Fenomena pernikahan tidak selalu berjalan sesuai harapan. Pengkhianatan pasangan menjadi salah satu penyebab utama keretakan rumah tangga. Dalam banyak kasus, perempuan sering menjadi pihak yang dirugikan. Namun, di tengah luka dan kekecewaan, tak sedikit perempuan yang mampu bangkit dan membuka hati terhadap masa depan, termasuk menerima pinangan dari seorang pria.
Pertemuan yang tak terduga namun justru membawa kebahagiaan dan penyembuhan emosional.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cumi kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 31 PENOLAKAN SOFIA.
Sore itu, suasana rumah orang tua Sofia terasa berbeda. Biasanya hangat dan penuh canda tawa, kini hening. Umi hanya duduk sambil memutar tasbih di tangannya, Abi berdiri di dekat jendela dengan tangan menyilang, dan Bang dafi. meski berusaha tenang, wajahnya menunjukkan jelas bahwa ia sedang menahan emosi.
Di ruang tamu, duduklah Ilham. Wajahnya pucat, matanya sembab. Sudah hampir satu jam ia di sana, menanti Sofia yang diminta Abi untuk pulang lebih awal.
Langkah kaki Sofia terdengar dari arah pintu samping. Ia masuk ke rumah tanpa banyak kata. Matanya langsung menatap Ilham. tajam, tak gentar.
" Assalamu'alaikum.. "
" Waalaikumsalam.. kamu sudah datang nak "
Ilham berdiri, seolah ingin menghampiri, tapi Sofia mengangkat tangannya, menghentikan niat itu.
"Ada apa kamu di sini, Kang?" tanyanya datar.
Ilham menunduk, lalu menghela napas panjang. "Aku... aku cuma ingin bicara, Sofia. Tolong... sekali ini saja, dengarkan aku."
Abi memberi isyarat pada semua untuk meninggalkan mereka berdua. Meski berat, Bang dafi akhirnya masuk ke dalam kamar, tapi bukan tanpa tatapan penuh peringatan ke arah Ilham.
Kini tinggal mereka berdua.
"Aku salah, Sofia," suara Ilham lirih. "Perempuan itu... dia hanya sesaat. Aku memang terlalu dekat. Aku bodoh, aku tidak menjaga batas. Tapi tidak ada yang lebih dari itu. Aku bersumpah."
Sofia tak bereaksi.
"Aku... aku kehilangan arah. Tapi sejak kamu pergi, aku sadar. Kamu adalah rumahku, Sof. Kamu cinta pertamaku. Satu-satunya. Kumohon... beri aku kesempatan. Sekali lagi."
Sofia masih berdiri. Tenang, tapi matanya menunjukkan pertempuran batin yang luar biasa. Ia membuka suara setelah beberapa detik yang seolah abadi.
"Kamu tahu, Kang... Dulu aku gadis yang mudah percaya. Mudah luluh. Aku pikir, cinta cukup untuk membuat semuanya baik-baik saja."
Sofia melangkah mendekat, namun bukan untuk mendekap, melainkan agar Ilham mendengar dengan jelas.
" Aku mencintaimu dengan seluruh hati. Tapi kamu buat aku mempertanyakan diriku sendiri. Kamu buat aku merasa... tak cukup." Kata Sofia " Sekarang akang datang dengan membawa kata cinta, dimana letak cinta yang akang bilang? sedangkan di luar sana ada perempuan yang sedang mengandung anak kalian. "
Ilham mulai menangis. Tapi Sofia tetap berdiri tegak.
"Aku bukan perempuan yang sama lagi, Kang. Luka itu membuat aku tumbuh. Dan sekarang aku tahu, aku layak untuk dicintai dengan jujur... tanpa keraguan. Tanpa sembunyi-sembunyi."
Ilham mencoba bicara, tapi Sofia mengangkat tangannya lagi.
"Aku tidak akan kembali. Bukan karena aku tidak cinta... tapi karena aku mencintai diriku sendiri lebih dari rasa sakit yang kamu beri." Kata Sofia " Dari pada akang menangis dan memohon kepadaku, lebih baik akang bertanggung jawab atas apa yang sudah akang perbuatan kepada wanita itu. Pintu hatiku sudah tertutup buat akang, jadi silahkan akang pergi dari sini. "
Sofia menatap ilham " Aku sudah mengikhlaskan semuanya kang. mungkin jodoh kita cukup sampai di sini. "
Sofia lalu membalikkan badan, melangkah pergi ke arah dapur, meninggalkan Ilham sendirian di ruang tamu.
Di balik dinding, Umi menangis pelan. Abi menatap putrinya dengan bangga. Dan Bang dafi,, yang diam-diam mendengar dari sela pintu, mengepalkan tangan kali ini bukan karena marah, tapi karena bangga akan keberanian adiknya.
Dan Ilham, untuk pertama kalinya, menyadari: kehilangan terbesarnya bukan hanya cinta Sofia... tapi kehilangan hak untuk berdiri di sisinya lagi.
Langkah kaki Ilham lemas saat meninggalkan rumah keluarga Sofia. Penolakan tegas dari Sofia masih terngiang-ngiang di kepalanya. Hatinya berat, dadanya sesak. Ia mengira dengan permintaan maaf dan pengakuan tulus, Sofia akan luluh. Tapi ternyata, luka yang ia goreskan terlalu dalam untuk disembuhkan dengan kata-kata.
Langit mulai gelap ketika ia tiba di rumah ibunya. Rumah sederhana di pinggiran kota yang dulu selalu membuatnya merasa tenang kini justru terasa asing.
“Assalamu’alaikum…” ucapnya pelan saat membuka pintu.
“Wa’alaikumussalam,” sahut Ibu dari dapur. “Kamu baru pulang, Ham?”
Ilham hanya mengangguk pelan. Ia menjatuhkan diri di sofa tua yang usianya hampir setua ibunya. Matanya menatap kosong ke langit-langit.
Ibu datang membawa segelas teh hangat dan duduk di sampingnya. Ilham meminumnya pelan, lalu berbisik lirih, “Sofia tahu, Bu. Tentang Luna yang sedang hamil. ”
Ibu terdiam. Ekspresi wajahnya berubah, namun bukan karena bersalah, melainkan senang.
“Berarti kamu memang sudah gagal,” ucap Ibu dingin. “Padahal Luna masih bisa kamu nikahi. Anak dalam kandungannya—”
“Jangan lanjut, Bu,” potong Ilham dengan suara berat. “Aku bahkan belum siap jadi ayah, apalagi pada anak yang... aku sendiri bahkan nggak yakin jika Luna sedang hamil anakku "
Ibu menatap anaknya dengan tatapan tajam. “Cinta? Kamu sudah cukup umur, Ham. Hidup bukan cuma tentang cinta. Kamu pikir kamu mau nunggu Sofia seumur hidup? Dia sudah menolakmu. Apa kamu mau terus hidup sendiri?” Kata ibu " Jika itu bukan anak kamu, lantas anaknya siapa? jika kamu tidak yakin dengan anak yang di kandung Luna, kamu bisa tes DNA setelah melahirkan nanti. jika betul itu anak, kamu ambil anaknya dan buang ibu nya " Hardik ibu
" Ibu juga tidak mau memiliki menantu yang gak jelas asal usulnya "
Ilham menunduk. Hatinya berantakan. Ia ingin bicara, ingin menjerit, tapi tak ada suara yang keluar.
“Kalo tidak, ibu punya kenalan. Anak teman pengajian Ibu dia Baik, sopan, cantik. Namanya Nisa. Kamu ketemu saja dulu. Siapa tahu cocok.” Bujuk ibu " Kalo sama nisa, ibu pasti dukung kamu. karena nisa jelas asal usulnya. nisa bekerja di kantor desa "
Ilham memejamkan mata. Sakit di dadanya makin dalam. Ia belum selesai dengan Sofia, belum bisa memaafkan dirinya sendiri dan sekarang ibunya sudah menyiapkan perjodohan lain, seolah-olah semua ini hanya soal memilih yang paling layak.
“Bu…” Ilham akhirnya bersuara. “Boleh nggak... untuk sekali ini, aku yang jalanin hidupku? Dengan caraku. Salah atau benar, biar aku yang tanggung.”
Ibu mendengus pelan. “Terserah kamu, Ham. Tapi waktu tidak akan menunggumu terus. Jangan sampai kamu menyesal lebih dari yang sudah kamu sesali sekarang.” Kata ibu " Dan ingat, ibu akan tetap menjodohkan kamu dengan nisa. mau atau tidak, kamu harus mau "
" Bu_ "
" Tidak ada penolakan ilham, atau kamu mau hidup sama perempuan yang tidak jelas itu? yang mengaku-ngaku hamil anak kamu? "
Dan malam itu, Ilham duduk sendirian di kamarnya. Ponselnya gelap. Tidak ada pesan dari Luna, tidak ada suara dari Sofia. Hanya suara hatinya sendiri yang terus bergema, mengingatkan satu hal:
Ia telah kehilangan cinta sejatinya… dan tak ada perjodohan mana pun yang bisa menambalnya. bahkan Luna sekalipun.
lanjutkan Thor 🙏🙏🙏