Kimi Azahra, memiliki keluarga yang lengkap. Orang tua yang sehat, kakak yang baik, juga adek yang cerdas. Ia miliki semuanya.
Namun, nyatanya itu semua belum cukup untuk Kimi. Ada dua hal yang belum bisa ia miliki. Perhatian dan kasih sayang.
Bersamaan dengan itu, Kimi bertemu dengan Ehsan. Lelaki religius yang membawa perubahan dalam diri Kimi.
Sehingga Kimi merasa begitu percaya akan cinta Tuhannya. Tetapi, semuanya tidak pernah sempurna. Ehsan justru mencintai perempuan lain. Padahal Kimi selalu menyebut nama lelaki itu disetiap doanya, berharap agar Tuhan mau menyatukan ia dan lelaki yang dicintainya.
Belum cukup dengan itu, ternyata Kimi harus menjalankan pernikahan dengan lelaki yang jauh dari ingin nya. Menjatuhkan Kimi sedemikian hebat, mengubur semua rasa harap yang sebelumnya begitu dasyat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EmbunPagi25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Yang Pernah Membenci
"Itu hari yang cukup berat untuk Arkan, Nak. Dimana dia harus kehilangan seorang temannya." Bunda menghela napasnya seakan ikut dapat merasakan rasa sakit yang dulu pernah putranya rasakan.
Saat mereka sudah memasuki rumah, dan memilih duduk diruang tengah sembari menuntaskan cerita Bunda tentang seorang Arkana. Yang berhasil membuat sudut hati Kimi terenyuh, dan haru disaat bersamaan.
"Lalu bagaimana dengan Kakek Vano, Bunda?"
"Kakeknya Vano tetap menjalankan hari-harinya seperti biasa tanpa cucunya. Itulah mengapa Arkan mencoba untuk banyak meluangkan waktunya untuk Kakek Vano. Agar Kakeknya Vano tidak terlalu berlarut-larut dalam kesedihannya."
"Diantara kesibukannya sekolahnya, Arkan juga membantu Kakek Vano dalam pekerjaan serabutannya. Seperti membersihkan halaman rumah orang, mengangkat barang. Atau hal-hal semacamnya. Untuk mendapatkan upah. Nak."
Kimi tahu, jika dihitung mundur. Maka, kejadian yang Arkan alami ketika kehilangan temannya. Adalah saat Kimi merasa kecewa pada Arkan yang hilang, seakan raib tanpa kabar.
Itukah, alasannya. Mengapa Arkan selalu sibuk dan tidak pernah mengunjungi rumah Papa lagi?
Satu hal lagi tentang Arkan yang baru kali ini Kimi ketahui.
"Cukup lama bagi Arkan untuk bisa bangkit dari keterpurukannya atas kepergian Vano. Sampai kemudian Tuhan kembali menguji ketabahannya dengan membawa Ayah dari sisi Arkan. Nak."
"Bunda ngga tau apa-apa sebelumnya, Nak. Dan Arkan baru cerita tentang Vano sebelumnya ketika hampir sebulan kematian Ayahnya."
"Sebelum Arkan mengalami rasa sakit kehilangan Ayah. Arkan lebih dulu merasakan sakit atas kepergian Kakek Vano yang telah meninggal seminggu sebelum kematian Ayah Hamdan. "
Kimi bisa melihat air bening yang tanpa sadar menetes melewati kedua pipi Bunda. Lalu dengan pelan menyusut sudut matanya. Meski air bening itu tetap saja menggenang, siap tumpah lebih banyak lagi.
"Arkan benar-benar berada diposisi ter-rapuhnya saat itu, Nak. Banyak hal yang dilakukan oleh Arkan dengn tanpa tawa lagi. Dia seakan hanya menjalankan harinya tanpa emosi. Dan hal itu buat Bunda khawatir."
"Arkan sudah banyak kehilangan orang-orang yang dia sayangi, Nak. Dan itu yang membuatnya merasa harus selalu kuat."
Ucapan Bunda siang tadi kembali membayang dikepalanya saat ini. Sekarang ia sedang duduk diatas ranjang sembari melihat Arkan yang sibuk di depan leptopnya diatas meja kerjanya.
Kimi lantas beringsut untuk memangkas jarang mendekati Arkan yang terlihat begitu fokus.
"Ada hal yang ingin aku tanyakan, Mas?" Kimi menatap pada Arkan yang kini menoleh padanya lalu segera menutup leptopnya demi bisa menaruh atensi sepenuhnya pada Kimi yang kini berdiri disamping Arkan.
"Ada hal apa yang ingin kamu tanyakan, Dek?"
Kimi menghela napasnya terlebih dulu. "Kenapa dulu Mas jauhin aku?" Tanya Kimi.
Ia memang sudah mengetahui alasan dari kata sibuk yang selalu Arkan gunakan ketika dulu Kimi menanyakannya. Akan tetapi, Kimi ingin menanyakannya langsung dengan lelaki itu saat ini.
Arkan sedikit terperangah. Namun matanya terlihat mengawang untuk mengingat pada masa lampau yang dulu sekali. "Mas ngga pernah punya niat untuk jauhin kamu." Ungkapnya dengan kening mengkerut.
"Tapi Mas, sibuk. Begitu?"
Arkan hanya diam, tidak membantah tapi juga tidak membenarkan. "Maaf kalau saat itu. Mas banyak melanggar janji dengan kamu, Dek." Untuk sejenak Kimi seolah dapat melihat tatapan penyesalan dikedua mata teduh milik Arkan.
"Mas salah, Dek. Dan buat kamu kecewa pada saat itu."
Kimi menggeleng,"Kenapa dulu ngga pernah cerita ke aku, Mas?" Tanya Kimi lagi yang buat Arkan bingung.
"Kenapa nyimpen semuanya sendiri? menanggungnya sendirian. Kamu pikir, bahu kamu sekuat itu buat nanggung semuanya sendiri?"
Kimi tidak habis pikir, bagaimana Arkan bisa menyimpan semuanya sendirian.
Tanpa berbagi dengan siapapun.
Harusnya dulu, Kimi tidak mengabaikan Arkan kembali, dan menjauhinya. Harusnya ia dulu menanyakannya langsung pada Arkan, alasan lelaki itu semakin jauh darinya.
"Samapi sekarang pun Mas ngga pernah cerita tentang rasa sakit kehilangan orang-orang yang Mas sayangi dalam jarak waktu dekat."
"Mas masih simpan semuanya rapi, Sampai-sampai aku membenci Mas dan menjauh sampai detik ini."
Kimi menghela napasnya untuk memberi jeda.
"Beberapa tahun yang aku lewatin hanya penuh dengan prasangka buruk tentang kamu, Mas."
Kimi akui. Dan ia sadar betul, jika dulu ia menolak perjodohan yang Papa inginkan dengan Arkan, bukan semata karena Kimi yang tidak suka diatur tentang keputusan dan kehidupannya. Melainkan tentang suatu hal yang tidak bisa ia jelaskan akan rasa kecewanya pada sosok Arkan.
Dan, setelah Kimi mengetahui alasan dari lelaki itu pernah jauh darinya. Maka ia tidak bisa untuk tidak merasa bersalah.
Sebab, ia pernah berprasangka buruk dan membenci Arkan. Sementara lelaki itu sedang bertahan dari banyaknya rasa sakit atas kehilangan.
"Mas pernah hendak menceritakan semuanya kepada, kamu. Dek."Arkan menatap kedua mata Kimi yang kini menggenang air bening dipelupuknya. Lalu pelan, ia meraih kedua tangan itu dan menggenggamnya.
"Tepatnya ketika kamu ke rumah bersama Yana, saat kita ada tugas buat drama. Tapi sampai tugas kita selesai, Mas ngga punya kesempatan untuk bicara berdua sama kamu."
Arkan berdiri dari duduknya lalu menghapus jejak air mata yang menetes melewati pipi Kimi.
"Lalu ketika Mas punya waktu untuk berkunjung kerumah Papa. Kamu sudah tidak mau bertemu dengan Mas. Mengurung diri dikamar selama mungkin sampai akhirnya Mas memilih pulang."
"Mas ngga nyangka kamu bisa sekecewa itu dengan, Mas. Sampai tidak mau bertemu."
"Kamu buatku jadi orang jahat, Mas." Lirih Kimi sembari terisak, buat Arkan dengan cepat meraih tubuh wanita itu. Lalu memeluknya dengan erat sembari mengelus kepalanya yang bersembunyi didadanya.
"Maafin, Mas. Dek."
Kimi menggeleng dalam dekapannya. "Aku yang harusnya minta maaf. Bukannya memberi kamu kesempatan untuk bicara. Aku justru menjauh dan membiarkan perasaan benci memenuhi diriku."
Untuk itu, Arkan mendekap Kimi lebih erat. Merasakan perasaan asing yang kini mulai terasa familiar. Dan Arkan akui bahwa ia menyukai perasaan itu.
Suka saat berada di dekat Kimi. Suka saat bicara dengan Kimi. Suka dengan senyum dan tawa Kimi. Dan lebih dari itu, Arkan sadari ia menyukai Kimi Azahra itu sendiri. Melebihi apapun yang bisa ia bayangkan.