Jia, gadis periang yang tumbuh di balik bayang-bayang perfeksionis sang ibu, sedangkan Liel, pemuda pendiam dan berusaha menjaga jarak dari dunia yang tidak pernah benar-benar dia percaya.
Mereka tidak pernah menyangka, bahwa dimulai dari sekotak rokok, pertemuan konyol di masa SMA akan menarik mereka ke dalam derita penuh luka.
Kisah manis yang seharusnya tumbuh dan tampak biasa, justru menemukan kenyataan pahit. Cinta mereka yang terhalang, rahasia keluarga, dan tekanan dari orang-orang berpengaruh di sekitar mereka, membuat semuanya hancur tanpa sisa.
Mampukah Jia dan Liel bertahan dalam badai yang tidak mereka minta? Atau justru cinta mereka harus tumbang sebelum sempat benar-benar tumbuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Avalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hujan di balik Senyuman
Libur semester telah berlalu, begitu pula dengan Luka di telapak tangan Jia yang berangsur membaik. Tidak lupa dengan pembagian jurusan pada tahun ajaran baru telah dilakukan, membuat sebagian siswa-siswi harus bersedih, karena harus berpisah dari teman-teman akrab mereka.
Namun, tidak bagi Jia dan Nata, yang beruntung masih bisa berada di kelas yang sama, yaitu di XI - IPA 1. Sedangkan Den berada XI - IPA 2, seorang diri, terpisah dari yang lainnya. Kemudian, Liel, Kay dan Doris masuk ke jurusan XI-2 IPS. Mereka akhirnya terpisah satu sama lain.
Bahkan, beredar kabar bahwa Kay dan Liel tengah menjalin hubungan. Satu sekolah heboh dengan berita tersebut. Membuat Jia semakin merana tanpa batas.
Nata segera menepuk lembut punggungnya. Matanya melotot. “Apa Liel tidak memberitahumu tentang ini?”
Dia tersenyum, menaruh ponsel di tas ranselnya. “Tidak, terakhir kali berbicara … ya sejak pertemuan kami di ruang IGD Rumah Sakit.”
“Wah, menakjubkan … dan sekarang dia menjalin hubungan dengan ular betina itu, setelah sebelumnya terlihat begitu mencintaimu?? Arrrrghh!! Lupakan saja k3par4t itu!! Balas Nata dengan emosi membara dan meremas kedua tangannya.
“Kami tidak pernah memulai, lantas apa yang membuatmu kesal? Liel berhak memilih Nat.” sahut Jia santai, menyembunyikan kekecewaannya.
Dia bahkan tidak memberitahu Nata tentang perseteruannya dengan Liel di rumah kaca dan di rumah sakit. Saat itu, Liel menjelaskan tujuannya, namun Jia tidak percaya dan memilih untuk tidak bercerita agar Nata tidak mengkhawatirkannya.
Bahkan, Nata mengusulkan agar dirinya dan Jia pindah sekolah. Nata mengatakan terlalu berat jika berhadapan dengan orang gila seperti Kay. Jia dengan tegas menolak dan memutuskan untuk menghadapi Kay dengan caranya sendiri, meski trauma dari serangan Kay masih dapat dirasakannya hingga detik ini.
Namun, satu hal yang dirasakan Jia, bahwa Kay tidak pernah mengancam atau berani melukainya lagi. Entah apa yang meredam kegilaannya saat ini, sehingga sekarang Kay tampak jauh lebih tenang.
Kemudian, di tengah pintu masuk berwarna hitam legam menuju gedung utama, yaitu tempat seluruh kelas untuk anak kelas XI dan ruang guru berada, terlihat Doris sedang memapah Liel yang berjalan perlahan di lorong kelas. Tidak butuh waktu lama untuk Liel mendapat perhatian dari siswa-siswi sekolah.
Doris geram seraya memegang jaket Liel. ”Sudah aku katakan untuk tidak pergi ke sekolah.”
Liel hanya diam, tanpa berkata apapun.
“Hei? Apa berita itu benar? Kamu dan Kay? Setelah semua yang …”
“Bisa kah kamu diam? Bukan kah selama ini kamu selalu mendukung hubungan kami?” potong Liel kesal.
Doris merasa frustasi sambil menghela napas panjang. “Haaa … aku benar-benar tidak mengerti dirimu.”
Sementara itu, mata Nata melebar saat melihat kondisi Liel. “Hei, sebentar, itu … lihatlah, apa yang terjadi padanya??”
Jia yang awalnya tidak menyadari seketika memperhatikan langkah Liel yang berjalan pelan menuju kelas barunya, yang terletak di ujung lorong sebelah kanan, di samping pintu keluar dari gedung utama ruang kelas dan ruang guru. Dia juga melihat perban yang terlilit di tangan kiri dan lehernya.
“Yaah, dia terlihat seperti … mumi.”
Nata hampir saja tertawa, namun dia merasa tidak pantas menertawakan orang yang sedang mengalami cedera. “A… apaa? Mu … mumi? Kamu tidak khawatir???”
Jia mengeleng-gelengkan kepalanya. Meski begitu, Nata tahu, bahwa Jia hanya berpura-pura bersikap dingin kepada Liel, dan dia, menghargai keputusan temannya itu.
Meski jarak kelas mereka sekarang bersebrangan, namun Liel menyadari bahwa Jia memperhatikan dirinya, seketika dia melihat ke arah Jia. Mata mereka pun saling bertemu.
Ada kerinduan di sana dan hanya mereka berdua yang tahu. Tentu sulit dan tidak mampu diungkapkan lewat kata-kata. Mirisnya, Liel segera memalingkan wajah dan masuk ke kelasnya.
“Liel, apa ini bagian dari rencanamu … atau kamu hanya mempermainkanku????” gumam Jia dalam hati.
Nata menarik tangan Jia hingga membuyarkan lamunannya. “Lihat tingkahnya, benar-benar tidak ada harapan!!! Ayo Jia, kita masuk ke kelas!!”
...****************...
Sekolah telah usai, Jia dan Nata tidak sengaja berpapasan dengan Liel dan Kay di parkiran mobil sekolah. Terlihat bahwa Liel dan Kay saling berpegangan tangan dengan erat satu sama lain, membuat Jia merasa panas.
Kay memicingkan mata dan memainkan rambutnya. “Maaf Jia, jika apa yang aku katakan tidak selaras dengan perbuatanku, ternyata aku menyukai sahabatku sendiri.”
Jia menatap Liel dengan rasa kecewa. Meski dia mengerti mengapa Liel tidak bertindak dan hanya diam tanpa menatapnya, namun tetap saja, itu membuatnya kesal.
“Haaa … jika tujuanmu hanya untuk membuatku marah … mohon maaf, aku tidak akan terpancing!! Memperebutkan seorang laki-laki hanya akan melukai harga diriku … jadi, ambil saja Liel dan jangan pernah mengusikku lagi!! Paham??” Ucapnya seraya menyibakkan rambut pendeknya.
Seketika Kay terdiam. Dia hanya mengatup bibirnya kencang, menahan rasa marah yang luar biasa. Dia tidak menyangka Jia masih berani terhadapnya, setelah semua yang terjadi.
“Bye, jal*ng!!” Sindir Nata seraya melambaikan tangannya.
Wajah Kay seketika memerah akibat rasa marah. “APA KAMU BILANG?? KUPASTIKAN MULUTMU HANCUR OLEHKU!!!”
Nata menjulurkan lidahnya. Dia tetap mengejek Kay tanpa rasa takut. Sudah sangat lama dia menahan kekesalan terhadap Kay semenjak dia hampir menghancurkan karir ibunya.
Kay ingin menghampiri Nata dan hendak memukulnya, namun Liel menarik tangan Kay, membuatnya berhenti melangkahkan kakinya.
“Cukup Kay, jangan membuat kegaduhan!!” Ucap Liel seraya mengeleng-gelengkan kepalanya.