Seorang pria bernama Lorenzo Irsyadul, umur 25 tahun hidup seorang diri setelah ibunya hilang tanpa jejak dan dianggap tiada. Tak mempunyai ayah, tak mempunyai adik laki-laki, tak mempunyai adik perempuan, tak mempunyai kakak perempuan, tak mempunyai kakak laki-laki, tak mempunyai kerabat, dan hanya mempunyai sosok ibu pekerja keras yang melupakan segalanya dan hanya fokus merawat dirinya saja.
Apa yang terjadi kepadanya setelah ibunya hilang dan dianggap tiada?
Apa yang terjadi kepada kehidupannya yang sendiri tanpa sosok ibu yang selalu bersamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A Giraldin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31: Jane
Wajah Liliana terlihat ketakutan sekali. Jane menatap Liliana dengan tersenyum lebar sambil menutup kedua matanya. Lorenzo yang dipeluk erat olehnya tak bisa berhenti ketakutan serta jantung berdetak dengan sangat kencang.
“Kalau aku bergerak sedikit saja...” giginya gemertak kencang dan lanjut berbicara di dalam hatinya. “Aku bisa mati.”
Jane hanya bisa terus tersenyum lebar dan langsung mengelus-elus rambutnya. “Lorenzo, tak perlu takut.” Dagunya ia letakkan di atas kepalanya. “Seperti yang kubilang sebelumnya...” wajahnya terbalik di depannya. “Aku tak akan menyakitimu, hehehe.”
Lorenzo semakin ketakutan dan saat Liliana melangkahkan satu kaki kirinya ke depan, Jane tiba-tiba ada di belakangnya. Ia berbisik di telinga kirinya. “Tolong diam sebentar. Saat ini, jangan ganggu waktu kami berdua ya, Liliana!” mohonnya kepadanya.
Keringat dingin, jantung berdetak kencang dan langsung memundurkan kaki kirinya kembali. Lorenzo membalikkan badannya dan tiba-tiba Jane sudah ada di depannya. Giginya gemertak dengan sangat kencang dan tanpa bisa melakukan apa-apa, ia hanya bisa melihat Jane berjalan mendekat ke dirinya.
Saat saling berdekatan, Lorenzo menundukkan kepalanya dengan menjadi lebih ketakutan dan Jane hanya bisa tersenyum lebar dengan kedua matanya terbuka lebar. Memegang kedua pundaknya dan menyamakan diri sepertinya. “Diantara semua pria, hanya kau saja yang berbeda. Kebanyakan dari mereka, tak bisa menahan diri saat melihatku. 99 orang pria umur 25 tahun adalah boneka-boneka jelekku.”
Melanjutkan bicaranya. “Dan yang ke 100, sepertinya... boneka bagus ku. Lalu...” berpikir sebentar sambil mengangkat kepalanya dan memiringkan kepalanya ke kanan dan kiri secara bergantian serta langsung kembali ke semula. “Lorenzo punya pacar kah?” tanyanya dengan tersenyum lebih lebar serta cukup bersemangat.
Tak bisa menjawabnya dan hanya menundukkan kepalanya saja. Wajah Jane tiba-tiba menjadi menakutkan dan menjatuhkannya sampai berada di posisi Lorenzo di bawah dan Jane di atasnya. “Pertama, ia sudah menciummu atau belum?”
“Su-sudah,” jawabnya terbata-bata. Wajahnya menjadi lebih menakutkan dan langsung membalas jawabannya. “Jangan berbohong di depanku!” larangnya kepadanya.
Larangannya dan wajahnya yang menakutkan membuatnya langsung berkata jujur. “Be-belum. Ta-tapi, a-aku me-menyukainya.”
Pengakuannya membuatnya semakin kesal dan sedikit demi sedikit mendekatkan bibirnya ke bibir Lorenzo. Ia hanya bisa semakin ketakutan dan jantung berdetak kencang dan Jane hanya hanya bisa memperlihatkan wajah memerah hebat, penuh obsesi, dan kenikmatan luar biasa.
Ketika hampir saling menyentuh, tiba-tiba... “Berhenti!” perintah Liliana yang ada di tengah samping kirinya. Liliana mengeluarkan pistol dan Jane langsung menatapnya dengan wajah marah. Seketika, Liliana terpental ke tengah-tengah layar yang sedang memutar film 667.
Layar pun pecah dan mulut Liliana memuntahkan darah saking cepatnya ia terpental. Tubuhnya mati rasa dan pingsan menempel di tengah-tengah layar. Lorenzo bangkit dengan cepat dan langsung berlari ke arahnya. “LILIAANAAA!!!” teriaknya kencang penuh rasa takut yang akan terjadi kepadanya selanjutnya.
Wajah Jane menjadi lebih menakutkan dan langsung tersenyum lebar. “Berhenti!” perintahnya dan Lorenzo langsung berhenti di tengah-tengah ruangan. Sebuah pilihan akan segera dimulai.
“Sekarang, kalau kau berbalik kau akan hidup dan kalau kau terus berlari kau akan mati. Pilihlah!” perintahnya kepadanya. Sebuah pilihan sulit diucapkan olehnya. Kata-katanya membuatnya berpikir keras di dalam hatinya.
“Apa yang harus ku lakukan?” tanyanya di dalam hatinya dalam waktu kurang dari 1 detik. “Kekuatannya aku sudah mengerti. Dari tadi, ada banyak sekali pengganggu.” Sesuatu yang tak bisa dilihat, bisa ia lihat dengan mudah. Sebuah benang yang membuat seseorang bisa terbang dan digerakkan secepat atau selambat mungkin.
Selain benang, ada juga sebuah rantai tak terlihat yang memperlihatkan ikatan dan itu membuat orang bisa terpental ke manapun. Yang bisa terlihat sekarang adalah gabungan dari dua hal tersebut. Saat ini, tak ada apapun yang mengikatnya.
Ingatannya memperlihatkan Jane memiliki dua hal tersebut yang bisa dilepaskan kapanpun itu. “Walaupun kau memilikinya, penggunanya bukanlah kau.” Tatapannya menjadi lebih berani dan posisi siap berlari.
Ia langsung menjawab pilihannya sambil membelakanginya. “Jane, aku tahu yang harus ku pilih.”
Jane tersenyum lebar. “Benarkah!” senyumnya manis. “Kau akan memilihku bukan?” tanyanya dengan penuh rasa yakin di dirinya.
Lorenzo mengembuskan napas berat dan selesai melakukannya langsung menjawab pertanyaannya. “Ya, tentu saja...” agak membelokkan kakinya ke arah dirinya.
Wajahnya memerah hebat dan langsung lompat-lompat nggak jelas. “Kau tidak bisa lagi membaca pikiran sekarang. Sosok-sosok menjengkelkan pembantumu, sudah siap di posisi masing-masing ya!”
Kiri tengah adalah benang, kanan tengah juga masih benang, belakang tengah adalah rantai, samping kanan ujung adalah rantai, dan samping kiri ujung adalah pembaca pikiran. Yang aman adalah... “Atas.”
Lorenzo lompat ke atas dan menatapnya dengan wajah tersenyum lebar. “Liliana yang akan ku pilih.” Berlari ke arah Liliana dan Jane membayangkan dirinya yang dipilih dan itu membuatnya langsung bertingkah aneh di lantai.
Tanpa perintah, sosok-sosok itu hanya bisa bersiap menunggu perintah dari Jane. Lorenzo berlari dengan sangat cepat dan melompat dengan sangat tinggi serta langsung berbicara sambil bisik-bisik kecil. “Aku adalah mantan atlet lompat tinggi.”
Melayang di udara dan langsung menghentakkan kakinya di tempat berpijak bawah kaki Liliana. Jane hanya bisa terus membayangkan fantasinya dan tak melihat sedikitpun yang terjadi di depannya. Lorenzo mengangkat punggung Liliana dan langsung lompat ke tengah-tengah ruangan.
Saat berlari menuju Jane yang ada di tengah, Lorenzo berhenti sejenak dengan napas ngos-ngosan. “Cepat beritahu aku, kau siapa?” tanyanya dengan tatapan menakutkan.
Jane langsung menjawabnya. “Maaf, maaf, aku tak bisa memenuhi ekspektasi mu, Lorenzo.” Ia sujud di depannya.
“Akan ku maafkan kalau kau memberitahuku. Jadi, apakah kau salah satu dari senjata pemerintahan, Jane?” tanyanya dengan tatapan yang sama.
Jane ketakutan sedikit dan langsung menjawabnya dengan agak terbata-bata. “Te-tentu sa-saja. A-aku pemimpinnya kok. Salah satu dari sembilan eksperimen normal adalah aku. Lorenzo akan baik-baik saja kalau bersamaku.”
Jawabannya membuatnya menundukkan jongkok dan langsung mengalihkan Liliana ke belakang punggungnya. Ia mengelus-elus kepala Jane yang membuat pandangannya menjadi penuh cinta dan obsesi yang banyak sekali. Jane sampai berhenti sujud dan memilih setengah duduk.
Lorenzo tersenyum lebar dan langsung mengatakan sesuatu kepadanya. “Aku tahu Jane itu kuat. Karena itu, katakan semua informasinya padaku ya, H-o-n-e-y!” puji dan gombalnya kepadanya.
Kepala Jane mengeluarkan asap dan langsung terbaring. Posisi tubuh Lorenzo tetap dan langsung menanyakan beberapa hal kepadanya dengan ekspresi yang sama. “Pertama, markas mu di mana?”
“Di sini,” jawabnya singkat. Kondisinya sekarang sudah tak bisa dikendalikan lagi dan hanya bisa mendengar semua hal yang dibicarakannya tanpa bisa melakukan apapun kepadanya.
Ia lanjut bertanya kepadanya. “Kedua, berapa banyak anggotamu?”
“Li-lima saja,” jawabnya lagi singkat.
Pertanyaan selanjutnya menunjukkan senyum menakutkan darinya. “Bisakah kau membuat mereka semua bunuh diri! Aku tak suka melihat mereka. Dunia ini untuk kita berdua bukan?”
Napasnya terengah-engah dan tak bisa menolaknya. “Te-tentu saja. Die all.”
Jeritan-jeritan dari segala sisi prediksinya terdengar semua dan tak ada satupun yang terlewat. Lorenzo langsung berada di atasnya dan berbisik di telinga kanannya. “Kerja bagus, honey. Sekarang, pertanyaanku adalah... kekuatanmu apa?”
“A-aku tak punya kekuatan. Aku yang paling lemah dan yang kubisa hanya memanfaatkan mereka berlima saja. Benang, rantai, dan pembaca pikiran itu semua yang kulakukan padamu. Ta-tapi tenang saja, aku tak bisa terkalahkan dalam hal pelacur dan membunuhnya setelah itu,” jawabnya cukup panjang.
Lorenzo langsung bertanya lagi dengan posisi yang sama. “Terakhir, siapa yang menyuruhmu melakukan ini?”
“A-atasanku. Aku juga tak tahu bagaimana wujudnya, tapi... black figure, itulah yang ku ketahui tentangnya,” jawabnya tak terlalu panjang.
Ia tersenyum lebar dan dengan posisi yang sama, ia melanjutkan lagi pembicaraan. “Bisa kau ceritakan lebih lanjut tentangnya, h-o-n-e-y!” perintahnya kepadanya dengan suara menggoda.
Apa jawaban Jane?
Bersambung...
Tulisanmu bagus, Loh... semoga sukses ya...
ayo, Beb @Vebi Gusriyeni @Latifa Andriani