NovelToon NovelToon
Khilaf Semalam

Khilaf Semalam

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Diam-Diam Cinta / Persahabatan
Popularitas:12.3k
Nilai: 5
Nama Author: ayuwidia

Mencintaimu bagai menggenggam kaktus yang penuh duri. Berusaha bertahan. Namun harus siap terluka dan rela tersakiti. Bahkan mungkin bisa mati rasa. - Nadhira Farzana -


Hasrat tak kuasa dicegah. Nafsu mengalahkan logika dan membuat lupa. Kesucian yang semestinya dijaga, ternoda di malam itu.

Sela-put marwah terkoyak dan meninggalkan noktah merah.

Dira terlupa. Ia terlena dalam indahnya asmaraloka. Menyatukan ra-ga tanpa ikatan suci yang dihalalkan bersama Dariel--pria yang dianggapnya sebagai sahabat.

Ritual semalam yang dirasa mimpi, ternyata benar-benar terjadi dan membuat Dira harus rela menelan kenyataan pahit yang tak pernah terbayangkan selama ini. Mengandung benih yang tak diinginkan hadir di dalam rahim dan memilih keputusan yang teramat berat.

'Bertahan atau ... pergi dan menghilang karena faham yang tak sejalan.'

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 31 Andai

Happy reading

Malam merangkak pergi, berganti pagi yang sudah dinanti para penduduk bumi.

Bayu berbisik lembut menyertai kidung kerinduan Illahi yang berkumandang merdu. Membangunkan Dira dari mimpi buruk yang membuat pilu.

Mimpi yang serasa nyata dan membuatnya bermandikan peluh.

"Astaghfirullah." Dira berucap lirih dan segera membuka mata.

Sepersekian detik ia termenung. Terlintas bayangan wajah Dariel yang tampak pasi. Kemudian tergantikan oleh wajah ayah dan bundanya yang terlihat sendu.

Ia yakin jika kedua orang tuanya tengah merindu dan tersiksa oleh rasa khawatir.

Sesal kembali mendekap erat. Mencipta lara yang tak bisa dijabarkan dengan rangkaian kata.

Andai benih dari khilaf yang dilakukannya bersama Dariel tidak tumbuh di dalam rahim, mungkin saat ini ... ia tetap memilih untuk bertahan dan masih berada di sisi orang-orang terkasih.

Meski mungkin, harus siap terluka menyaksikan Dariel bersanding dengan wanita lain. Seperti semalam.

Segumpal daging yang bersemayam di dalam dada-nya terasa nyeri kala menyaksikan tubuh Dariel dan tubuh Maria tak berjarak. Terlebih saat bibir Maria menyentuh bibir Dariel.

Ingin rasanya Dira menjambak dan mencaci kedua orang itu. Meluapkan amarah yang semalam memenuhi rongga dada.

Di dalam benak terselip tanya, apa mungkin dia cemburu?

Dira menghela napas panjang. Mengusir rangkaian tanya itu.

Bukankah dulu dia pernah berkata jika Dariel berhak mencintai wanita lain yang seiman dan berhak hidup bahagia?

Lantas, kenapa dia harus marah? Bahkan mungkin membenci Dariel.

Semalam, Dariel memberi kejutan yang menyakitkan itu, hanya untuk menunjukkan jika dia sudah menuruti permintaan-mu.

Jadi, relakan Dariel! Jangan mengingat nya lagi! Hapus namanya dari ingatan dan hempaskan rasa cinta yang tak semestinya bersemayam di dalam kalbu. Batin Dira bertutur, mencetuskan argument yang terlintas di ruang pikir.

"Ra, bangun! Ayo sholat subuh!" Suara Humaira membuat Dira terhenyak dan memaksanya untuk segera bangkit dari posisi berbaring.

Dira pun segera menyahut dengan sedikit berteriak agar Humaira mendengar suara-nya.

"Ya, May. Aku sudah bangun."

Seutas senyum terbit menghiasi wajah Humaira kala mendengar suara Dira yang berasal dari dalam kamar.

Ia merasa lega karena Dira masih berada di sana. Tidak seperti dugaan yang sempat terlintas di pikiran.

"Sip. Aku tunggu di teras rumah ya. Kita sholat subuh berjamaah di Masjid."

"Iya, May." Dira kembali menyahut dan membawa tubuhnya beranjak dari ranjang, lantas berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu.

Kesejukan air wudhu membuat hati dan pikirannya merasa tenang. Menjadikan wajah yang semula muram menjadi segar.

Seusai berwudhu, Dira segera mengenakan mukena putih yang terhias bordiran bunga mawar merah dan membawa sajadah berwarna kuning keemasan bergambar ka'bah--hadiah lebaran yang pernah diberikan oleh Dariel.

Meski berbeda keyakinan, Dariel sering memberi hadiah berupa perlengkapan sholat untuk Dira. Bahkan, ia juga pernah memberi mushaf Al-qur'an dan tasbih yang terbuat dari batu khas Kalimantan.

"Ayo, May. Kita berangkat," ucapnya sambil mengalungkan tangan di lengan Humaira yang terbuka.

"Yuk." Humaira mengangguk dan menerbitkan senyum.

Kedua wanita itu lantas berjalan beriringan. Menyusul Rangga dan Khanza yang terlebih dahulu berangkat ke masjid.

Dua rakaat sholat sunah qobliyah subuh ditunaikan sebelum melaksanakan ibadah wajib. Memenuhi keinginan hati untuk segera meluapkan rasa rindu pada Illahi.

Iqamah diperdengarkan. Menyeru semua jamaah untuk berdiri dan bersiap menfokuskan pikiran hanya pada Sang Maha Kasih.

"Allahu Akbar." Takbir terlafaz diikuti lantunan ayat-ayat suci yang terdengar merdu dari bibir seorang imam.

Hati Dira tergetar. Manik matanya terbingkai kristal bening yang mulai menganak di kelopak mata dan bersiap tertumpah. Namun Dira berusaha menahan.

Dua salam terucap di penghujung ibadah.

Rasa tenang mendekap hangat. Keyakinan pada kasih sayang-Nya semakin besar.

Pasrah dan berserah.

Dira yakin, kehendak Allah adalah yang terbaik dan keputusan yang diambilnya saat ini tak lepas dari campur tangan-Nya.

Meski masjid sudah mulai sepi, Dira masih duduk termenung di atas sajadah ditemani Humaira yang setia mendampingi.

"Ra --" suara lembut memanggil diikuti usapan yang berlabuh di bahu.

Dira menoleh. Ia terkesiap kala mendapati sosok yang tak asing baginya.

"Oma Kiran," ucapnya sambil mengulurkan tangan untuk menjabat tangan wanita tua yang kini duduk di hadapan, lalu melabuhkan kecupan takzim di punggung tangan.

Meski usianya tak lagi muda, wajah Kirana masih terlihat cerah dan bercahaya. Mungkin karena air wudhu yang sering membasahi wajahnya dan pikiran yang semeleh (tenang).

"Bagaimana kabarmu, Nduk?" Kirana mengusap pucuk kepala Dira dan melayangkan tatapan teduh.

"Alhamdulillah baik, Oma."

"Benarkah?"

Dira mengangguk ragu dan sedikit menundukkan kepala.

"Semalam, Humaira sudah menceritakan semua yang terjadi padamu. Oma faham bagaimana perasaanmu dan jerit batinmu, sehingga kamu terpaksa mengambil keputusan yang sebenarnya teramat berat."

Dira menunduk dalam. Ia merasa malu pada Kirana, sekaligus merasa hina.

"Ra, pulanglah! Jelaskan kekhilafan yang pernah kamu lakukan bersama Dariel pada ayah dan bundamu. Oma yakin, kedua orang tuamu pasti bisa memahami keadaan-mu saat itu dan berkenan memberi maaf," tuturnya bijak sambil mengusap bahu Dira.

"Tapi, Oma --"

"Pulanglah, Ra! Oma tidak bisa membawa-mu ke Desa Pule untuk menjadi dokter relawan. Selain karena belum mendapat restu dari kedua orang tuamu, keadaan-mu saat ini juga tidak memungkinkan untuk bertugas di sana."

"Oma, saya tidak mungkin pulang dengan keadaan seperti ini. Saya belum siap jika harus menghadapi kemurkaan ayah dan bunda."

"Ra, siap tidak siap ... kamu harus menghadapinya. Jika mereka murka dan mengusir mu, pintu rumah Oma akan selalu terbuka untukmu. Kamu bisa tinggal di desa ini selama yang kamu mau."

"Oma --" Dira tak kuasa menahan tangis. Menumpahkan rasa yang menghantam dada dan seolah meremukkan raga.

"Ra, Oma yakin kamu pasti mampu melalui ujian yang terasa berat ini." Kirana merengkuh tubuh Dira, lalu membawanya ke dalam pelukan.

Diusap punggung wanita malang itu dengan sentuhan jemari tangan yang lembut, untuk menghadirkan rasa tenang yang meneduhkan jiwa.

"Kamu wanita hebat, Ra. Kamu wanita kuat," bisiknya seraya menguatkan dan meyakinkan Dira.

Haru menyelimuti seisi kalbu, sehingga membuat Humaira dan Khanza tak kuasa menahan kristal bening yang dengan lancangnya jatuh membasahi pipi.

Perlahan Kirana mengurai pelukan. Jari lentiknya mengusap lembut wajah Dira yang basah.

"Ra, Oma akan mengantarmu pulang ke rumah bersama Humaira dan Tante Khanza."

"Jangan, Oma." Dira menggeleng pelan.

"Jika diperbolehkan ... saya ingin tinggal sementara di desa ini. Sampai bayi yang saya kandung terlahir ke dunia. Jujur, saya ingin menenangkan pikiran di desa ini atau di Desa Pule. Menjauh dari Dariel dan menghindari hinaan orang-orang," ucapnya tertahan.

Kirana menghela napas dalam dan terdiam. Menelaah ucapan Dira yang menyita pikiran.

"Baiklah. Oma mengerti. Oma tidak akan memaksamu untuk pulang ke rumah. Tinggal lah di desa ini sampai kamu siap untuk pulang. Oma dan Opa Abimana yang akan menemui kedua orang tuamu untuk memberi tahu keberadaan mu di sini. Karena Oma yakin, saat ini mereka sangat mengkhawatirkan-mu."

"Iya, Oma. Tapi saya mohon, jangan beri tau Dariel jika saya berada di desa ini. Saya belum siap jika harus bertemu dengan-nya."

"Insya Allah, Ra."

"Terima kasih, Oma." Dira mengangkat kepalanya yang semula menunduk dan menatap wajah Kirana dengan mata yang terbingkai kaca.

Kirana menerbitkan seutas senyum dan kembali melabuhkan usapan lembut di bahu Dira.

"Iya, Sayang. Lebih baik, kita segera pulang ke rumah Oma. Kita sarapan bersama. Bi Ijah pasti sudah menyiapkan sajian yang menggugah selera," tuturnya.

Kirana beranjak dari posisi duduk, dibantu oleh Dira. Disusul oleh Khanza dan Humaira.

Mereka lantas keluar dari dalam masjid, kemudian berjalan beriringan menuju rumah minimalis yang dikelilingi bunga amarilis.

Puluhan tahun Kirana tinggal di rumah itu bersama Abimana. Sahabat yang telah menjadikannya sebagai kekasih sekaligus ratu di singgasana hati.

Kisah mereka membuat Dira merasa iri dan berandai-andai.

Andai Dariel sepaham dengannya dan memiliki kesetiaan seperti Abimana, mungkin kisah mereka akan terukir indah tanpa ada luka yang menyertai.

🌹🌹🌹

Bersambung

1
Machan
minta disleding ni dokter
Machan
betul itu. makanya kita serahkan semua hanya pada-Nya
Machan
berarti perasaan Dira emang sama ma Dariel, cuma.... yaudah lah terserah othor aja
Machan
Dariel, apa pikiran kita sama🤔🤔
Machan
aku diajak dong makan mie Jawa, udah lama gak makan itu🥲
Nofi Kahza
Karya cantik dengan alur yang menarik. Pemilihan kata dalam menyampaikan cerita juga mudah dipahami. Semangat terus ya Thor🥰😘
Ayuwidia: makasih, akak
total 1 replies
Reni Anjarwani
gagal
Reni Anjarwani
doubel up thor
Machan
nah, mending ma Dariel aja udah biar aman.
Machan
dirawat dokter baik kek Dira mah langsung sembuh pasien
Machan
simbok keceplosan😀
Machan
udah takdir dari sang othor, Dira. terima aja/Grin/
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up thor
Reni Anjarwani
doubel up thor
Machan
aku juga bakal bingung harus jawab apa
Reni Anjarwani
lanjut thor dubel up thor
Najwa Aini
Ingat sama pembacaku yg komen paling gak suka dengan bab kesalahpahaman. ternyata membaca kisah tentang salah paham memang semenjengkelkan itu.
Baru paham gue rasanya.
Ayuwidia: Aku harus ketawa kaya' nya /Sob/
total 1 replies
Reni Anjarwani
lanjut thor
Reni Anjarwani
doubel up thor
Reni Anjarwani
akhirnya dira dan dariel bersatu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!