Salahkah jika aku menyukaimu Abang?
Kedekatan Dea dengan Abang tirinya menghadirkan sebuah perasaan yang tak seharusnya ada, sebisa mungkin dia mencoba membuangnya namun tanpa dia sadari ternyata Abangnya juga menyimpan perasaan yang sama untuknya.
Ada yang penasaran? yuk simak cerita mereka 😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Pekerjaan membuat pikiranku sedikit teralihkan, aku sibuk dengan pekerjaanku begitu pun dengan Sita, beberapa kali kami berpapasan tanpa saling bertegur sapa seperti biasa. Entahlah, aku tidak marah padanya hanya saja aku sedikit kecewa dan aku butuh waktu untuk memulihkan hatiku.
Selepas pekerjaan selesai aku bersiap untuk pulang, saat itulah aku mendengar Sita meminta izin untuk berhenti bekerja pada Manager Kafe. Aku tak sengaja lewat di depan kantor Manager yang pintunya separuh terbuka.
“Pak, saya mohon izin ingin Resign." Ucapnya sambil menunduk menatap lantai.
“Kenapa? Apa gaji yang kamu terima tidak cukup? Atau kamu mendapat perlakuan tidak baik dari yang lain?” tanya Pak Tio sang Manager Kafe.
“Nggak Pak, ini sama sekali bukan soal itu, gaji yang Bapak berikan sudah lebih dari cukup apa lagi durasi kerja saya juga gak lama, Kakak-kakak disini juga baik-baik, saya hanya ingin fokus belajar untuk sekarang ini,” dalihnya memberi alasan.
Pak Manager menghela napas berat, “tolong kamu pikirkan sekali lagi, saya sangat tahu keadaan ekonomi keluarga kamu Sita, saya kenal Ibu kamu beliau sangat senang saat tahu kamu kerja disini, sekarang kamu ingin berhenti bekerja, saya rasa itu ide yang buruk.” ujarnya.
Sita tertunduk sedih menatap lantai, aku tahu keputusan ini iya ambil karena masalah yang terjadi antara kami.
Tok...tok...tok...
Aku mengetuk pintu ruangan, membuat Pak Manager mau pun Sita menoleh seketika ke arahku.
“Dea ada apa?” tanyanya dengan tatapan penasaran.
Saat mengetahui itu aku, Sita langsung memalingkan wajahnya, dia pasti sangat marah padaku karena menganggap aku telah merebut orang yang dia suka selama bertahun-tahun, tapi jika saja dia mengatakan orang yang dia suka itu Davi semua ini pasti tak akan pernah terjadi, aku tidak akan mungkin memacari gebetan temenku sendiri karena alasan apa pun.
Aku masuk terlebih dahulu sebelum bicara, “Saya mau izin untuk Resign Pak.” ucapku to the poin.
“Lah ko, kalian berdua?” dia menatap aku dan Sita silih berganti, “jangan bilang kamu pengen fokus belajar juga Ya?” ujarnya dengan pandangan menyelidik.
“Ibu saya sudah menikah lagi Pak, dan Ayah tiri saya orang yang cukup kaya, kenapa saya harus repot-repot kerja kalau uang jajan saya saja sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan sekolah saya, apa lagi sekarang saya sudah gak perlu lagi memusingkan biaya sekolah saya.” ucapku panjang lebar.
Pak Manager tak langsung bicara, dia menilik ekspresi wajahku dan Sita, “kalian lagi gak ada masalah kan?” selidiknya.
“Hah? Ng-gak ko Pak, kami baik-baik aja, ya kan Sit?” aku menyenggol lengan Sita meminta dukungan atas ucapanku barusan.
“I-iya Pak, K-kami baik-baik aja ko, gak ada masalah apa-apa,” Sita mengiakan walau sedikit gugup.
“Terus, kalian berdua mau Resign?”
Sita akan buka suara, namun aku lekas menyambarnya, “Cuma Dea, Pak, Sita enggak. Sebenarnya Dea yang mau Resign, tapi Sita ngeyel pengen ikut Resign juga karena Dea udah gak kerja disini, padahal Dea udah bilang gak usah. Sit, elu gak usah ikut-ikutan kaya gue deh, lu kerja yang bener oke, kasian Ibu lu kalau lu berhenti kerja, lagian dimana lagi coba lu bisa nemuin Kafe sebaik ini dan Manager sebaik Pak Tio. Jadi so, elu gak boleh Resign dari Kafe ini.” aku menepuk pundak Sita pelan sambil menyematkan senyum di bibir, dia hanya diam tak menanggapi ucapaku, sebenarnya aku juga tak berharap dia memberi tanggapan apa pun.
Pak Manager menghela nafas berat, “kalau itu keputusan yang kamu ambil Ya, saya gak bisa berbuat apa-apa, tapi pintu Kafe ini akan selalu terbuka lebar buat kamu.”
Aku tersenyum cerah, “Terimakasih Pak, semoga Kafe ini semakin maju dan semakin rame.” doa tulus aku ucapkan.
“Amin. Kamu belajar yang bener saya pengen liat kamu jadi orang yang sukses.” ucap Pak Tio sungguh-sungguh.
“Siap, Pak!” aku memberi hormat, setelah itu aku pun pergi.
Aku berjalan dengan langkah gontai keluar dari Kafe dengan tas punggung yang tersampir di pundakku, baru kali ini aku merasakan sesak saat berada di udara terbuka, langit seakan mengkelam dan udara menyempit, aku meraup oksigen sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya kembali, aku duduk di tembok pembatas setinggi pinggang orang dewasa yang menjadi pagar pembatas tanaman di pinggir Kafe, tumben Ran belum dateng betapa aku berharap dia cepat datang untuk saat ini.
Aku melihat Sita keluar dari pintu khusus karyawan Kafe, dia menatap kearahku bersamaan dengan itu Ran sampai, tanpa pikir panjang aku langsung menghampirinya untuk saat ini aku belum siap bicara dengan Sita, aku langsung naik dan duduk di motor Ran tanpa di perintah.
Ran menyodorkan helm untuk aku pakai, “maaf, Abang datangnya telat, udah lama nunggu ya?”
“Nggak ko Bang, udah buruan jalan,” desakku, motor Ran melaju dengan kecepatan sedang, aku duduk diam sambil menaruh dagu di pundak Ran.
“Tumben diem?” ucapnya sedikit mengeraskan suaranya.
“Terus Dea harus dangdutan gitu Bang.” keluhku dengan malas.
“Boleh kalau mau, nih Abang puterin lagu Jaran goyang.” kekehnya.
“Dih,” aku menggeplak pundak Ran pelan, “Dea mau eskrim Bang.”
Ran menepikan motornya di salah satu mini market dengan warna mencolok yang tak jauh dari keberadaan kami saat ini, dia masuk dan membelikan eskrim rasa coklat vanila kesukaanku, sedang aku duduk menunggunya di tempat duduk yang di sediakan di depan mini market tersebut.
“Makasih Bang.” ucapku, dengan semangat aku melahap eskrim yang Ran belikan, dingin seger dan sedikit menenangkan hatiku.
“Lagi ada masalah apa sih, coba cerita ke Abang?” Ran menatap wajahku dengan pandangan menanti.
Aku menghembuskan nafas kasar sebelum bicara, “sekarang Dea pengangguran Bang, Dea udah gak kerja di Kafe lagi,” keluhku di iringi helaan nafas.
“Sama dong kita, Abang juga pengangguran ko.” dia tersenyum lembut, sambil mulai memakan eskrim dengan rasa yang sama seperti yang aku makan.
“Abang ko seneng kayanya Dea jadi pengangguran?”
“Kamu itu masih pelajar emang belum waktunya kerja, pengangguran apaan coba. Kalau masalah duit gak usah di pikirin, semua uang jajan Abang, Abang kasih buat kamu.” aku melongok menatapnya.
“Wah makasih Bang, tapi Dea gak mau.” tolakku dengan wajah masam.
“Lah kenapa?”
“Abang pikir aja sendiri, Abang jutawan atau Miliarder?” Ran terkekeh mendengar ucapanku.
“Hooh Abang miliarder, Abang banyak duit jadi kamu gak usah khawatir sama Abang.” Aku mendelik kearahnya.
“Pokonya sekali enggak tetep enggak.” tolakku keras. Aku bangkit sambil meregangkan otot-ototku.
“Tapi Ya, Abang serius uang jajan Abang buat kamu semua." Aku hanya mendelik sebagai jawaban.
“Pulang yuk Bang, Dea capek.”
Ran menghembuskan napas kasar namun dia tetap setuju aku ajak pulang dan kami pun pulang setelah menghabiskan eskrimnya.
maknya menjauh...
❤❤❤❤😀😀😀😀
❤❤❤❤❤
rapi teenyata Dea masih malu2...
😀😀😀❤❤❤❤
❤❤❤❤❤
awal bertemu di rumah Ran ..
dia kan musuhin Dea..
apa.karena gak yeeima papanya nikah lagi...
😀😀❤❤😘😍😍😙
tapi Dea gak tau...
pantesan Ean betah jomblo..
laahhh...
wmang nungguin Dea...
❤❤❤❤❤
apa masalah flo dimas dan Ran..
❤❤❤❤❤
pasti Ran jujur jga klao suka ma Dea..
😀😀😀❤❤❤😍😙😗
ko bisa flashback Thor
❤❤❤❤
😀😀❤❤❤
akankah dea cemburu kalo tau flora sekampus ama Ran?
❤❤❤❤
bolrh banget malahhh..
halal kok..
😀😀😀❤❤❤❤
biar gak terlambat...
😀😀😀❤❤❤
bingung mau ngaku syka ama Dea...
😀😀😀❤❤❤❤
❤❤❤❤❤❤❤😍😙😙😙
yg ketahuan jadian....
❤❤❤❤❤
mkasi udah up banayakkkk...
❤❤❤❤❤