Cinta Untuk Elnada

Tidak mengetahui keberadaan Enggar. Elnada masih menatap pantulan dirinya dengan baju kurang bahan yang melekat di tubuhnya. Bahkan punggung gadis itu dapat

dilihat dengan sangat jelas.

Kulit putih Elnada, juga tubuh yang bisa dibilang seksi untuk seusianya membuat hati Enggar berdebar sangat kencang. Tanpa Elnada sendiri ketahui, ia telah berhasil membuat Enggar gelisah karena dirinya.

Glek

Susah payah Enggar mengontrol dirinya agar tidak bertindak gegabah atau ceroboh. Ia tahu Elnada kini ialah istirnya, Enggar bisa melakukan apa saja pada gadis itu, tetapi otaknya masih bisa dikendalikan meski reaksi tubuhnya sudah terbakar api gairah.

Dan bodohnya, ia cukup lama menikmati pemandangan dari tubuh Elnada.

Langkahnya mulai mundur dengan sangat berat, ia tidak bisa terus melihat Elnada dengan keadaan seperti itu. Enggar tahu ia harus segera pergi dari tempat itu.

Semakin Enggar bertahan lama di sana, ia akan merasa semakin tersiksa. Tidak banyak yang bisa ia lakukan, Enggar sendiri paham jika ada batasan meski dengan status mereka saat ini.

Setelah mencuci wajahnya. Enggar kembali ke meja makan. Di sana sudah ada kedua orang tuanya dan juga Oki yang malam ini masih berada di rumahnya. Namun cowok itu akan pulang setelah makan malam karena sudah diberi nasihat oleh Enggar.

Memang tidak baik juga jika seorang anak terus marah dengan orang tua dan pergi dari rumah.

"Dimana Elnad nak?" tanya bunda Arlin tidak melihat adanya Elnada.

"Nanti nyusul bund," balas Enggar.

"Sutt... lu kenapa bro?" tanya Oki paham ada yang tidak beres dengan Enggar.

Wajah Enggar terlihat merah seperti menahan sesuatu.

Enggar hanya melihat Oki sekilas, tanpa menjawab pertanyaan Oki yang membuat Oki bertambah rasa penasarannya.

"Lo lama anjir perginya. Nggak mungkin nggak ada apa-apa," jelas Oki lagi.

"Udah makan aja," balas Enggar seadanya.

"Sensi amat, tahu gitu gue aja yang panggilin si El," celetuk Oki langsung mendapat tatapan tajam dari Enggar.

Jelas Enggar tidak akan terima jika Oki yang memanggil Elnada tadi. Dengan keadaan Elnada tadi sangat membuat hati Enggar gelisah. Jangan sampai Oki atau siapapun melihat Elnada dengan pakaian mininya.

"Mau kemana nak?" tanya bunda Arlin melihat anaknya beranjak dari duduknya.

"Nada kelamaan bund," balas Enggar bermaksud memanggil Elnada dan akan memastikan gadis itu memakai pakaian yang semestinya dan sopan.

Melihat itu membuat Oki terkikik geli. Kata-katanya tadi mampu membuat seorang Enggar melakukan sesuatu untuk kedua kalinya.

"Nggak yakin gue tadi lo manggil tuh cewek," ujar Oki dalam hati.

Belum sempat naik tangga. Enggar sudah dibuat terkejut dan salah tingkah melihat kedatangan Elnada. Gadis itu sudah mengenakan baju tidurnya yang membuatnya terlihat manis dan sangat lucu. Enggar bisa bernafas dengan lega karena tidak harus terus menahan sesuatu yang membuatnya gelisah tadi.

"Tuh Elnad udah datang, sini sayang kita makan malam," ujar bunda Arlin diangguki Elnada dengan senyum.

Gadis itu segera menghampiri meja makan. Melihat Oki yang masih berada di rumah suaminya tidak membuat Elnada keberatan, ia tersenyum manis dan kembali menyapa Oki.

"Malam kak Oki," sapa Elnada seketika membuat Oki terlihat gugup.

Bagaimana tidak gugup jika tatapan mematikan dari gadis itu tadi di sekolah kini sudah berubah menjadi tatapan yang sangat lembut, juga wajah manis Elnada semakin membuat Oki tidak habis pikir. Pantas saja jika Daren menyukai gadis pemberani itu, rupanya daya tarik Elnada memang begitu memikat.

"Nih cewek menarik banget anjir," ujarnya dalam hati.

Sepanjang makan malam. Enggar diam-diam terus mencuri pandang dari Elnada. Meski Elnada mengabaikannya, tetapi ia sendiri sangat sadar akan tatapan Enggar itu.

Elnada sengaja tidak memperlihatkannya, ia sengaja bersikap biasa. Bahkan sampai makan malam selesai pun Elnada masih bersikap seadanya saja dengan pujaan hatinya itu. Sekali lagi skill Elnada jika menyembunyikan perasaannya karena gengsinya yang sangat tinggi memang patut diacungi jempol.

"Kak Enggar kenapa si? dari tadi keliatan beda banget," ujarnya setelah merebahkan diri di ranjang kamar empuk miliknya.

Ia mengingat-ngingat bagaimana gerak-gerik Enggar tadi ketika makan malam. Meski Elnada mencoba untuk acuh, tetap saja ia tahu jika Enggar memperhatikannya, tidak seperti biasa yang akan bersikap tidak peduli akan dirinya.

"Jangan bilang lo udah mulai naksir sama gue ya kak? kan jadi nggak seru kalau semudah itu," ujarnya lagi dengan senyum mengembang.

"Akhh...! kak Enggar! gemes banget si jadi pengen bobo bareng," teriak Elnada memeluk bantal guling dengan erat.

Tidak lama setelahnya terdengar suara pintu kamarnya yang diketuk dari arah luar. Bunda Arlin datang dan menghampiri Elnada setelah tadi dipersilahkan masuk oleh gadis itu tentunya.

"Belum tidur kamu?" tanya bunda Arlin mendapat gelengan kepala dari Elnada dengan senyumnya.

"Bunda ganggu tidak?" tanya beliau lagi.

"Enggak kok bund, sini duduk sebelah El," balasnya.

"Kok muka kamu merah gitu? kamu sakit sayang?" tanya bunda Arlin melihat wajah Elnada yang terlihat merah.

"Masa sih bund? oh tadi El usap-usap karena sedikit gatal," alibinya.

"Yakin?"

Elnada mengangguk dan kembali memberikan senyumnya untuk wanita paruh baya yang kini tinggal bersamanya, seakan menggantikan sosok ibu yang pergi meninggalkanya, dan tanpa kabar apapun sampai sekarang.

"Mau nggak temenin bunda ke depan, bunda pengen sate abang-abang di jalan depan" ujar bunda Arlin langsung disanggupi Elnada.

"El ganti baju dulu ya bund," balasnya.

"Nggak usah sayang, pakai jaket aja."

"Bunda nggak malu jalan sama El pakai baju kaya gini?" tanyanya sedikit terkejut.

"Ngapain malu, kamu itu menantu cantik bunda," balas beliau yang langsung membuat hati Elnada meleleh rasanya.

"Aaa...bunda. El jadi pengen peluk,"serunya seraya memeluk bunda Arlin yang menerima pelukannya dengan begitu hangat.

Bohong kalau Elnada tidak rindu dengan maminya. Tetapi apa boleh buat, apa yang dilakukan mami dan papinya begitu membuat Elnada sakit hati, sampai rasanya ia tidak bisa lagi untuk mengutarakan rasa sakit hati itu. Dan seakan enggan untuk mencaritahu karena rasa kecewanya yang teramat dalam.

Dengan Elnada mencoba baik-baik saja dan tidak mencoba mencari tahu itu membuat hatinya merasa lebih baik. Elnada tidak akan pernah mencari tahu sebelum kedua orang tuanya sendiri yang menghubunginya terlebih dahulu.

"Bunda akan selalu ada untuk kamu El, kita semua di sini untuk kamu sayang," ujar bunda Arlin di tengah-tengah pelukan mereka.

Beliau dapat merasakan bagaimana suasana hati gadis itu. Meski terlihat baik-baik saja, tetapi bunda Arlin dapat melihat jika sebenarnya Elnada merindukan sosok ibunya.

"Maaf bunda belum bisa kasih tahu kamu sekarang nak," ujar beliau lagi dalam hatinya.

"Makasih ya bund," balas Elnada melepas pelukan mereka.

Setibanya di depan rumah. Elnada dibuat tercengang melihat Enggar yang sudah berada di depan mobil menunggu kedatangannya dan bunda Arlin.

Keduanya sama-sama saling melempar pandang untuk waktu beberapa detik. Sebelum akhirnya sama-sama memutuskan pandangan tersebut dan sibuk dengan kegiatan masing-masing.

"Kenapa kak Enggar cakep banget pakai kaos hitam gitu, wajah galaknya jadi keliatan manis," ujar Elnada dalam hatinya.

Sementara Enggar sendiri malah terus terbayang dengan tubuh Elnada tadi ketika mengenakan pakaian yang begitu minim, Enggar terus diganggu dengan pikirannya sendiri karena hal itu.

"Sebaiknya kalau di kamar tutup pintunya yang rapat," ujar Enggar tiba-tiba.

Elnada terbengong. Dia bingung dengan apa yang dikatakan oleh Enggar.

"Kaka ngomong sama gue?" tanyanya.

Tetapi bukannya dijawab, Enggar malah naik ke mobilnya. Ia jadi salah tingkah sendiri setelah mengatakan itu.

"Maksud kak Enggar apa si?" Elnada mencoba mengingat-ingat.

"Ada apa sayang?" tanya bunda Arlin yang baru saja datang.

Beliau tadi mengambil dompet terlebih dahulu. Maklum saja beliau ini tetap ibu-ibu pada umumnya yang sudah pasti sedikit rempong jika akan berpergian.

"Nggak ada bund," balas Elnada masih dengan rasa bingung.

"Ya sudah ayo," ajak beliau.

Sebelum masuk ke dalam mobil. Elnada sempat melirik ke arah Enggar yang tampak bermain dengan ponselnya.

"Siapa lagi malam-malam?" mata Elnada melirik ke arah ponsel Enggar dengan sedikit rasa penasaran.