Galang Aditya Pratama—seorang pengacara ternama yang dikhianati oleh sang istri hingga bertahun-tahun lamanya. Kemudian, Cinta Amara hadir di kehidupannya sebagai sekretaris baru. Amara memiliki seorang putri, tetapi ternyata putri Amara yang bernama Kasih tak lain dan tak bukan adalah seseorang yang selama ini dicari Galang.
Lantas, siapakah sebenarnya Kasih bagi Galang?
Dan, apakah Amara akan mengetahui perasaan Galang yang sebenarnya?
###
"Beri saya kesempatan. Temani saya Amara. Jadilah obat untuk menyembuhkan luka di hati saya yang belum sepenuhnya kering. Kamulah alasan saya untuk berani mencintai seorang wanita lagi. Apakah itu belum cukup?" Galang~
"Bapak masih suami orang. Mana mungkin saya menjalin hubungan dengan milik wanita lain." Amara~
***
silakan follow me...
IG @aisyahdwinavyana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Na_Vya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29~
~AMARA BERPISAH DENGAN KASIH.
####
Beberapa hari kemudian...
Pagi ini Amara terlihat sangat sibuk mempersiapkan semua keperluan yang akan dibawa Kasih untuk pergi ke Singapura. Semua dokumen berisi tentang data penyakit Kasih sudah dia persiapkan pula. Sayangnya dia tidak bisa ikut menemani putrinya berobat sebab Amara ingin memberikan waktu kepada mami Sarah untuk mendekati Kasih.
Bukankah itu sudah benar? Kasih perlu mengenal orang-orang terdekatnya. Meski bocah itu sudah mengerti dan tahu jika sebenarnya dia cucu dari keluarga ini. Tetap saja Amara ingin Kasih terbiasa dengan keluarganya.
"Bu." Amara sedikit tersentak dengan panggilan Kasih. Dia menoleh ke arah putrinya. "Kasih udah siap?" tanyanya kemudian.
Kasih yang sudah siap sejak tadi menghampiri.
"Kenapa Ibu enggak ikut aja nemenin Kasih berobat?" rengeknya memeluk Amara dengan erat.
"Enggak bisa Kasih. Kan, udah ada nenek, kakek, sama mama Maya di sana? Kasih enggak akan kesepian 'kok. Nanti kalo ibu kangen sama Kasih 'kan bisa telepon." Amara berusaha menjelaskan kepada Kasih supaya putrinya ini tidak merasa sedih lagi lantaran dirinya yang tidak bisa ikut menemani.
Bocah itu mendongak menatap Amara dari bawah dengan bola matanya yang sudah basah. Hingga detik ini dia masih menganggap Amara sebagai ibunya, kendati dia tahu jika Mayalah ibu kandungnya. Waktu Amara mengatakan yang sebenarnya tentang hubungan mereka, Kasih sempat tidak percaya dan bersedih selama berhari-hari. Dia bahkan marah kepada semua orang.
Namun, berkat penjelasan dari Amara yang tak pernah lelah memberinya pengertian maka kekecewaan yang dirasakan Kasih perlahan memudar. Sedikit demi sedikit dia mulai terbiasa dan mau menerima semuanya. Meski gadis kecil itu mengajukan sebuah persyaratan kepada Amara, yang mengharuskan ibunya tetap tinggal bersamanya.
"Kasih pasti bakal kangen banget sama Ibu, sama Bi Mina juga," ujar Kasih dengan lelehan air mata yang semakin deras. Dia seperti enggan berpisah dengan Amara.
Melihat putrinya menangis hati Amara ikut bersedih, tetapi sebisa mungkin dia menahan diri untuk tidak menangis di depan putrinya. Amara berjongkok agar tingginya sejajar dengan Kasih.
Mengusap air mata itu dengan kedua ibu jari, lantas Amara mencium pipi kanan dan kiri Kasih.
"Kasih anak pinter 'kan? Kasih mau sembuh 'kan?" tanya Amara sambil menata rambut panjang Kasih yang mulai rontok.
Kasih mengangguk.
Bibir Amara mengulas senyum seraya berkata lagi,
"Kalo Kasih mau cepet sembuh, makanya Kasih harus nurut sama nenek sama kakek. Biar nanti kita bisa kumpul lagi kayak dulu. Kasih harus bersabar. Kasih juga harus sering-sering ngajak mama Maya ngobrol. Biar mama Maya juga bisa cepet sembuh."
"Kasih janji akan nurut sama Nenek dan Kakek. Kasih mau cepet sembuh terus cepet pulang ke sini biar bisa bareng lagi sama Ibu." Sekali lagi Kasih memeluk Amara dengan sangat erat.
"Alhamdulillah, anak ibu memang anak yang penurut dan pinter. Ibu doain semoga Kasih cepet sembuh dan kembali lagi ke sini." Dengan tangisan yang tertahan di tenggorokan, Amara mendoakan Kasih. Menciumi seluruh wajah putrinya tanpa ada yang terlewat.
"Kasih sayang sama Ibu Amara." Kasih balas mencium pipi dan kening Amara.
'Jaga dia Tuhan ... jaga Kasih. Angkatlah penyakitnya.'
"Ibu juga sayang sama Kasih."
Keduanya saling memeluk lagi. Tanpa mereka tahu jika sejak tadi Galang berdiri di belakang pintu dan mendengar semuanya.
'Kamu memang baik Amara ....'
*
*
Tepat pukul tiga sore mami dan papi berangkat menuju Bandara. Sengaja mereka berangkat lebih awal sebab tak ingin ketinggalan penerbangan pada pukul empat nanti. Segalanya sudah direncanakan dengan baik dan matang. Keperluan selama tinggal di Singapura juga sudah diurus Galang.
Dari rumah hingga tiba di Bandara, Kasih tak mau melepaskan genggamannya kepada Amara barang sebentar. Dia terus menempel dengan raut murung. Mami yang sadar segera menyuruh Kasih dengan bahasa yang mudah dimengerti.
"Kasih ... ayo, Nak," ucap mami sambil memegang bahu cucunya yang ada di dekapan Amara.
Papi dan Galang yang melihatnya sebenarnya tidak tega. Namun, ini semua demi kesembuhan Kasih.
"Kasih ... sini sama kakek." Papi menimpali. Beliau tersenyum sambil meminta Kasih supaya mau melepas tangan Amara. "Sini."
Kasih menggeleng pelan, matanya yang bulat sudah menggenang. "Enggak mau ..." suaranya terdengar serak dan lirih. Dia malah semakin mempererat genggaman tangannya.
Menghela panjang lantas Amara berjongkok. Di usapnya lembut pipi tirus Kasih. "Kasih ..." Menatap lekat-lekat wajah polos itu dengan lama. Karena setelah ini dia tidak akan bisa lagi menatapnya.
"... Kasih 'kan tadi udah janji sama ibu bakalan nurut sama nenek dan kakek." Susah payah Amara berkata demikian, tenggorokannya tercekat menahan sesak yang merambat ke ulu hati.
Air mata Kasih yang mengalir menjadi kelemahan tersendiri baginya. Putrinya ini bukanlah tipe anak yang cengeng dan manja. Kasih hanya memiliki hati yang sangat sensitif dan perasa. Oleh sebab itu, Amara harus pintar membujuknya.
Mami, papi dan Galang seakan terbawa suasana. Ketiganya turut berurai air mata menyaksikan Kasih yang tidak ingin berpisah dari Amara. Andai saja mereka punya pilihan, tentu hal ini bisa diurungkan. Akan tetapi, semua ini demi kesembuhan Kasih dan masa depannya.
Kasih menangis karena hanya itu yang bisa dia lakukan. Sekeras apa pun dia menolak, tetap saja Amara akan menyuruhnya untuk pergi. Dan, mengatakan ini semua demi kesembuhannya. Sebagai anak yang mematuhi perintah sang ibu, Kasih pasti akan menurutinya. Kendati dia sama sekali tak ingin berpisah dengan orang tercintanya ini.
Air mata terus mengalir dan membasahi wajah Kasih. "Ibu ...." rengeknya dengan isakan yang terdengar memilukan. "Kasih pergi dulu. Ibu jangan pernah lupain Kasih. Nanti kalo Kasih udah sembuh, Kasih pasti cepet pulang dan ketemu lagi sama Ibu." Tangisannya mereda setelah Amara langsung memeluknya.
"Iya, Sayang. Kasih pasti sembuh. Ibu akan terus berdoa untuk kesembuhan kamu. Ibu akan nunggu Kasih di sini."
Amara memeluk Kasih hingga bocah itu sedikit agak tenang. Kemudian, melepas pelukannya dan menyeka jejak air mata di wajah Kasih.
"Anak ibu pinter. Udah jangan nangis lagi." Amara mencium pipi Kasih lantas berdiri. Dia menatap mami lalu berkata lagi, "Titip Kasih, Nyonya. Tuan."
Mami dan papi mengangguk bersamaan.
"Ayo, Kasih." Mami mengulurkan tangannya kepada Kasih dan langsung disambut. "Pinternya ...." Beliau menggandeng tangan cucunya.
"Kami berangkat, ya, Ra," pamit mami kemudian.
"Iya, Nyonya." Amara tak lepas menatap gadis kecilnya, lalu melambaikan tangan ke arahnya. "Bay, Nak...." Bola matanya mulai memanas dan berkaca-kaca.
"Da-da Ibu ... da-da Om ...." Kasih melambaikan tangan dengan senyuman samar di bibir.
Galang memeluk Kasih dan mencium pipi dan puncak kepalanya. "Sampai jumpa lagi, Kasih. Om janji akan jenguk Kasih secepatnya," ujar Galang yang seketika membuat raut wajah Kasih berubah semringah.
"Beneran, Om?"
"Beneran."
"Sama Ibu 'kan?"
"Tentu."
"Janji!" Kasih mengacungkan kelingkingnya.
Galang tersenyum lantas menautkan kelingkingnya ke kelingking kecil Kasih.
"Janji."
Sontak Kasih bersorak. "Yeay ... asyik!"
Amara menggeleng dengan perubahan mood Kasih yang sangat cepat.
"Ibu, kata Om Galang, Ibu mau diajak nyusul Kasih. Ibu mau 'kan?" Kasih bertanya dengan riang hingga menular ke semua orang yang menatapnya.
Amara menganggukkan kepala seraya mengulas senyum. Dan itu sukses membuat Kasih bertambah ceria.
Suasana yang tadinya sedih kini berubah jadi ceria lantaran senyuman Kasih.
###
tbc...
Atau penulis nya udah keabisan ide utk kelanjutannya?
sayang klo ga sampe abis n ending yg entah itu happy or sed ending.
setidaknya di selesaikan dulu sampe finish. jangan ngegantung.