Kisah cinta si kembar Winda dan Windi. Mereka sempat mengidamkan pria yang sama. Namun ternyata orang yang mereka idamkan lebih memilih Windi.
Mengetahui Kakanya juga menyukai orang yang sama dengannya, Windi pun mengalah. Ia tidak mau menerima lelaki tersebut karena tidak ingin menyakiti hati kakaknya. Pada akhirnya Winda dan Windi pun tidak berjodoh dengan pria tersebut.
Suatu saat mereka bertemu dengan jodoh masing-masing. Windi menemukan jodohnya terlebih dahulu dibandingkan Kakaknya. Kemudian Winda berjodoh dengan seorang duda yang sempat ia tolak lamarannya.
Pada akhirnya keduanya menjalani kehidupan yang bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu
Sore harinya.
Winda baru saja datang dari galery. Ia belum tahu jika Windi sudah kembali ke rumah. Dengan membawa rasa lelah Winda melangkah menuju kamarnya. Kamar mereka memang berdampingan. Namun saat hendak membuka pintu, Winda dikejutkan dengan suara kunci pintu kamar Windi.
"Mbak... " Pekik Windi.
Ia memang mengetahui Winda datang saat mobil Winda memasuki pekarangan rumah.Ia sengaja ingin mengagetkan saudara kembarnya.
"Astagfirullah... dek. Kamu ngagetin saja."
Tak ayal Windi langsung memeluk erat saudaranya.
"Dek, kamu kok sudah pulang?"
"Mbak nggak suka ya, lihat aku di rumah? Udah bosen?"
"Bukan begitu. Aku kira kamu masih akan menginap lagi di hotel. Karena kata Bunda besok kamu baru akan pulang."
"Ayo kita ngerumpi dulu."
Windi pamit kepada suaminya. Ia ingin ngobrol dengan saudara kembarnya. Javier pun mengizinkannya. Windi teringat pesan sang Bunda.
"Apa pun yang akan kamu lakukan dan kemana pun akan pergi harus seizin suami. Karena ridha Allah ada pada suamimu. Jika suamimu ridha, maka, Allah akan Ridha. Menjadi seorang istri itu gampang mendapatkan pahala tapi juga mudah menambah dosa. Banyak-banyaklah minta maaf kepada suami, selama suamimu baik dan dalam jalannya Allah. InsyaAllah dia akan membimbingmu ke surga."
Ternyata Winda juga mengalami datang bulan. Biasanya memang Winda datang bulan lebih awal daripada, Windi.
"Dek, kamu sudah datang bulan."
"Iya mbak, tadi siang. Makanya ini agak sakit perut ku."
"Dek, bagaimana rasanya jadi pengantin baru?"
"Haha... pertanyaanmu konyol sekali, mbak. Nanti kamu juga tahu rasanya jadi pengantin baru. Rasanya luar biasa. Kalau masalah jadi seorang istri, tugasku masih baru dimulai. Semoga saja aku bisa menjalankan dengan baik."
"Amin."
"Ayo, Mbak."
"Ayo kemana dek?"
"Kapan Mbak mau menyusulku? Hem, menikah?"
Ujar Windi seraya menaik turunkan alisnya.
"Oh... ya Allah. Aku belum kepikiran masalah itu. Saat ini aku sedang fokus dengan perkembangan bisnisku, dek. Tenang saja, kalau sudah waktunya pasti aku menikah. Fokus saja dengan suamimu. Berikan aku keponakan yang lucu-lucu."
"Astagfirullah... baru juga tiga hari menikah sudah ditodong anak bayi. Do'a kan saja segera ya, Mbak."
Winda mengaminkannya. Banyak hal lain yang mereka obrolan. Sehingga tidak terasa senja sudah berada di ufuk barat. Adzan Maghrib pun menggema. Windi keluar dari kamar Winda, dan kembali ke kamarnya. Ia melihat suaminya sudah rapi dengan sarung dan baju kokonya.
"Maaf Mas, tadi masih sharing sama Mbak Winda. Hehe... sudah waktunya shalat Maghrib, Mas. Biasanya Abi dan yang lainnya akan shalat jama'ah di Mushalla bawah. Kamu mau shalat di sini apa di bawah?"
"Ikut jama'ah saja."Ujar Javier seraya memakai kopiahnya.
Windi tersenyum melihat suaminya.
"Sayang kenapa kok senyum begitu?"
"Nggak pa-pa, cuma senang saja lihat kamu dengan style begini. Ketampanannya naik 50 persen."
"MasyaAllah, apa istriku ini sedang memujiku?"
"Ah sudah lah, ayo aku anterin." Windi menggandeng lengan suaminya. Mereka berdua turun ke bawah menuju mushalla.
Di Mushalla sudah ada Fadil, Bunda, dan asisten rumah tangga. Javier bergabung bersama mereka menunggu Abi Tristan.
"Lho dek, kamu nggak ikut shalat?" Tanya Fadil.
"Lagi halangan, Bang."
"Yah... manten baru halangan. Kasihan sekali adik iparku." Goda Fadil.
"Fadil, jangan mulai!" Gertak Bunda Salwa.
"Hehe... iya maaf. Adik ipar, yang sabar ya."
Javier pun tersenyum menanggapi candaan Fadil. Ia merasa hidupnya lebih berwarna saat ini. Keluarga istrinya penuh kehangatan dan kasih sayang. Sama halnya seperti di rumahnya dulu, sebelum Kanzha ikut suaminya dan Fathia masih belum ke Mesir.
Windi pergi ke dapur mencari sesuatu yang bisa ia goreng untuk dijadikan camilan. Kebiasaannya saat haid, nafsu makannya akan bertambah berkali lipat.
"Nah ada kentang sama nugget nih."
Windi mengeluarkannya dari dalam lemari pendingin. Ia pun mulai menghangatkan minyak di teflon kemudian menggorengnya.
Setelah selesai menggoreng, kentang dan nugget ditiriskan lalu diletakkan ke piring. Tak lupa ia menambahkan caos pedas di piring lain untuk cocolannya.
Windi membawa dia piring tersebut ke ruang tengah.
"Widih, kayaknya harum nih. Makan apa kamu dek?" Tanya Fadil yang baru saja selesai shalat berjama'ah.
"Nih kalau mau!"
"Ya salam... makanan bocil."
"Biarin, enak kok."
"Adik ipar maklumi lah istrimu yang doyan ngemil ini. Kamu belum tahu saja bagaimana rakusnya dia."
"Abang... kamu jail banget sih dari tadi!"
"Haha... biarin kamu juga sering gangguin abang." Ujar Fadil sambil berlari kecil menghindari amukan adiknya.
Bunda, Salwa dan Abi Tristan hanya bisa menggelengkan kepala melihat putra putrinya.
"Mas, kamu nggak keberatan kan aku doyan ngemil?"
"Tidak masalah, sayang."
"Kalau aku gendut?"
"Nggak peduli! Asal kamu senang."
"Ah.... jadi pingin meluk kamu. Ups... ada Abi dan Bunda." Windi menutup mulutnya dengan sebelah tangannya. Ia lupa kalau kedua orang tuanya ada di dekat mereka.
Javier hanya bisa mengulum senyumnya seraya mengalihkan pandangannya ke sembarang arah karena malu diperhatikan kedua mertuanya.
Abi Tristan segera menarik tangan Bunda Salwa untuk menjauh dari ruang tengah.
"Hubby... pelan dong."
"Bunda, jangan ganggu mereka! Kita masuk kamar saja!"
"Siapa juga yang mau ganggu mereka. Tadi kan, ndak sengaja by."
"Ya sudah ayo masuk kamar, gangguin aku saja."
"Astagfirullah by, ingat umur!"
Abi Tristan hanya bisa tertawa.
Windi sedang asik makan camilan fi ruang tengah sambil nonton TV. Javier duduk di sampingnya. Windi menyuapi Javier kentang.
"Mau lagi, Mas?"
Javier mengangguk.
Windi pun menyuapinya lagi. Tak Ayal Javier pun menyuapi istrinya.
Sesaat kemudian, Winda turun dari kamar. Ia hendak pergi ke dapur. Namun langkahnya terhenti gara-gara melihat pemandangan indah di depannya. Ia hendak berbalik namun suara Windi mengagetkannya.
"Mbak, mau ke mana?"
"Eh, itu... mau ke dapur."
"Kok nggak jadi?"
"Eh itu mau ambil handphone ku, lupa nggak bales pesan klien tadi." Bohongnya.
Winda pun segera naik lagi ke atas. Tadinya ia mau ke dapur karena ingin cari makanan ringan juga. Kebiasaannya memang tak jauh beda dengan Windi. Akhirnya Winda menelpon Bi' Lastri dan meminta tolong untuk membuatkannya camilan. Bi' Lastri pun membuatkannya pisang coklat keju. Karena hanya sisa pisang yang bisa diolah.
Beberapa saat kemudian, setelah shalat Isyak, meraka makan malam bersama. Winda dan Windi ikut membantu menyiapkan makan malam.
Tidak lama kemudian Tomi datang membawa berkas yang harus ditandatangani oleh Javier. Karena besok pagi berkas tersebut harus diantarkan ke salah satu perusahaan yang bersangkutan. Windi membuatkan minuman untuk Tomi.
"Diminum dulu, Kak Tom."
"Terima kasih, Nyonya Bos."
Windi tertawa geli mendengar panggilan Tomi kepadanya.
"Sayang, kenapa kamu tertawa?"
"Kak Tomi lucu, Mas."
Javier memandang Tomi dengan sinis. Windi tidak mengerti jika saat ini suaminya dalam mood cemburu.
Tomi menelan salivanya sendiri melihat mimik wajah bos nya yang mulai berubah.
"Gawat ini, Nyonya bos bikin salah paham. Macan tidur bakal bangun dah kalau begini." Batin Tomi.
Bersambung...
...****************...
Tar nyesel lho kalau ditikung pria lain
Anak sama ibu sudah kasih lampu hijau
Ayo onty mimi bu dosen baru besuk Khaira ke rumah sakit, ajak bunda winda to menemani 😁😁😊
semangat untuk up date nya