NovelToon NovelToon
Ashes Of The Fallen Throne

Ashes Of The Fallen Throne

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Epik Petualangan / Budidaya dan Peningkatan / Perperangan / Barat
Popularitas:743
Nilai: 5
Nama Author: Mooney moon

Perjalanan seorang pemuda bernama Cassius dalam mencari kekuatan untuk mengungkap misteri keruntuhan kerajaan yang dulu merupakan tempat tinggalnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mooney moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Si pandai besi dan para penjagal

Royrk mengangkat bahu dan kembali ke meja, tapi tak lama kemudian ia bicara lagi, kali ini dengan nada yang lebih hidup.

“Setiap logam... punya suara. Kalau kau tahu cara dengarnya,” katanya sambil memegang sebuah palu yang tampak kecil di tangan besarnya. “Senjata juga bisa bicara. Mereka akan berteriak kalau dibentuk dengan buruk.”

Vala berbisik di samping Cassius. “Percayalah, momen seperti ini adalah saat Royrk paling banyak bicara.”

Cassius hanya mengangguk pelan, matanya mulai menjelajahi rak-rak di belakang Royrk yang penuh dengan peralatan, ujung tombak, bilah-bilah pendek, dan bahkan potongan armor kecil yang tampak sedang dalam proses perakitan.

 Cassius melirik ke sekeliling, lalu perlahan menarik sesuatu dari balik jubahnya. Sebilah pedang usang yang selalu menemaninya selama perjalanan, pedang itu penuh goresan dan dengan bagian ujung yang tampak seperti pernah hampir dipatahkan. Bilahnya tak lagi memantulkan cahaya, dan gagangnya dibalut kain lusuh yang tampaknya sudah menyerap terlalu banyak darah dan keringat.

“Kalau begitu,” kata Cassius sambil menyerahkan pedangnya pada Royrk, “coba dengarkan yang ini. Mungkin dia sudah lama berteriak.”

Royrk mengambilnya tanpa banyak komentar. Ia menimbang beratnya di tangan, memutar perlahan, dan menekan bagian pangkal dengan ibu jarinya. Ketika ujung jarinya menyentuh celah retak di sisi pedang, ia mendengus pendek. “Ini... sudah mati.”

Cassius terkekeh. “Kupikir juga begitu. Meski begitu, dia tetap membantuku sampai sekarang.”

Royrk menurunkan pedang itu ke atas meja, membenturkan bilahnya ke logam lain seolah ingin menantang suaranya. “Digunakan terlalu lama... terlalu sering... terlalu brutal.” Matanya menyipit. “Kau pakai ini untuk apa? Memukul batu?”

“Aku pakai bertarung melawan banyak hewan buas, beberapa elemental beast,” jawab Cassius santai. “Dan beberapa kali kugunakan untuk melarikan dari makhluk yang tak bisa kulawan.”

Royrk mengangguk pelan, lalu meletakkan pedangnya ke samping. “Buang saja. Ini bukan pedang. Ini... kenangan buruk yang diasah ulang.”

Cassius tertawa kecil. “Terdengar seperti kau sedang membicarakanku.”

“Aku bisa buatkan yang baru,” gumam Royrk sambil mulai mengatur bahan logam di mejanya. Suaranya masih berat, tapi ada percik antusiasme yang tidak bisa ia sembunyikan. “Bukan yang spesial atau bahkan legendaris. Tapi setidaknya cukup kuat untuk tidak hancur di pertempuran berikutnya.”

Cassius melipat tangan, senyumnya tulus. “Itu lebih dari cukup.”

Royrk tak membalas senyuman itu, tapi ekornya bergoyang perlahan saat ia memilih logam dari rak—sebuah tanda jelas bahwa hatinya sedang senang, meski wajahnya tetap datar.

“Kau suka pedang lurus atau sedikit melengkung?” tanya Royrk cepat.

“Lurus,” jawab Cassius setelah berpikir sejenak. “Aku lebih suka yang sederhana tapi cepat.”

Royrk mengangguk. “Berat di ujung atau seimbang?”

“Sedikit berat di ujung. Kupakai untuk menebas lebih sering daripada menusuk.”

Royrk mengangguk lagi, kini sudah tenggelam dalam pikirannya sendiri. Cassius bisa melihat jemarinya yang tebal mulai membuat garis samar di papan cetak.

“Berapa lama?” tanya Cassius.

Royrk tidak menoleh. “Dua hari. Mungkin satu... kalau kau bisa berhenti mengajakku bicara.”

Cassius tertawa. “Baiklah. Aku akan berhenti sementara kau bekerja. Tapi aku akan menunggu.”

"Sementara kau bisa pakai yang ada di sana. Setidaknya kau bisa memakainya untuk menebas sesuatu." Lanjut Royrk sambil menunjuk ke arah tumpukan pedang di sebuah kotak kayu besar.

Cassius mendekat dan mengambil salah satu dari tumpukan pedang itu. "Yah, kau benar. Setidaknya ada yang bisa dipakai sementara. "

Vala tersenyum tipis di belakang Cassius, lalu berbisik, “Percayalah, kau baru saja membuatnya sangat senang.”

Cassius menoleh sebentar. “Tapi dia tidak kelihatan senang.”

“Untuk Royrk,” kata Vala sambil mengangkat bahu, “itu ekspresi penuh kebahagiaan.”

Begitu Royrk kembali tenggelam dalam pekerjaannya, suara palu dan bara kembali mendominasi ruangan. Cassius melirik sekali lagi ke pedangnya yang kini teronggok di atas meja logam, seolah akhirnya bisa beristirahat. Ia menatap Royrk sejenak, lalu mengangguk kecil sebagai bentuk terima kasih, meski tak diucapkan.

Vala memberi isyarat halus dengan dagunya ke arah pintu. “Ayo. Masih ada satu tempat lagi yang harus kau lihat sebelum kita ke altar utama.”

Mereka melangkah keluar dari ruang peralatan, melewati lorong yang sedikit lebih kecil namun kali ini menanjak secara perlahan. Udara di sini lebih lembap, dan aroma tanah basah bercampur darah tipis mulai tercium sebelum mereka sampai. Suara logam telah digantikan oleh bunyi pisau tajam yang membelah daging dan tulang, bercampur dengan dentingan alat-alat pemotong dan suara air mengalir. Terlihat masih ada beberapa bercak darah kering yang tak sempat dibersihkan di sepanjang jalan.

“Tempat ini biasanya digunakan untuk mengolah hewan buruan. Kalau kau pikir kami hanya memburu untuk bertahan hidup, kau salah. Kami memanfaatkan segalanya mulai dari daging, kulit, tulang, bahkan darah,” jelas Vala, suaranya agak lebih berat karena bau tajam yang mulai terasa menusuk.

Begitu mereka melewati lengkungan pintu kayu, pemandangan luas terbuka di depan mereka. Ruangannya terbuka cukup lebar, dengan langit-langit rendah dan saluran air yang mengalir di sisi dinding. lantainya datar terbuat dari batu halus bertekstur yang sebagian sudah terlumuri darah. Bau amis dan anyir langsung menyambut, bersama dengan hawa dingin dari potongan daging yang baru digantung. Di satu sisi, meja panjang berjejer penuh dengan peralatan berburu dan pisau pengulitan, sementara di sisi lain ada gantungan daging setengah kering dan tulang-tulang besar yang sedang dibersihkan.

Di tengah ruangan, dua sosok draconian yang familiar di mata Cassius tengah sibuk bekerja. Yang satu berbadan besar, ototnya terlihat jelas meski hanya mengenakan penutup dada dari kulit kasar—Balmuth. Tangannya yang besar mencengkeram pisau berat yang ia gunakan untuk membelah tulang seperti memotong mentega. Di sebelahnya, seorang draconian bertubuh ramping dengan gerakan cepat dan lincah—Nifrak yang tengah menguliti seekor makhluk besar bermata banyak dengan cekatan, seolah sudah hafal setiap lekuk tubuh mangsanya.

Balmuth adalah yang pertama kali menyadari kehadiran mereka. Ia menoleh dan menyeringai lebar, memperlihatkan sedikit taring-taring di mulutnya.

“Vala!” serunya dengan suara berat namun hangat, “dan... orang luar? Maaf, aku lupa namamu. Tapi, akhirnya kau sampai juga ke sini.”

Cassius mengangkat tangan singkat, sedikit tersenyum. “Cassius. Ini sungguh tempat yang... wangi.”

Nifrak mendengus geli, tanpa menghentikan gerakannya. “Kalau belum terbiasa, memang menyengat. Tapi ini wangi kemenangan.”

Vala melangkah mendekat. “Cassius, kurasa aku tidak perlu memperkenalkan mereka lagi padamu, kau tidak lupa dengan siapa mereka bukan? Mereka yang bertanggung jawab atas pengolahan buruan dan memastikan tidak ada bagian yang terbuang sia-sia.”

Balmuth menyeka tangannya dengan kain penuh noda darah, lalu menghampiri Cassius dan menepuk bahunya agak keras. “Kudengar kau bertahan cukup lama di hutan Pilgrum. Itu bukan hal mudah. Kuucapkan selamat karena masih bisa hidup.”

Cassius sedikit terguncang oleh tepukan itu, tapi tetap tersenyum. “Terima kasih. Aku juga kagum kalian bisa tetap hidup di tempat seperti ini... sambil memotong makhluk bermata lima.”

Nifrak akhirnya berdiri tegak, menjentikkan darah dari tangannya. “Kau akan terbiasa. Siapa tahu nanti ikut berburu juga.”

“Wah, boleh juga jika kalian tiak keberatan.” Ucap Cassius sambil tersenyum dan mengangkat alis.

1
Mưa buồn
Semangat thor, jangan males update ya.
Kovács Natália
Keren, thor udah sukses buat cerita yang bikin deg-degan!
yongobongo11:11
Gak sabar nih thor, gimana kelanjutan cerita nya? Update yuk sekarang!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!