis itu. semua ini, untuk apa mereka lakukan?
Semudah itukah mereka berselingkuh.
Sudah banyak bukti yang ku simpan, tiba-tiba Alana menghubungi no suamiku. Tanganku masih gemetar, aku hela nafas yang panjang untuk mengangkat panggilan teleponnya.
"Mas, kamu dimana? Aku kangen tahu, pulang ya! Aku lagi pengen," ucap Alana disebrang sana.
"Dia sedang tidur," ucapku menjawab pertanyaan penelpon.
"Ze-zea," gumam Alana, terdengar jelas bahwa ia gugup.
"Mas Reza sudah tidur, ia sangat lelah makanya terlelap. Sepertinya kamu harus tahu, kami baru melakukan hubungan badan," ujarku memberikan Alasan.
"Gak mungkin mas Reza melakukan itu, ia sudah tak mencintai kamu, Zea," papar Alana.
"Hei, dia suamiku bukan milikmu. Terserah dia mau melakukannya atau tidak, suamiku bahkan meminta keturunan lagi padaku." ku dengar Alana mencibir, mengumpat tak percaya, suara geramnya begitu jelas terdengar.
"Aku sudah pernah bilang, dia tak akan menceraikan aku. Dia bilang aku lebih sempurna darimu, dia sangat mencintaiku dam sudah bosan dengan mu," ujarku mengatakan apa yang suamiku katakan.
"Zea! Aku yakin kamu berbohong, aku tak akan mudah untuk diprovokasi. Dia janji akan menceraikan kamu dan segea menikahiku, ingat itu," ujar Alana begitu yakin.
"Kita lihat saja nanti, kamu atau aku yang akan dibuang olehnya," ujarku lalu memutuskan sambungannya.
Kugenggam ponsel milik mas Reza, menatap tajam pada pria yang tengah pulas diatas ranjang itu. Dadaku mengembang dan kempis antara marah dan nyeri yang bercampur aduk, tapi aku seakan tak mampu untuk melawannya.
Aku hanya bisa menangis dalam gelapnya dan heningnya malam ini.
kenapa harus pelit sih ma istri..