Nadira Keisha Azzura pertama kali co-ass di rumah sakit ternama, harus mengalami nasib buruk di mana Bapaknya masuk UGD tanpa sepengetahuannya akibat tabrakan, lalu tak lama meninggal dan sebelumnya harus mendengar ijab kabul mengatasnamakan dirinya di kamar Bapaknya di rawat sebelum meninggal. Pernikahan itu tanpa di saksikan olehnya sehingga dia tidak mengetahui pria tersebut.
Sedangkan dia hanya memiliki seorang Bapak hingga dewasa, dia tidak mengetahui keberadaan kakak dan Ibunya. Dia di bawa pergi oleh Bapaknya karena hanya sosok pria miskin dan mereka hanya menginginkan anak laki-laki untuk penerus.
Bagaimana nasib Nadira selanjutnya? akankah dia hidup bahagia bersama suaminya? akankah Nadira bisa menerima siapa suami dan siapa yang telah menabrak Bapaknya? Akankah dia bertemu dengan keluarganya?
Yu saksikan ceritanya hanya di novel 'Suami Misteriusku ternyata seorang Dokter'
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dira.aza07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 - Sepenggal cerita tentang Ken
Ketika Nadira berjalan hendak memarkirkan motornya, Rayhan dengan segera memarkirkan mobilnya di pinggir jalan lalu bergegas menghampiri Nadira lalu membantunya.
"Eh ...," ucap Nadira penuh rasa kaget saat stang motornya tiba-tiba ada yang memegangnya.
"Maaf Ra, biar aku bantu ya," ucap Rayhan lembut sambil tersenyum.
"Oh iya terimakasih Pak," ucap Nadira santun sambil melepaskan tangannya dari stang motor tersebut.
Lalu motor itu di bawa oleh Rayhan menuju parkiran sedangkan Nadira berjalan pelan tepat di belakang Rayhan.
Coba suami dadakan gue ga cuma kaya halusinasi ya, mungkin gue ga repot kaya gini, dia cuma kasih duit aja ma gue, tapi gue kesulitan begini mana ada dia bantu gue. Eh malah datang Pak Rayhan. Andai aja ... ish apaan sih lo nara ... ngayal pak Rayhan. ga mungkin lah suami lo pak rayhan. batin Nadira.
"Kenapa Ra?" tanya Rayhan dengan menatap manik mata Nadira yang seakan sedang melamun.
"Eh ... ga ko Pak," kilah Nadira menatap ke arah Rayhan dengan langkah yang langsung terhenti kaget karena Rayhan telah berada di hadapannya sedangkan motornya telah terparkir rapi.
"Cape ya? memang dari mana kamu mendorong motor itu?" tanya Rayhan membuka percakapan.
"Baru ko pak, mungkin baru beberapa menit," jelas Nadira jujur.
"Oh ya sudah masuk," ajak Rayhan dengan membukakan pintu mobilnya.
"Eh makasih Pak," sahut Nadira sungkan.
Di sisi Lain ... Ken, yang telah tiba di rumahnya sedang merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya.
Ken merasa lelah akan sikap orang tuanya yang berniat menjodohkan dirinya. Sehingga Ken tidak berniat pulang ke rumah orang tuanya. Meski dia tahu sang ibu pasti berharap dia pulang menemuinya.
Mommy is calling ...
Sorry mom .... guman Ken sambil merijek telepon dari ibunya.
Sedangkan Nadira dan Rayhan telah kembali dan mengisi motor Nadira dengan bensin yang telah mereka beli.
"Ra ... hujan," ujar Rayhan berlari sambil menarik Nadira ke arah pintu cafe. Spontan membuat Nadira mengikuti arah kaki Rayhan.
Setelah tiba di pintu masuk cafe, "Kita makan dulu saja sambil menunggu reda bagaimana?" tanya Rayhan sambil tersenyum.
"Emm boleh Pak," sahut Nadira tak kalah menjawab dengan senyuman memukaunya.
Kebetulan aku lapar, dan bersyukur bangetlah hujan begini gue ga sendiri. batin Nadira yang sangat fobia dengan petir dengan hujan besar.
Ken yang asik tiduran terlonjak kaget saat tiba-tiba mendengar suar petir beserta hujan besar turun.
Nara ... ya ampun kenapa gue bisa sampai lupa sama Nadira. Hujan pula. panik Ken yang terus mundar mandir merasa khawatir akan Nadira.
Nadira yang tengah makan sesekali bahunya bergetar saat mendengar suara petir diiringi hujan besar.
Hujan begini biasanya ada Pak Ken ... Pak apa ga inget nara gitu ya ... cuma Pak Ken yang ada saat hujan begini. batin Nadira sambil memandang nasi yang ada di hadapannya, seakan lupa jika dia sedang bersama Rayhan padahal baru beberapa menit lalu dia begitu terpukau akan sosok Rayhan yang begitu lembut.
"Ra ... are you oke?" tanya Rayhan dengan memegang pergelangan tangan Nadira.
"Eh ... Ga apa-apa ko Pak," kilah Nadira menutupinya.
"Benar, kamu seperti terlihat memikirkan sesuatu? apa kamu punya beban? mau cerita?" tanya Rahyan kembali penuh kelembutan sehingga membuat Nadira nyaman.
"Sebenarnya saya pobia sama petir dan hujan besar Pak, jadi barusan saya kaget gitu, untungnya sih di sini ramai sehingga tidak begitu terdengar hujan sama petirnya," jelas Nadira penuh kejujuran dia mengganti trauma dengan phobia agar orang tidak banyak bertanya.
"Oh ... pantas tadi kamu terdiam, ya sudah makan lagi, habiskan ya makannya biar tidak masuk angin," sahut Rayhan yang tak henti-hentinya berkata lemah lembut.
Tak lama dari itu terdengar suara telepon masuk pada handphone Nadira.
"Iya Pak ...," sapa Nadira saat mengangkat teleponnya.
"Ko rame? kamu di mana?" tanya Ken singkat dan tegas.
"Di cafe sedang makan, kenapa?" tanya Nadira sedikit mengetes.
"Jika reda cepat pulang!, jangan lupa berkemas nanti akan saya jemput!" seru Ken tanpa ada penjelasan.
"Maksudnya?" tanya heran Nadira dengan mengerutkan kedua dahinya.
"Kabari jika sudah pulang!" seru Ken singkat.
"Oh baiklah," sahut Nadira sedikit kesal.
Kemudian telepon itu pun terputus begitu saja.
Gue kira dia telepon karena ingat akan trauma gue ternyata mau nyuruh gue. Ga penting banget sih. Batin Nadira mengeluh.
"Siapa?" tanya Rayhan penasaran.
"Pak Ken ga jelas," jujur Nadira.
"kenapa?" tanya Rayhan kembali karena penasaran kenapa membuat Nadira kesal.
"Ya sepertinya menyangka saya sedang di rumah sakit," kilah Nadira.
"Oh ...," sahut Rayhan singkat.
"Oh ya Pak Ray, boleh ga saya tanya sesuatu?" tanya Nadira.
"Apa?" jawab singkat Rayhan dengan nada lembutnya.
"Emang Pak Ken dari dulu ya punya sikap dingin kaya gitu?" tanya Nadira dengan muka yang cukup menggemaskan menurut Rayhan, sehingga membuatnya tersenyum.
"Dulu ga sih, kebetulan kita satu kampus dari awal masuk sudah barengan. Dia tidak jauh kaya saya Ra, hanya saja Ken dulu sangat ramah pada siapapun, hingga suatu waktu ada perempuan yang dia suka merespon berbeda. Ya intinya mereka akhirnya jadian. Namun nahas perempuan itu hanya ingin harta Ken. Dan tidak hanya wanita itu, bisa di katakan dia bersikap ramah membuat wanita-wanita salah paham dan malah memanfaatkannya. Dengan cara yang berbeda-beda."
"Hingga akhirnya Ken lelah dengan sikap enjoynya yang di manfaatkan, dan perlahan dia berubah menjadi seperti ini sehingga para wanita enggan mendekatinya." jelas Rayhan panjang lebar dengan penuh pesona ketenangannya.
"Oh begitu ... pantas saja sekarang jadi ketus, kaya emosian ih kadang nyebelin Pak, tapi jangan bilang-bilang ya nanti aku di tegur lagi, tapi sebenarnya dia baik ya hanya sikapnya saja seperti itu," ungkap Nadira dengan pandangan melihat langit-langit cafe.
"Betul sekali, dia sangat baik dan care, hanya saja di tutupi dengan sikapnya yang ya seperti inilah dia," sahut Rayhan menimpali.
"Tapi bapak janji ya jangan bilang lagi kepada Pak Ken soal aku tanya semua ini!" ulang Nadira penuh khawatir karena mereka telah berteman lama.
"Santai Ra, aman ko lagian kapan kita ada kumpul bareng lagi, kegiatan di RS sudah banyak minyata waktu kami," sesal Rayhan yang merindukan kumpul bersama sahabatnya.
Dret ... dret ...
"Apa itu teleponmu yang berbunyi?" tanya Rayhan.
"Oh iya betul," jawab Nadira sambil mengangkat teleponnya.
"Iya ada apa Pak?"
"Masih di mana? saya sudah di depan rumahmu, cepat pulang!" seru Ken dengan tegas.
"Ish ada apa sih Pak?"
"Pulang karena kamu harus lembur!" seru Ken tegas.
Nadira tidak mengatakan sepatah katapun dia langsung mematikan teleponnya begitu saja.
"Siapa?" tanya Rayhan.
"Dokter kutub," jawab Nadira sambil meminum air lalu bergegas menyimpan handphonenya ke dalam tasnya.
"Ken ...? haha," sahut Rayhan dengan tawanya yang renyah.
"Pulang sekarang?" tanya Rayhan kembali.
Nadira hanya mengangguk-angguk kepalanya sambil berdiri dari tempat duduknya, kebetulan hujan telah reda sedari tadi.
Bersambung ...