Nafkah 20 Juta Sehari

Rasa bersalah merasuk dalam hati Alvin, kala melihat sang istri terkulai lemas di ranjang rumah sakit. sebuah jarum infus terpasang di tangan kanan gadis itu.

Dokter sudah menjelaskan tentang kondisi kehamilan Shana kepada Alvin, yang baru memasuki usia 8 minggu dan masih sangat rentan. Dokter juga menyarankan agar tidak membiarkan calon ibu muda itu kelelahan. Shana mengalami dehidrasi parah, karna terus muntah setiap ada makanan yang masuk ke dalam perutnya.

Bayangan saat dirinya membiarkan istrinya membawa koper dengan susah payah seorang diri saat di bandara terus saja menghantui pria berhati dingin itu.

"Argh. Bodoh banget sih lo Alvin!"

Alvin merutuki dirinya sendiri. Karna saat itu Shana pasti sudah dalam keadaan hamil, namun Alvin ataupun Shana belum menyadarinya.

Rencana awal mereka untuk bulan madu dan menjelajahi kota kelahiran Anggi, sirna begitu saja. Sudah tiga hari ini Shana terbaring di rumah sakit.

"Kamu kenapa sih Mas, Ko marah-marah terus?"

Shana terjaga dari tidurnya karna mendengar suara Alvin yang terus mengutuk dirinya sendiri.

"Eh, gakpapa kok sayang, maaf ya kamu jadi kebangun"

Alvin merasa semakin konyol, karna sikapnya yang tidak bisa mengendalikan diri kini mengganggu waktu istirahat Shana.

"Kamu marah ya gara-gara aku sakit? jadi kita gak bisa jalan-jalan seperti rencana awal kita?"

Lirih Shana dengan nada pilu, cairan bening lolos begitu saja dari sudut matanya. Kehamilannya kali ini membuat Shana jadi lebih sensitif dan gampang menangis.

"Gak bukan gitu sayang, maafin Mas ya. Mas cuma marah pada diri sendiri, karna tidak bisa menjaga kamu dengan baik, membiarkan kamu kelelahan sampai sakit seperti ini"

Alvin menjadi semakin tidak enak hati, apalagi saat melihat wanitanya itu terus menitikan air mata.

"Udah kamu jangan nangis lagi ya, nanti dedek bayi dalam perutnya ikut sedih kalau Mamanya nangis terus"

Ucap Alvin sembari menghapus jejak air mata yang menganak sungai di pipi mulus milik sang Istri.

Mendengar kata bayi, senyum mengembang begitu saja dari wajah cantik Shana. Ia masih tak percaya jika di dalam rahimnya itu kini sedang bertumbuh benih cinta dari sang suami.

"Mas aku masih gak percaya, kalau sebentar lagi kita akan jadi Mama dan Papa"

Ucap Shana berbinar, tak nampak raut kesedihan lagi di wajah calon ibu muda itu. Mood Shana jadi begitu gampang berubah, mungkin karna pengaruh hormon kehamilannya.

"Mas juga masih gak percaya, tapi Mas sangat bahagia karna adanya kalian dalam hidup Mas sekarang ini"

Alvin mendekatkan dirinya ke arah Shana yang kini sudah duduk di tepi ranjang, membawa gadis itu kedalam dekapan hangatnya.

"Ehm. Permisi Pak, Bu. Maaf mengganggu. Saya mau melepaskan jarum infus Bu Shana"

Seorang perawat nampak canggung saat melihat pemandangan romantis yang disuguhkan sepasang suami istri di hadapannya.

Hari ini Shana sudah di perbolehkan pulang karna kondisinya juga sudah membaik, jadi jarum infusnya sudah boleh dilepas.

"Terima kasih suster"

Shana tersenyum ramah pada perawat bernama Mira tersebut, kana telah merawatnya dengan baik selama Ia di berada di rumah sakit ini.

"Sama-sama Bu, semoga cepet sembuh ya. Dan kehamilannya dilancarkan"

Doa perawat itu dan langsung di aminkan oleh Alvin dan Shana.

***

***

"Apa gak sebaiknya kalian tetap disini sampai beberpa hari lagi"

Pinta Oma putri merasa tak rela kala melihat cucu dan cucu mantunya akan segera kembali ke kota Asalnya. Waktu lima hari terasa berlalu begitu saja, apalagi Alvin dan Shana lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah sakit daripada di rumah Oma Putri.

"Iya Vin, Shana jugakan baru aja pulih. Sebaiknya kalian tetap disini beberapa hari lagi"

Ajeng ikut memohon.

"Maaf Oma, tapi kita harus segera kembali secepatnya. Pekerjaan Alvin disana sudah sangat menumpuk"

Kedua wanita itu tidak bisa meluluhkan hati Alvin, apalagi Chika terus mengabari tentang beberapa meeting penting yang terpaksa di tunda karna Alvin mengambil cuti selama seminggu. Klien bisnisnya itu hanya ingin berbicara langsung dengan Alvin tak mau di wakilkan oleh siapapun, termasuk oleh Herman sekalipun.

"Sering-sering berkunjung kemari ya, kalau Alvin cari alasan kamu paksa saja. Jaga kandungan kamu baik-baik"

Pesan Oma Putri sembari memeluk Shana, dengan terpaksa Oma harus merelakan Alvin dan istrinya kembali ke kotanya, walaupun di hati wanita baya itu masih tersimpan kerinduan yang menggunung.

Walaupun di sini ada Angga dan Noval cucunya dari Ajeng, tetap saja Alvin memiliki posisi tersendiri di hati wanita baya itu dan tak akan bisa di gantikan oleh siapapun.

"Iya Oma, Oma juga jaga kesehatan ya"

Jawab Shana, walaupun baru kali pertama bertemu. Namun Oma putri dan Ajeng memperlakukan gadis itu dengan sangat baik. Hingga Shana merasa sangat enggan untuk meninggalkan mereka secepat ini.

"Tante gak usah anter kita sampai bandara ya, kami bisa sendiri. sebentar lagi Om Rudi juga pulang kantor kan"

Ajeng terpaksa menghentikan niatnya karna ucapan Alvin, padahal wanita itu sudah bersiap untuk mengantar mereka sampai bandara.

"ya sudah kalian hati-hati dijalan ya"

Jawab Ajeng dengan raut wajah sedikit kecewa.

Tak hanya untuk Shana, nyatanya ucapan Alvin seperti perintah dan akan di patuhi oleh siapa saja yang mendengarnya.