Rania Putri Handono kaget saat matanya terbuka dan berada di ruangan asing dan mewah. Lebih kaget lagi, di sampingnya terbaring dengan laki-laki asing dalam kondisi masing-masing polos tak berbusana.
Tak lama, pintu kamar dibuka paksa dari luar. Mahendra, suami Rania mendekat dan menampar pipi putih hingga meninggalkan bekas kemerahan.
Kejadian yang begitu cepat membuat Rania bingung.
Apakah rumah tanggganya selamat atau hancur?
Simak aja kisah ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calon Mertua
Rania kembali memikirkan papa kembar seperti yang diucapkan oleh perawat tadi.
"Ah, nggak mungkin dia" tolak pikiran Rania.
"Tapi nggak mungkin juga Mahendra melakukannya" Rania menggelengkan kepala.
"Atau jangan-jangan laki-laki yang bernama Raditya sudah tahu kalau bayi yang kulahirkan ini adalah anaknya" pikiran Rania mulai kalut.
"Bisa berabe kalau dia sudah tahu, bisa diambil kedua anakku ini. Seperti Mahendra merebut Chiko dariku. Tak akan kubiarkan hal yang sama terjadi padaku" janji Rania dalam hatinya.
Rania mencoba mendekat ke arah inkubator meski gerakannya masih terbatas.
Rasa nyeri di luka bedah sedikit membuatnya tak leluasa. Tapi Rania mencoba menahan rasa itu.
"Sayang, ini bunda nak" kata Rania sambil mengelus kepala kedua putranya.
Seakan tahu kalau sedang diajak ngobrol, kedua bayi mungil itu kembali menggeliat.
"Wah, kalian tahu ya kalau bunda sedang bersama kalian" kata Rania meneruskan obrolannya.
Rania belum menggendong keduanya, selain karena kondisi tubuhnya yang masih belum sembuh bener tapi juga karena berat kedua bayinya yang terlalu kecil. Beda saat mengasuh Chiko yang saat itu beratnya di atas tiga kilo.
Bayi-bayi itu kembali nyenyak dalam suasana hangat inkibator.
.
Sementara itu Beno meminta pihak hotel untuk menyediakan ruang pertemuan seperti yang dipesannya kemarin.
Suasana dingin langsung tercipta saat Raditya masuk ruangan, diikuti Beno di belakangnya.
Di sana sudah duduk kepala-kepala divisi masing-masing bagian yang ada di anak perusahaan Samudera.
Tuan Dimas yang datang semenjak pagi, langsung menyambut Raditya.
"Selamat pagi tuan Raditya, selamat datang di kota ini. Semoga anda betah" sambut tuan Dimas.
"Duduk saja tuan Dimas, aku nggak suka basa basi" balas Raditya.
Raditya baru pertama kali bertemu dengan direktur muda itu. Karena Raditya juga belum lama memegang tampuk tertinggi di perusahaan milik ayahnya. Selain itu waktu Raditya datang sebelumnya, tuan Dimas belum menampakkan batang hidungnya.
Oh, kalau benar dia memang masih ada hubungan saudara dengan tuan Rahardian. Tidak menutup kemungkinan, dia meraih jabatan ini karena rekom darinya. Sehingga papa dengan mudah mempercayainya.
Konektivitas, hal yang lumayan tidak disenangi oleh Raditya. Kalau boleh memilih, Raditya lebih suka karyawan yang mempunyai kemampuan dan attitude yang baik.
"Beno, mulai aja" suruh Raditya. Radit sudah pegang beberapa berkas yang ditemukan kemarin waktu dirinya mendatangi perusahaan.
"Apa ada masalah tuan?" sela tuan Dimas yang sepertinya kaget.
"Owhhhh, jadi anda belum tahu maksud aku mengadakan pertemuan hari ini???" picing mata Raditya ke arah sang pimpinan.
Meski usia Dimas di atas Raditya, tak ada rasa gentar sedikitpun di mata Raditya.
Tuan Dimas hanya geleng kepala menanggapi.
"Apa manager anda tidak memberitahu?" lanjut Raditya.
Tuan Dimas menatap Mahendra seakan membutuhkan jawaban.
"Maaf tuan Dimas, semalam saya sebenarnya mau memberi tahu tapi kelupaan. Karena mobil saya mogok dekat rumah sakit" Mahendra beralasan.
Beno menyunggingkan senyum, dan memandang Raditya yang sama juga sedang menatap ke arahnya.
"Gimana sih kamu? Apalagi urusan penting begini" tukas tuan Dimas gusar.
"Oke kita mulai saja" sela Beno.
"Begini, berdasarkan laporan tahunan kalian. Kita temukan kalau produksi dan penjualan berkurang. Ada masalah apa? Itu poin pertama" Beno mulai mengulas satu persatu.
"Bagian produksi, ada kendala? Belum ada laporan yang jelas di sini. Padahal pihak pusat nyata-nyata telah mengirim semua sesuai tenggat waktu. Untuk bagian penjualan, tak perlu memberi keterangan dulu. Karena bila produksi turun, apa yang mau dijual? Logikanya sih begitu" Beno masih saja melanjutkan ucapannya.
Meski dia sering bersikap konyol jika bersama Raditya, tapi Beno bisa membawa diri saat sedang rapat serius seperti ini.
"Kedua, bagian keuangan. Angka penjualan turun, biaya produksi mengalami peningkatan tajam. Ada apa di sini?????" Beno menatap tajam satu persatu yang ada di sana.
"Dan malam ini, sudah saya cocokkan dengan laporan yang ada di pusat dengan laporan yang kalian serahkan. Dan hasilnya beda jauh. Bagaimana bisa?" Beno mengangkat kedua tangannya.
Analisa dan insting Beno biasanya akurat.
Raditya masih terdiam belum memberikan komentar, menunggu mereka bicara.
Terlalu banyak masalah memang di anak cabang ini.
Padahal delapan bulan lalu sudah dibereskan oleh Raditya. Cuman waktu itu Raditya tak bertemu langsung dengan tuan Dimas karena sedang cuti.
Raditya juga tak begitu mengenal sosok manager di sana. Yang ternyata adalah mantan suami Rania, yang menggerebeknya malam itu.
Raditya tiba-tiba kepikiran, 'Jangan-jangan ada andil Mahendra di saat kejadian malam itu' Pikir Raditya curiga.
'Aku harus bisa menemukan misteri ini, karena malam itu aku merasa dijebak. Dan seperti yang dialami Rania, akupun minum obat lakn4t itu meski dosis nya nggak banyak. Untung saja aku cepat menyadarinya' Raditya malah sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Tuan Raditya, ada yang perlu ditambahkan???" kata Beno.
"Cukup Beno. Aku menunggu sanggahan mereka dulu" tandas Raditya.
"Defisit perusahaan yang kamu pimpin sungguh luar biasa tuan Dimas. Apalagi pertengahan tahun, pusat memberikan kucuran dana yang tak sedikit" imbuh Beno.
Muka tuan Dimas merah padam, dia merasa hawa ruang sidang berpindah ke ruang pertemuan ini.
"Sori tuan Raditya, selama ini yang sangat berperan di perusahaan sebagian besar adalah manager saya ini. Benar kan Mahendra???" kata Dimas seakan melempar tanggung jawab ke Mahendra.
Mahendra dibuat tak tenang karena perkataan bos nya ini.
Semua tak luput dari pandangan Raditya dan Beno.
'Aku harus memecah belah keduanya' pikiran Raditya saat ini. Bisa saja mereka berkongsi.
"Apa tanggapan anda tuan Mahendra?" sela Raditya.
"Maaf tuan, semua kinerja perusahaan selalu saya laporkan kepada tuan Dimas" terang Mahendra.
"Tapi saya tidak merasa seperti itu" tukas Dimas.
Wah, modelan orang yang suka cari aman sendiri nih. Batin Raditya.
"Aku rasa seorang pemimpin, yang tak tahu kinerja perusahaan perlu aku lanjutkan apa tidak?" ucap Raditya penuh penekanan.
Masalah perusahaan itu sebenarnya karena Dimas fokus ke perusahaan miliknya sendiri.
Dan kemungkinan semua bahan baku, dia lempar ke perusahaan milik nya itu. Raditya masih perlu waktu mengumpulkan bukti tentang kesemuanya itu.
"Maaf tuan, untuk kedepannya akan saya perbaiki lagi" janji Dimas.
"Aku tak butuh janjimu tuan Dimas" sela Raditya.
"Jawaban untuk yang aku sampaikan di awal pertemuan ini, aku harap sore ini sudah aku terima laporannya" tandas Beno.
Rapat dibubarkan karena staf yang hadir saat itu belum mempunyai jawaban pasti.
Raditya menghela nafas panjang, "Bagaimana papa bisa mempercayakan perusahaan ke orang-orang model beginian" kata Raditya masih belum beranjak dari tempat duduknya. Masih ada Beno yang menemani.
Ponsel Raditya berdering. Raditya pun mengambil ponsel yang ada di saku jas nya.
"Panjang umur si papa" celetuk Raditya dan menggeser ikon telpon yang berwarna hijau.
"Halo Pah" sapa Raditya.
"Apa kabar perusahaan di sana?" tanya papa.
"Isshhh papa. Yang ditanyain kok perusahaan melulu sih" jawab Raditya sewot.
"Ha...ha....emang itu yang ingin aku bahas" jawab tuan Andrian.
"Males Pah, ntar siang aja laporan biar dikirim Beno" bilang Arka.
"Kebiasaan kamu tuh. Nunda mulu kerjaan. Apa kabar anak kembar kamu?" tanya papa yang membuat Raditya kaget dengan ucapannya.
"Kok diam? aku sudah tahu semua Radit. Jangan marahin Beno, bukan dia yang lapor papa" kata tuan Andrian.
"Dan saat kamu balik kota ini, harus kamu pastikan kalau kamu punya hak asuh kedua anak itu" ucap papa memberi perintah.
"Pasti Pah" jawab Raditya tegas.
Padahal dalam hati, Raditya tidak begitu yakin bisa menakhlukkan hati Rania dengan cepat.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
***To be continued, happy reading 🤗
Makasih untuk kalian yang masih stay tune di sini, dukungan kalian sangat berarti bagi othor.
Love bunga sekebun untuk kalian***
aku dulu ngidam gak gitu amat