NovelToon NovelToon
Gara-Gara COD Cek Dulu

Gara-Gara COD Cek Dulu

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / Trauma masa lalu / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Basarili Kadin

Berawal dari pembelian paket COD cek dulu, Imel seorang guru honorer bertemu dengan kurir yang bernama Alva.
Setiap kali pesan, kurir yang mengantar paketnya selalu Alva bukan yang lain, hari demi hari berlalu Imel selalu kebingungan dalam mengambil langkah ditambah tetangga mulai berisik di telinga Imel karena seringnya pesan paket dan sang kurir yang selalu disuruh masuk dulu ke kosan karena permintaan Imel. Namun, tetangga menyangka lain.

Lalu bagaimana perjalanan kisah Imel dan Alva?
Berlanjut sampai dekat dan menikah atau hanya sebatas pelanggan dan pengantar?

Hi hi, ikuti aja kisahnya biar ga penasaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Basarili Kadin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Salah Paham

Bertemu lagi di hari Senin, setelah upacara selesai kepala sekolah meminta semua siswa agar tidak masuk ke kelas terlebih dahulu karena akan ada pengumuman, meskipun mereka sudah tahu apa yang akan diumumkan tetapi semua berjalan seakan tidak pernah terencana dan tidak tahu apa-apa. Pak Ardi yang berada di sebelahku pun bertanya "Ada apa ya, Bu? Ada pengumuman apa?" Dia bertanya dengan polos, tetapi entah dengan hatinya. Tapi yang aku lihat dia benar-benar seperti orang tidak tahu apa-apa.

"Selamat pagi anak-anakku semuanya, bukan maksud kita tidak boleh belajar, Bapak selaku kepala sekolah ingin menyampaikan bahwa guru kita semua yaitu Pak Ardi, pindah tugas mengajar dan akan mengabdi di tempat lain, yang artinya beliau akan meninggalkan sekolah ini," ucap kepala sekolah dalam pengumumannya, beliau berdiri di tengah lapangan seperti melakukan amanat tadi.

"Yah, terus penggantinya siapa dong, Pak?"

"Gak seru dong kalau Pak Ardi gak di sini lagi."

"Aaaah gak mau!"

Semua ucapan terlontar dari sebagian siswa yang suka dengan cara belajar Pak Ardi dan nyaman dengannya.

Pak Ardi menatapku seperti ingin menanyakan sesuatu.

"Bu, kenapa jadi begini, ya? Saya tidak meminta sekolah untuk seperti ini."

"Ya, meskipun bapak tidak memintanya, tapi Pak Ardi juga tetap akan izin. Makanya mungkin Pak Kepsek melakukan pengumuman secara terbuka saja," kataku.

"Jadi malu saya kalau begini, ya sekaligus terharu juga."

"Hi hi, nikmati saja, Pak," kataku yang ternyata percakapan kita di dengar oleh guru-guru yang lain.

"Lain kali kalau bisik-bisik lewat hedset aja, Pak, Bu, biar gak kedengeran," seloroh Pak Rega membuat semua guru yang ikut berbaris bilang "Cie cie cie." Begitu saja terus.

Aku kurang mengenal Pak Rega karena beliau jarang masuk, tetapi jika bertemu dia baik dan sopan, murah senyum, dan bicaranya sangat lembut. Umurnya di bawah Pak Ardi katanya hanya beda dua tahun, sayangnya dia sudah menikah. Kalau saja masih lajang, pasti sudah kupepet saja dia apalagi sudah PNS. Aku pikir dulu yang paling muda itu Pak Ardi dan aku karena hanya kita berdua yang belum menikah, tetapi ternyata ada yang lebih muda dan sudah menikah.

Aku tidak bilang Pak Ardi jelek, semua guru yang di sini Alhamdulillah good looking, kurangnya di menarik dan tidaknya, selain itu mereka semua juga good rekening, beda denganku yang hanya sebatas honorer.

Pak Ardi juga aku bilang baik, manis juga senyumnya, tetapi aku tidak suka bukan karena tidak menarik, tetapi ya karena aku tidak suka saja. Aku lebih suka laki-laki yang tidak terlalu nyosor dan banyak tanya, karena aku mudah risih dan ilfeel. Bisa dibilang aku lebih suka yang kalem, cool dan jarang bicara di tempat umum, tetapi jika sedang berdua dan di rumah dia romantis. Intinya aku suka yang tidak mengumbar kemesraan di tempat umum dan terlalu friendly, bodo amatlah disebut judes sama orang lain juga yang penting tidak judes sama istri.

Lalu Alva? Apakah dia terlalu nyosor alias terlalu mendekat atau cool? Dia kalem, dia cool, akunya aja yang random pas pesan paket pertama kali. Tidak tahu bakalan seperti ini juga, tetapi sekarang berbalik seperti aku yang haus kabar darinya.

BTW gajiku juga sudah cair, tidak kerasa aja sudah sebulan di sini, dan ternyata benar satu juta tidak kurang tidak lebih. Uangnya bisa kupakai buat beli barang online setiap hari agar Alva datang terus, karena selama percakapan waktu itu aku belum ketemu lagi sama Alva, dalam percakapan pesan pun jarang mendapat balasan. Aneh aja, dia yang nanya aku jawab, ketika aku bertanya balik, selama dua hari aku baru mendapat balasan. Aku tidak suka, berasa dia sama aja seperti yang lain, tetapi entahlah kan katanya dia beda dari yang lain.

"Pak Ardi, bapak bisa maju ke depan?" tanya Pak Kepsek kepada Pak Ardi setelah banyak menyampaikan beberapa informasi. Semua murid sudah siap dengan berbagai rencananya, ada kemungkinan hari ini tidak ada pembelajaran.

"I-iya bisa, Pak." Pak Ardi menjawab seraya tersenyum. Jujur saja, Pak Ardi itu manis kalau sudah senyum, tetapi sayangnya aku tidak tertarik. Aku mengira dia terlalu friendly, secara dia bisa dekat dengan semua murid perempuan, ah sudah seperti fans nya dia saja. Mungkin dia menarik bagi mereka, tetapi bagiku tidak. Kita punya selera masing-masing, tetapi aku juga tidak tahu jodohku siapa.

Setelah berada di depan semua siswa dan kami para guru, Pak Ardi pun mulai berbicara dan banyak memberikan pesan dan kesan terhadap sekolah di sini, dia berbicara penuh haru sampai aku pun tidak sadar ikut meneteskan air mata. Ya, aku mudah menangis dan meneteskan air mata jika melihat sesuatu yang menyedihkan, entah itu nonton drama, ketemu orang yang sudah tua renta di jalan masih berjualan, pengemis tua, cerita sedih orang lain, banyak hal lah. Jadi, aku suka bercerita, tetapi aku tidak suka mendengar cerita orang kecuali hal yang bahagia.

Aku juga membenci orang yang banyak menceritakan kisah sedih hidupnya, dan berujung meminta bantuanku. Aku yang mudah tersentuh selalu mudah memberi bantuan tanpa sadar kondisi diri sendiri saking kasihannya. Dari banyaknya pelajaran hidup dulu di saat serba pas-pasan, aku lebih dulu mengutamakan hati orang lain ketimbang diri sendiri, sedangkan mereka tidak bisa menolongku di saat aku terpuruk. Bukan tidak ikhlas, tetapi kenapa mereka begitu licik? Membela ketika aku dalam masalah pun tidak, padahal aku tidak meminta uang mereka.

Tapi mereka? Bisa enak membawa uangku kadang tanpa mengganti. Tapi sekarang, aku tidak seperti itu lagi meski sekarang pekerjaan punya, usaha juga punya, uang pun tidak kekurangan, dan itu tanpa bantuan mereka. Jadi, aku menjalani semuanya sendiri dan juga keluarga, paling memakai teman dekat untuk menghandle, tapi itu juga ada yang membuat kecewa.

Sekarang jika ada yang tiba-tiba mau curhat suka ditanya curhat sedih apa bahagia? Kenapa? Aku pun ketika berbicara hal yang menyedihkan apa pun bentuknya entah kekecewaan atau apa, aku pun selalu menangis saat bercerita, jadi itu menjadi alasan dan ya memang faktanya begitu, jadilah curhatnya tidak jadi.

Kata orang, hatiku katanya terlalu lembut, tetapi entahlah aku tidak tahu. Tergantung orang lain saja yang melihat dan menilaiku serta dekat denganku, bukan tahu dari cerita orang lain.

"Hey, Bu Mel, jangan melamun. Ayo ke ruang multimedia!" Ajak Bu Arini kepadaku.

Mungkin aku terbawa suasana, sampai pikiranku langsung teringat pada kejadianku di masa lalu yang terlalu mudah dibodohi sampai menyusahkan diri sendiri dan keluarga, ternyata aku menangis dalam lamunan sejak tadi sampai tidak mendengar pengumuman lain.

"Ibu sedih karena mau ditinggal Pak Ardi, ya? Gapapa, Bu. 'Kan bisa di chat atau telepon juga," celetuk Pak Rega diikuti kata "Iya, Bu." Oleh Pak Ridwan.

Aku yang mendengar itu sontak mengelak.

"Enggak, Pak. Saya cuma kebawa suasana aja."

"Iya juga gapapa, ayo Bu, kita ke sana! Ajak mereka berdua, Bu Arini pun merangkulku dan berbisik agar aku sabar.

Dalam hati aku bergumam "Ini salah paham, aku tidak menangis karena kehilangan Pak Ardi di sini! Rasanya aku ingin menangis beneran karena hal ini."

"Bu Arini, Bu Imel kenapa?" tanya Pak Ardi.

"Mungkin sedih karena Pak Ardi mau pindah dari sekolah ini," ucap Bu Arini.

Aku yang menahan tangis benar-benar tidak bisa berbicara takut tangisku pecah karena banyak emosi yang kupendam, jadi aku hanya berteriak dalam hati kalau aku tidak begitu.

Ah, salah paham macam apa ini? Sangat menyebalkan.

Kami pun sampai di ruang multimedia sesuai instruksi dari Pak Kepsek, ternyata di sini sudah disediakan panggung, meski di dalam ruangan, tetapi ruangan ini sangat luas.

Berbagai macam hiasan, kata selamat perpisahan, dan juga lampu warna-warni berkelap-kelip di sekitaran panggung.

Ini sih seperti mau perpisahan sekolah, sangat ramai sekali. Aku juga tidak tahu kado apa dari kami para guru yang diharuskan iuran seratus ribu per orang Pak Ardi, karena aku jarang buka grup sekolah, tetapi dengan keadaan yang seperti ini dah pasti dari siswa pun ada hadiahnya.

"Ya ampun, sampai segininya pihak sekolah sama saya, padahal saya juga gak akan lupa kok," kata Pak Ardi merasa bangga.

Dia kembali mengucap terima kasih kepada kepala sekolah dan para guru-guru.

Pak Kepsek kembali naik ke panggung untuk memandu acara perpisahan ini berlangsung.

Acaranya banyak sekali sampai aku pun malas dan ingin segera keluar ruangan, apalagi kalau sudah memutar lagu sedih, rasanya aku ingin menangis. Sebagian siswa ada yang menyanyi lagu sedih tanda perpisahan dan ucapan terima kasih kepada Pak Ardi. Ah aku tidak suka dengan ini, kapan juga mereka latihan, kenapa bisa se-excited ini, aku pikir hanya kasih kado udah terus musopahah dan selesai, tetapi ternyata tidak.

Ah aku menangis dalam acara ini, tangisku pecah atas semua rasa yang aku pendam, tapi mereka melihatku sebagai orang yang tidak mau berpisah dengan Pak Ardi.

Dua jam setelah berbagai acara berlangsung seperti pembacaan ayat suci Al-Quran, bernyanyi dari perwakilan siswa, puisi, pesan kesan dari guru dan murid, dan persembahan acara lainnya dari murid, begitu pun ucapan dari Pak Ardi, akhirnya sampailah kita ke acara pemberian kado sebagai tanda perpisahan dari guru dan siswa, ternyata siswa juga ikutan. Ada 16 kelas di sini setiap kelas memberikan kado, kebayang lah tadi juga bagaimana lamanya karena bernyanyi pun bukan dari satu orang melainkan banyakan, entah berapa kali mereka bernyanyi aku tidak menyimak karena menangis dalam bayang-bayang masa lalu.

Setelah kado diberikan, kami pun melakukan sesi foto. Pak Ardi menarik tanganku agar aku berada di sebelahnya, aku menolak tetapi para guru malah mendorongku agar berada di sampingnya, mana untuk berbicara pun aku susah karena akan terjadi suara yang meliuk-liuk dan tersendat-sendat, ah tidak suka pokoknya kalau bicara saat ingin menangis berat, karena jika aku menangis akan histeris, karena itu aku menahannya.

Aku pun pasrah mengikuti arahan, difoto dalam keadaan menangis.

"Gapapa, Bu. Jangan menangis, bisa kok nanti berkabar lewat telepon atau pesan," ucap Pak Ardi.

Geli, aku geli mendengarnya, aku benci salah paham ini, kenapa juga sih harus menangis?

Drett ... drett ... drett!

Ponselku bergetar saat acara sesi foto para guru, aku pun keluar dan menghela napas secara perlahan agar aku bisa bicara kembali.

Karena panggilan sudah keburu berakhir, aku pun meneleponnya kembali.

"Ada apa, Pah?" tanyaku pada papa.

"Kamu kenapa?" Papa berbalik tanya karena pasti terdengar jika suaraku parau.

"Ini pilek."

"Ooh. Besok pulang, ya. Nanti Papa jemput."

"Ada apa?"

"Nanti juga tahu."

Telepon pun terputus, aku pun bingung tentang ini, ada apa?

1
zain Garubunk
kerenn bagus
zain Garubunk
bagus ceritanya GK bosenin nie lanjutkan dan smngat trus 💪
Bonsai Boy
Jangan menunda-nunda lagi, ayo update next chapter sebelum aku mati penasaran! 😭
Hiro Takachiho
Gak sabar nih baca kelanjutannya, jangan lama-lama ya thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!